Rabu, 23 November 2016

Cerita Ke-Maras-an Kita

 
Mapala Maras UTS

Ada banyak hal absurd yang terjadi di dunia ini yang kadang kita tidak mengerti kenapa, seperti kenyataannya bahwa Pembina UKM Mapala Maras UTS itu adalah saya. Seorang perempuan yang yang tidak pernah kuat jika disuruh jalan jauh apalagi jika itu harus mendaki-daki, seorang perempuan yang jarang olahraga dan lebih sering mager di dalam kamar, seorang perempuan yang lebih takut muka mengusam berjerawat daripada kehabisan uang sebelum awal bulan tiba. Terakhir kali saya melalukan perjalanan jauh yang berhubungan dengan hutan dan gunung itu adalah di pertengahan tahun 2015 yang lalu, saat ekspedisi Sebra bersama teman-teman Adventurous Sumbawa. Itu pun bukan karena saya benar-benar ingin tracking, tetapi karena pada saat itu saya sedang diserang patah hati yang sangat. Saya berfikir daripada saya berdiam diri di dalam kamar, menangis seharian, lebih baik saya meluapkan kesedihan saya dengan berlari ke hutan (tsaaah :p). Patah hati memang sanggup membuat orang menyebrangi gunung dan mendaki lautan.

“Mbak ayolah ikut Diklat kita, masa’ Mbak sebagai Pembina gak pernah ikut kegiatan kita.” Kata Urwah, Ketua UKM Mapala Maras.
“Mbak itu sekarang sudah gak kuat mendaki-daki, sudah jarang olahraga, nanti kalian lagi yang kerepotan ngurusin Mbak.”
“Gak apa-apa Mbak, nanti itu soft tracking kok, kalau lelah ya istirahat.”
Akhirnya dengan didorong rasa tanggung jawab yang besar sebagai seorang Pembina (gayamu Lu, :p), packing carrierl pink dengan makanan yang banyak dan barang-barang yang super rempong, saya pun ikut mendiklat selama 4 hari di dalam hutan.
ini adalah kali pertamanya emping masuk gunung, uyeeeee :)
Sebenarnya bukan gunung yang tinggi atau puncak-puncak eksotis yang akan kita datangi,  tetapi deretan perbukitan Pernek yang letaknya di belakang kampus yang tingginya juga tidak seberapa, tetapi lumayan terjal dan jalurnya juga masih dipenuhi semak belukar. Sombongnya saya bilang tingginya bukit itu tidak seberapa, padahal ketika sedang berada di tanjakan saya adalah perempuan pertama yang minta istirahat, nafas tersengal-sengal.
“Mbak aman?” Tanya Gentho, salah seorang anggota Mapala yang berbadan gempal tetapi berkekuatan monster. Dia kuat sekali.
“Insya Allah, Aman. Cuma butuh istirahat aja sebentar.” Saya nyengir kuda.
“Pelan-pelan aja Mbak. Jangan dipaksakan nanti jatuhnya kaki bisa kram dan malah gak bisa jalan.”
Mapala Maras
Materi Navdar di atas bukit

Pendakian itu yang terpenting bukan sampai pada tujuan atau bisa menaklukkan puncak-puncak, tetapi sampai di rumah lagi dengan selamat. Tidak apa-apa jalan perlahan,  yang penting jangan pernah berhenti. Kok ya saya berasa bijak, padahal itu adalah apologi saya saja yang tidak kuat mendaki dan jalan cepat, hahahaha. Tracking selama kurang lebih 3 jam, kita akhirnya tiba di lokasi pendirian tenda. Lokasinya benar-benar di tengah hutan, dan jauh dari sumber air. Di saat seperti itu, air setitik yang jatuh dari botol itu rasanya berharga sekali. Mendaki gunung, lewati lembah, sungai tidak mengalir indah, kaki lecet, hujan-hujanan, baju dari basah kering lagi, masak dan makan bersama. Saling menguatkan dan membantu satu sama lain. Jadi jangan heran kalau anak-anak Mapala itu ikatan persaudaraannya kuat sekali karena memang mereka terbiasa melalui banyak situasi tersulit di hutan bersama. Lapar, kedinginan, capek, semua dilalui bersama. 
 
istirahat jika lelah
4 hari di hutan, ada banyak moment yang membuat saya hampir menangis. Salah satunya adalah ketika hari kedua, pada materi Navigasi Darat. Saat itu kita semua sedang berada di atas bukit, langit tiba-tiba mendung, petir dan halilintar saling sambut menyambut. Jika saya menggambarkan suasana saat itu, semuanya sudah seperti adegan film horror dengan suasana yang tiba-tiba mencekam, hujan turun, angin dan kabut juga datang. Anak-anak sudah mulai panik, tidak terkecuali saya. Saya berusaha tetap tenang, walaupun setiap petir yang datang membuat jantung saya dag dig dug. Saya tidak tahu siapa yang berinisiatif terlebih dahulu, air hujan yang turun itu mereka gunakan untuk wudhu, mereka sholat dzuhur berjamaah. Mata memanas, air mata rasanya mau jatuh. Terharu. Ini adalah kali pertama saya menyaksikan moment seperti ini. 
Sholat jamaah yang bikin saya mewek
“Mapala itu harus jadi cara untuk mendekatkan kita kepada Sang Pencipta.” Kata Gentho.
Terlalu banyak moment yang membuat saya hampir menangis selama 4 hari diklat itu. Mereka mengajarkan saya banyak hal. Bahwa bukan yang kuat yang akan bertahan, tetapi yang bisa menguatkan dan mengingatkan satu sama lain. Pulang ke rumah bersama-sama itu adalah yang terpenting.
Sampai bertemu lagi di petualangan selanjutnya adek-adek manis!!! Be strong and keep figt for everything, 
perempuan tangguh mapala maras uts

paling enak ya mager di hammock


NB:
Dinamakan Mapala Maras UTS adalah supaya di dalam Mapala bisa selalu menjadi Maras dan menyenangkan selamanya. Maras di dalam bahasa Indonesia adalah bahagia/ senang.


Diklat Mapala Maras UTS, 11-17 november 2016



 

yeay :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^