Halaman

Selasa, 23 Juni 2020

Mencintai Saya

Create Your Own Happiness. Ini momen ketika membuat mural keroyokan di tembok Stadion Pragas Sumbawa di event Sumbawa Street Art

Kalian tahu tidak, bahwa lebih mudah mencintai orang lain dengan segala kekurangannya, daripada mencintai diri sendiri dengan segala kelebihannya. Tidak peduli seberapa hebat, kita selalu punya cara untuk membuat diri sendiri tidak percaya diri. Mungkin melalui kulit hitam yang kita miliki, yang katanya tidak lebih baik dari kulit putih milik mereka. Melalui hidung pesek dan pipi temben yang menghiasi wajah, yang katanya tidak lebih cantik dari mereka yang berpipi tirus dan berhidung mancung. Melalui badan gemuk dengan gelambir di mana-mana, yang katanya sangat tidak enak dilihat, dibandingkan dengan tubuh mereka yang ramping. Atau melalui omongan-omongan orang lain yang mengatakan kamu ini, kamu itu, dan harusnya kamu begini, kamu begitu, supaya bisa begini, dan begitu. 

(Bukan) Itik Buruk Rupa
Sebagai anak yang terlahir dengan wajah biasa-biasa saja, kulit sawo matang, pipi bulat, dan tubuh yang sensitif- tidak bisa salah makan langsung alergi, sepanjang hidup saya harus dihabiskan dengan komentar orang-orang tentang saya, dan fisik saya. Dan saya diminta kuat untuk menerima itu. Apalagi kalau hidup dengan Ibu yang cantik, dan adik-adik yang ganteng.  Maka siap-siap saja dengan segala komentar.
"Lu itu beneran adikmu? Kok gak mirip? Jangan-jangan kamu anak pungut", atau ketika jalan dengan Ibu, beberapa orang sering komentar, "Ponakannya ya?".

"Lulu itu dulu pas masih kecil diambil di Bukit Jeringo pas Bapaknya tugas. Makanya kulitnya hitam sendiri dan beda sama adik-adiknya." Maksudnya Paman dan Bibi saya memang hanya bercanda dan hendak membuat saya marah, tetapi jujur sampai saya setua ini, masih tertanam jelas kata-kata itu, "Lulu anak pungut, diambil di Bukit Jeringo", dan susah untuk saya bisa lupa. Kata-kata itu selalu berhasil membuat saya menangis.
Tidak di lingkungan rumah, tidak juga di sekolah, perlakuan yang berbeda selalu didapatkan bagi anak-anak yang memiliki fisik biasa-biasa saja. Tidak peduli seberapa besar keinginan saya untuk menjadi peserta pawai 17 Agustus-an, saya tetap saya tidak akan terpilih. Wajah saya tidak lulus screening penilaian kategori berpenampilan menarik dari para guru, kalau pun dapat kesempatan tampil, saya hanyalah figuran yang tugasnya hanya pelengkap pemain utama.

Memang benar kata anak twitter, "keadilan sosial hanya bagi mereka yang good looking". Apalah daya saya yang biasa-biasa saja. 

Saya akhirnya tumbuh dengan memaki diri saya sendiri, "Kenapa saya beda dengan adik-adik saya?", "Kenapa saya sendiri yang kulitnya begini?", "Kenapa saya tidak ikut mirip Ibu saja yang cantik?". Setiap melihat cermin, yang saya lakukan hanya memaki wajah saya yang biasa-biasa saja, atau badan saya yang terlalu besar. Apalagi jika melihat orang-orang bisa berpakaian apa saja yang mereka inginkan. Banyak hal yang kemudian membuat saya begitu iri dengan teman-teman saya.

"Kalau saja saya sedikit lebih cantik, mungkin saya tidak akan hidup seberjuang ini."

