Jumat, 02 Desember 2016

Kau Bisa Pulang (Bagian 2)



 
kita
“Kamu bisa jadi guide tour-ku? Aku mau pulang ke Sumbawa minggu depan.” Bunyi sms Putry yang membuatku langsung berjingkrak gembira. Sepertinya radar hati kita sama saat ini, aku sedang didera kebosanan yang amat sangat, dan perjalanan ini akan menjadi begitu menyenangkan.
“Dengan senang hati, Thy, gak sabar nunggu kamu disini.”
            Tidak ada hal yang begitu membahagiakan ketika mendengar kau akan pulang. Walau cuma beberapa hari, tapi aku berharap pertemuan itu menjadi pengobat kerinduan kita yang mendalam. Aku berharap perjalanan kita besok bisa menjadi pelepas penat selama bekerja di kantor. Aku jadi tidak sabar menunggu setiap cerita yang tersaji dalam perjalanan kita nanti.
Putry sampai di Sumbawa hari ini, dan kita berencana akan berkumpul di rumah Elly. Ketika aku tiba di rumah Elly, semua teman-teman sudah berkumpul. Dari dulu hingga sekarang, dari zaman Elly belum menikah, sampai dia punya suami dan anak, markas berkumpul kita tak pernah berubah, selalu dirumahnya. Yang terlihat berbeda diantara kita semua hanyalah Elly dengan perut besarnya. Mataku menyapu seluruh ruangan, mencari makhluk yang bernama Putry. Adegan yang terjadi selanjutnya sangat tidak romantis, bukan seperti di drama-drama korea dengan adegan yang melowdrama-nya, tapi ini seperti pertemuan teletubbies, Lala dan Pho yang berpelukan. Kita sama-sama memiliki badan dengan stok daging yang lumayan. Sore ini kita habiskan dengan bercerita banyak hal, tentang pengalaman-pengalaman Putry selama di Jogja, tentang cerita Elly dengan kehamilan anak keduanya, tentang Maria dan Iis yang lagi sibuk dengan skripsinya, tentang Ginty yang gagal move on dengan mantan pacarnya yang sudah dipacari selama 7 tahun. Inilah alasan mengapa pertemuan itu tidak boleh terlalu sering, agar kita memiliki banyak waktu untuk saling mendengarkan dan merindukan satu sama lain.
“Jadinya besok kita kemana?”
“Ke Pulau Moyo aja, Lu, kan kamu sudah pernah kesana, kamu pasti tahu banyaklah tentang pulau itu.” Putry menyarankan liburan kita ke Pulau Moyo.
“Aku sih ndak masalah, yang penting namanya jalan-jalan, ayoklah, hehe.”
“Kamu ya, Lu, kalau kita ajak kumpul aja ndak pernah bisa, tapi kalau jalan-jalan pasti bisa, dan rela izin kantor demi jalan-jalan.” Iis yang dari tadi lebih banyak diam menimpali kami, dan diiringi gelak tawa yang lain.
“Masalahnya Putry maunya aku yang keren ini jadi guide-nya, gimana dong??” Mereka kompak menyorakiku dengan kor ‘uuuu’ yang sama. Inilah momen-momen yang kita rindukan, dimana kita bisa berkumpul dan bercanda bersama seperti ini. Kita bersepakat ke Pulau Moyo besok.
Terkadang apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut orang lain, sama halnya dengan saat ini, ketika aku meminta izin kepada Bapak tentang keberangkatan ke Pulau Moyo, Bapak langsung menolak memberikan izin, katanya ombak lagi besar dan berbahaya melakukan penyebrangan. Setengah mati aku merayu Ibu dan Bapak agar aku diberikan izin, sampai memakai jurus ngambek masuk ke kamar tetapi beliau tetap pada pendiriannya. Aku memberitahu Putry dan Iis bahwa aku tak diberikan izin kalau ke Pulau Moyo, dan ternyata mereka berdua juga bernasib sama denganku. Setelah berunding lewat sms, kita akhirnya setuju untuk ke Taliwang, Sumbawa Barat, disana ada banyak pantai indah nan eksotisnya yang bisa kita kunjungi. Aku mengatakan kepada Bapak kalau kita tidak jadi ke Pulau Moyo, tapi beliau tetap tidak memberikan izin. Beliau menggunakan alasan kecewa denganku yang mengambil izin kantor hanya untuk jalan-jalan. Intinya semua alasan penolakan yang disampaikan Bapak adalah agar aku tidak pergi jalan-jalan jauh, apalagi sampai keluar kota Sumbawa.


“Pak, saya sudah besar, sudah umur segini masih saja dilarang-larang mau kemana, kan tumben juga kita keluar. Ayolah Pak, jarang-jarang bisa kumpul dengan teman-teman SMA kita.” Aku berusaha meyakinkan Bapak agar diberikan izin. Tetapi Bapak hanya diam, dengan mata yang tak beralih dari layar TV. Aku tidak bisa membayangkan kalau aku tak bisa pergi besok, karena akulah yang menjadi otak dari rencana-rencana liburan itu. Ibu mengerling ke arahku, memintaku untuk segera masuk ke kamar kembali. Dalam situasi seperti ini, sama-sama bersikeras tidak akan membuat Bapak mengiyakan apa yang aku inginkan. Aku masuk ke kamar, menarik selimut dan tidur, berharap malam ini ada malaikat baik hati yang mencolek hati Bapak untuk memberikanku izin liburan besok. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^