Pagi di Pulau Paserang |
Dering telepon membangunkan saya. Dengan nyawa yang belum sepenuhnya kembali, saya mengangkat panggilan itu.
"Bangun, ndak sholat subuh???" Suara Ibu diseberang sana membuat kantuk yang tadinya menggelayut berat membebani pelupuk mata saya tiba-tiba hilang.
Astagfirullah, saya mengecek jam di tangan, pukul 05.00 Wita. Lelah yang menyelimuti kami dan suasana nyaman pulau ini membuat kami tak sadarkan diri. Padahal niatnya mau bangun pagi untuk foto sunrise. Bergegas saya membangunkan adik-adik yang masih tidur lelap.
"Dek, bangun, ayo sholat subuh dulu." Saya menepuk-nepuk pundak mereka satu persatu. Kok berasa jadi Emak-emak yang lagi membangunkan anak-anaknya ^_^. Tidak butuh waktu lama untuk membuat mereka terbangun. Membersihkan diri sejenak, kemudian sholat berjamaah. Debur ombak yang tenang, angin yang berhembus perlahan, menambah suasana syahdu pagi ini. Jaket semakin saya eratkan untuk menghangatkan tubuh. Dingin dan suasana nyaman pagi ini sebenarnya membuat kantuk itu semakin menjadi-jadi, tapi sunrise tidak mungkin menunggu kami: waktu terus berlalu.
***
"Lho bukannya ada trotoarnya ya??" Saya terheran-heran dengan jalan yang kita lewati, tidak ada setapaknya sedikit pun. Di blog beberapa teman, terlihat foto berupa jalan trotoar yang mengarahkan kita menuju atas bukit Pulau Paserang.
"Saya kurang tau Kak, dimana letak jalan trotoarnya, kemarin kita nyampenya pas gelap jadi belum sempat jalan-jalan." Dika mengklarifikasi. Dika dan Fajri terlebih dahulu naik ke bukit, mereka mau mengecek seperti apa kondisi jalannya, memungkinkan atau tidak untuk dilalui oleh kita (baca: kaum perempuan). Bukitnya tidak begitu terjal, ilalangnya yang tumbuh tinggi menjadi penolong kita. Ilalang itu yang menjadi pegangan kita untuk bisa mendaki bukitnya. Duri dari pohon-pohon kecil yang tumbuh liar sekitar bukit membuat kaki lecet. Selalu ada perjuangan dibalik perjalananan. Ada jalan yang cantik mulus, tapi karena ketidak tahuan tentang jalan itu membuat kita mendaki melalui jalan yang sama sekali tak enak. Tapi nikmatilah, kawan.
Rinjani dari atas Bukit Paserang |
Fahmi |