Bersama Pak Presiden Jokowi di salah satu kegiatan di UTS

Bertumbuh Hebat
"Kalau kamu bukan dari orang kaya, wajah biasa-biasa saja, maka kamu harus jadi orang hebat supaya bisa dilihat orang", kata guru saya di akhir masa SMP dulu. Saya yang memang tumbuh dengan insecurity-nya sendiri menyakini kebenaran hal itu. Saya tidak ingin mengulang fase masa SD dan SMP saya dengan menjadi remah-remah rengginang lagi. Saya harus bisa menjadi seseorang yang dilihat orang lain, yang bisa dihargai bukan karena fisiknya tetapi karena kemampuan dan prestasinya.
SMA saya berjalan luar biasa. Saya menjadi juara kelas ketika kelas 1 SMA, saya menjadi Ketua salah satu ekstrakurikuler, saya menjuari beberapa lomba menulis, dan guru-guru juga sering mengajak saya di beberapa kegiatan luar sekolah. Orang-orang mulai melihat saya karena prestasi saya, dan tidak lagi menilai saya dari fisik saya.
Saya akhirnya bisa kuliah disatu-satunya PTN di NTB dengan Jalur Undangan. Saya kuliah 4 tahun dengan beasiswa mahasiswa berprestasi. Saya aktif menjadi pengurus organisasi dalam mau pun luar kampus. Lulus kuliah tepat waktu, dan ketika lulus pun saya tidak pernah mendaftar untuk bisa diterima kerja, seorang teman yang menghubungi saya untuk bekerja ditempatnya, yaitu Universitas Teknologi Sumbawa.
Dengan semua pencapaian yang saya dapatkan, saya kira saya akan lepas dengan masalah kepercayaan diri saya, ternyata tidak. Selalu ada celah untuk membuat kekurangan-kekurangan yang saya miliki menutupi kelebihan saya. Insecurity itu tidak pernah benar-benar mati dalam diri saya. Dia selalu bisa tumbuh dengan caranya sendiri.
Bersama adik2 FKPS di 2017 yang lali

Hidup dengan Komentar
Terkadang orang-orang terdekat kita, menjadi orang yang paling potensial membuat kita terluka dengan kata-katanya dibanding orang lain. Alih-alih memberi nasehat, kata-kata yang mereka keluarkan lebih sering menyakiti daripada menenangkan. 
"Coba badanmu kurusan dikit, pasti cantik, dan banyak yang naksir."
"Coba jangan sering main-main ke pantailah, muka kusam. Gimana mau ada yang lirik kalau muka kayak gitu."
"Jangan banyak makan, nanti gendut."
"Kalau gak mau rubah penampilan, gimana kamu mau nikah."

Saya cuma bisa terdiam, dan sesekali juga ingin mengumpat.

"Oke Lu, kamu selama ini tidak benar-benar hidup sendiri, kok, kamu bersama kata orang-orang yang terlalu suka komentar tentang diri kamu di setiap saatnya."

Jendela dari sebuah rumah

Awal Dari

Tahun 2019 yang lalu adalah tahun pertama saya menjadi Guru TK. Setelah sekian lama saya berkelana mencari pengalaman-pengalaman hidup, akhirnya saya terhenti di sini-menjadi Guru TK. Saya lulus seleksi CPNS yang akhirnya membawa saya pada jalan saya. Sebulan pertama adalah masa saya beradaptasi hidup dengan anak-anak. Jujur, saya sangat kewalahan menghadapi mereka. Mereka terlalu aktif. Saya baru lari sedikit saja sudah megap-megap seperti ikan yang kekurangan air. Fisik saya mulai melemah. Umur saya belum kepala tiga, tetapi kenapa badan saya begitu cepat lelah. 
Secuek-cueknya orang cuek, akan ada satu masa di mana dia tidak bisa cuek. Pun begitu dengan saya. Saya mulai memikirkan bagaimana supaya saya bisa menurunkan berat badan saya, setidaknya supaya saya tidak kalah jika harus lari dengan anak-anak. Saya kemudian mulai berusaha menurunkan berat badan. Saya mulai mengatur pola makan. Saya mulai mengurangi makan karbo dan memperbanyak makan buah. Tidak ada lagi snack-snack angin yang masuk ke dalam perut. Setiap hari, saya mulai berolahraga. Lari keliling lapangan, atau jika tidak sempat lari, saya akan mengusahakan untuk jalan kaki ke sekolah. Awalnya semua terasa berat. Pola makan dan hidup saya berubah total. Saya yang begitu suka makan bakso dan mie, harus menahan diri untuk memakan itu. Beberapa bulan fokus mengatur pola makan dan olahraga rutin, saya berhasil menurunkan berat dari 75 Kg menjadi 60 Kg. Saya merasa badan saya lebih ringan dan segar. Saya tidak lagi kewalahan ketika harus mengejar anak-anak. 

Jadi setelah perjuangan yang begitu berat untuk menurunkan berat badan, rasa insecure itu bisa hilang? Tidak. Orang-orang selalu bisa berkomentar semau mereka, yang membuat rasa percaya diri harusnya bisa meningkat karena badan sudah mengecil, tiba-tiba turun lagi.
"Lulu lagi diet? Jangan kurus-kurus ah, gak bagus dilihatnya."
Ingin rasanya jewer telinganya sambil berbisik, "bacot lu".

Mencintai Saya

Memikirkan bagaimana orang berkomentar tentang kita. Atau memikirkan bagaimana supaya bisa memenuhi ekspektasi mereka, sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa. Mari berdamai dengan diri sendiri, mari menerima diri sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sekarang saya mulai abai dengan perkataan orang-orang. Karena tidak peduli seberapa besar usaha untuk berubah, orang-orang selalu punya cara untuk mengomentari diri kita. Tidak ada yang benar di mata mereka.

Saya mulai rajin berolahraga, bukan karena saya sudah malas dengan komentar orang-orang yang mengatakan saya gemuk, tapi karena saya mau berusaha untuk lebih mencintai diri saya sendiri. Setidaknya ketika saya membeli baju, saya tidak merutuk diri sendiri karena baju yang saya beli kekecilan  dan tidak cocok dipakai untuk yang berbadan besar. Atau ketika saya harus jadi pembimbing anak gerak jalan, saya tidak duluan K.O dibanding anak-anaknya. Saya mulai melakukan perawatan wajah. Mulai rajin menggunakan masker dan krim wajah. Mulai rajin membersihkan muka setiap hari. Semua itu juga saya lakukan bukan karena ingin menarik orang-orang  untuk suka dengan wajah saya. Tidak. Saya melakukan itu supaya saya lebih mencintai diri saya, supaya ketika sedang bercermin saya tidak lagi mengatakan "Kenapa muka ini hitam dan kusam sekali".

Saya mulai belajar mencintai diri saya sendiri dengan cara saya. Menjadi yang terbaik menurut saya. Cukup orang lain yang membenci diri saya, jangan ditambah dengan saya lagi. Ada terlalu banyak hal yang harus saya syukuri daripada merutuki diri sendiri. Bersyukur karena punya fisik yang lengkap, tidak sakit-sakitan, punya mata yang masih bisa melihat dengan baik, punya kulit wajah mulus tidak gampang jerawatan, punya mata yang cantik, dan alis yang tebal sehingga tidak perlu digambar lagi, punya bulu mata yang lentik, sehingga tidak perlu repot menggunakan bulu mata palsu, punya kaki yang kuat, dan siap diajak jalan kemana pun, punya tangan yang baik-baik saja, bernafas tidak harus menggunakan tabung oksigen. Bersyukur karena selama hidup, saya berhasil mendapatkan banyak pencapaian, yang mungkin orang seusia saya tidak bisa mendapatkannya. Bersyukur akhirnya menjadi cara saya mencintai diri saya, dan cara saya berterimakasih atas semua yang Allah berikan.
Enjoy your life :D

Nb:
Kemarin habis buat donat, terus nanya,
"Ini donatnya kenapa harus bulat, dan bolong tengahnya?"
"Karena kalau gak bulat dan gak ada bolong di tengah bukan donat namanya."
"Terus apa?"
"Roti goreng."

Semua hal ada ciri khasnya masing-masing yang menjadi pembeda dia dan yang lainnya. 
Selamat mencintai saya.

17 komentar:

  1. Hmm, baca ini jadi ingat petuah ayah saya. Memang kalau mau ngomong/komentar harus mikir dulu. Coba kalau didengar dari pihak yang diomongin, kalau gak enak ya mending gak usah ngomong. Tapi gara2 ini kyknya saya malah jadi pendiam, kekeke.

    Tapi memang semua orang harus mencintai dirinya sendiri. Setuju sama mbaknya, bukan berarti harus nerimo kondisi kita apa adanya, tapi terus berusaha menjadi versi diri kita yang paling baik. Kalau tujuannya cuma buat menyenangkan orang lain dijamin gak bakal ada abisnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepaaakaaatt. Pada akhirnya memang yang yang bisa kita lakukan adalah menjadi versi terbaik dari diri kita. Dahlah kalau mau dengerin org, mau sampai kapan pun jg ga akan ada habisnyaa :)

      Hapus
  2. Uwah.. Keren mbkπŸ‘, saya juga merasa mencintai diri sendiri itu bukan hal mudah, sulit banget malahan. selalu ada hal yang membuat saya insecure. Apalagi di depan banyak orang. Tapi pada akhirnya saya mulai bosan dengan rasa insecure ini, capek kalau harus ngeluh. Jadi belajar untuk mencintai diri dan mengubah insecure jadi berayukur. Saya juga ingin dilihat karena pencapaian saya. Dan ingin happy tanpa peduli apa komentar mereka
    SemangatπŸ’ͺπŸ’ͺπŸ’ͺ

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insecure itu bener2 gak enak bgt. Liat orang ini dan itu rasanya kayak gimana gt. Tp pada akhirnya kita ga punya pilihan lain selain berbahagia dengan diri kita. Mencoba mencintai diri kita dengan segala kekurangan dan kelebihannya :)

      Hapus
  3. beauty privilege emang real, dan komen2 body shaming juga real, tapi bukan berarti itu meruntuhkan kepercayaan diri kita. Saya juga sering insekyur,, tapi makin ke sini, saya juga kaya mbak, fokus mencintai diri sendiri, bodo amat dengan komentar2 orang lain.. Hayuk semangat buat kita..

    -traveler paruh waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benerrr banget. Beauty previlege itu emang sesuatu yang iihhhhh, rasanya menyebalkan sekali ketika kt hanya dilihat dari fisiknya saja.

      Sekarang waktunya pembuktian diri bahwa fisik bukan segala2nya.
      Semangat ya untuk semuanyaa :)

      Hapus
  4. Intinya apapun yg kita miliki syukuri, apapun yg kita ingin..perjuangkan 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyapp betul. Gak ada jurus lain selain bersyukur yang bisa membuat kita semakin bahagia. Walau serba wow dalam segalanya, kalau gak bersyukur ya tetap aja kayak merasa kekurangan selalu :)

      Hapus
  5. "kalo ga cantik dan kaya, jadilah orang hebat", petuah ini betul2 rwalistis ya mbak,

    orang hebat pasti akan dipandang baik sama orang...

    mencintai diri sendiri itu penting, dulu saya juga ga cinta. masalahnya cuma karena warna kukit yg terlalu gelap dibandingkan sodara yg lain.

    akhirnya malas panas2an, pake ini itu biar cerahan. bahkan waktu kecil di panggil Birong yang artinya hitam.

    tamat kuliah, saya kerja dan mulai terima diri saya, mencintai. entah sejak kapan, seneng olahraga, pola makan berubah, eh tau2 warna kulit juga cerahan srkng,

    skrng saya terima diri ini apa adanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener mas. Kata2 itu yg jadi penguat sy banget selama ini. .

      Sy jg skrg sedang berusaha mencintai diri saya, dan mulai mengabaikan apa yang orang lain katakan. Dah ahh mulai cuek sama org2 πŸ˜…

      Hapus
  6. sama sih saya juga sering insekyur apalagi klo liat pria pada umumnya
    suka sepakbola, tinggi, bisa kelahi, ganteng, dsb
    sementara saya ya malah suka beauty pageant, pendek dan gendut. harus siap paper spray buat jaga diri

    tapi ya bodo amat lama lama penting bisa nulis dapet duit dan jalan jalan hehe

    wah perjuangan salut mbak tetap istiqomah ya dan tentunya mencintai diri sendiri

    salam :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. insekyur itu gak enak banget, dan kata2 orang2 itu yang paling menyebalkan.

      Perjuangan mencintai diri sampai dititik ini itu gak mudah, struggle bgt. Tapi memang ada rasa bahagia tersendiri ketika berhasil menerima dan mencintai diri dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada ❤

      Hapus
  7. Saya dulu tumbuh besar dalam perasaan insecure, tapi saya memang mulutnya ember kalau dihina meski bercanda :D

    Dulu saya gosong dan kutilang, sering diejek teman laki-laki, tapi ya gitu, saya balas, hahaha.

    Kalau dia body shaming, ya saya ikutan body shaming.
    Sampai saya ingat dulu ada teman yang setiap hari ejek saya, sayapun tiap hari ejek dia, sampai masih ingat ejekannya sampai sekarang :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mbak hebat bisa melawan kayak gitu. Saya dulu semasa kecil cuma bisa diam, terus pulang bawa tangisan lapor ke Ibu.

      Semangat selalu ya buat kita semoga selalu kuat dan bertahan 😊

      Hapus
  8. wahhhh dapat bertentangan mata dengan Pak Jokowi yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehehe iya mba anies, kmrn ada kegiatan gt di kampus tempat saya bekerja dan dapat jackpot foto bareng πŸ˜…

      Hapus
  9. permainan poker dengan pelayanan CS yang ramah dan terbaik hanya di IONQQ :D
    WA: +855 1537 3217

    BalasHapus

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^