Kamis, 20 Desember 2018

Bagaimana Nanti, Atok?


Atok :(
Jadi bagaimana saya bisa terbang lagi dengan sayap yang patah, Atok? Saya tidak apa-apa jika harus gagal di banyak hal, saya tidak apa-apa jika harus jatuh lagi, karena saya yakin, selalu ada keluarga yang akan membuat saya bangkit lagi. Ada mereka yang begitu menyayangi saya. Dan sekarang apa yang harus saya lakukan ketika sayap yang bisa membuat saya terbang sejauh ini tiba-tiba patah?



Sebelum berangkat ke KSB minggu lalu untuk test CPNS, hati sudah gak enak. Cerita sama Teteh Liya
"Teh, mba gak enak hatinya ini."
"Kenapa mba?"
"Semalam mimpi buruk."
"Jangan diceritain kalo mimpi buruk, berdoa aja semoga gak kejadian yang dimimpinya itu."
Yasudah akhirnya saya memendam semuanya, tapi tetap bayang-bayang dari mimpi itu gak mau hilang. Sabtu sebelum Ke KSB, kita makan-makan bareng sama Ibu, Atok, di rumah belakang. 
Seperti biasa Atok mulai mendesak meminta saya menikah. Saya seperti biasanya juga memberikan seribu alasan. 
"Ema mo mu pengantan Lulu, keras ku sate gitamu pengantan." (Cepat sudah menikah Lulu, pengen sekali Atok liat kamu menikah)
"Be melok gina Atok, be no tu to luk deta, no poka waya saya." (Ya gimana dong Atok, belum saatnya tiba)
Rasanya beda ketika saya ngomong seperti itu. Ada sedih yang entah. 
Hari minggu saya berangkat ke KSB sama Teteh, ketika sampai di Alas, berkas saya ketinggalan. 
"Teh, apa mbak balik aja ya?"
"Jangan, ntar minta anterin siapa aja gitu."

Gak tau hati tetap aja berat, pengen pulang, tapi gak bisa, harus tetap lanjut ke KSB. Ada pengabdian yg harus dilakukan. Akhirnya minta tolong Urwah buat anterin berkasnya ke KSB. 

====
Usai tes harusnya saya menginap semalam lagi di KSB, karena tidak mungkin bagi kita perempuan untuk motoran malam-malam KSB-Sumbawa, tetapi hati ini rasanya ingin pulang sesegera mungkin. Bismillah. Kita memantapkan hati untuk berani pulang malam melewati jalan sepi Sumbawa.
Sampai di rumah Ibu mengabarkan kalau Atok sakit sejak saya berangkat tes kemarin. Dhuaarr. Semacam ada petir yang menghantam dada ini. Mendung menggelayut di mata. Ingin rasanya menangis mengingat mimpi kemarin. Takut membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Gak kok Lu, gak. Mimpi itu hanya bunga tidur. 

====
Malam ketika screening film "Sihung" bersama Sumbawa Cinema Society. 
Paginya saya seharian di RS buat jaga Atok, supaya malamnya bisa ikut bantu screening ini. Gak taunya tepat beberapa menit sebelum diskusi, dapat telpon dari Ibu kalau Atok kritis. Kaki gemetaran, pikiran gak fokus, rasa ingin langsung menuju RS. 
Tadinya mau ngomong ini dan itu ketika diskusi tapi gak jadi, pikiran buyar. 
"Ya Allah jangan ambil Atok saat ini tolong, saya ingin ada disampingnya jika saat itu tiba."

Ibu menelpon kembali jika Atok mulai membaik, saya lega dan berharap kondisinya akan terus membaik. Alhamdulillah.

====
Tangannya begitu lemas. Tidak bisa merespon saya lagi, dulu setiap kali saya memegang tangannya, selalu dibalas dengan genggaman hangat pula. Sekarang tangannya mulai mendingin, berkeringat. Air mata saya semakin menderas. Al matsurat tak henti-hentinya saya bacakan di samping Atok, dengan harapan dzikir itu bisa jadi penguat. Bukankah dzikir itu adalah obat terbaik? 
Untuk beberapa saat Atok memang mulai membaik. Beliau bisa tertidur nyenyak. Saya yakin beliau akan sehat kembali, dan melihat saya menikah. 
Menjelang Ashar, kondisi Atok mulai kritis. Semua sudah bercucuran air mata. Abeb mengatakan kepada dokter untuk mencabut semua selang yang ada ditubuhnya. Semakin banyak selang yang melekat dan obat yang masuk ditubuhnya semakin membuatnya tersiksa, kata Abeb. 
"Jangan dulu Abeb, sembuh si Atok ini."
Saya masih berharap akan adanya keajaiban. 
Saya dan Ci'Ma tetap berada di samping Atok, membacakannya Al Matsurat. Mencoba tegar, dan berharap bahwa kondisi Atok akan segera membaik. Ibu sudah melemas sedari tadi, dadanya sesak. Begitu pula dengan anak-anak dan cucu-cucu Atok yang lain, betapa riuhnya rumah sakit saat itu dengan tangisan. Abeb kemudian masuk ke dalam ruangan, beliau mencium kening Atok, sambil membisikkan sesuatu. Tidak lama kemudian suasana hening, dokter masuk, dan tangis pun pecah. 
Atok sudah pergi. Selamanya. Tepat setelah adzan ashar berkumandang. 

====
Jadi mulai sekarang tak akan ada lagi orang yang akan memintaku segera menikah? Tak akan ada lagi orang yang cerewet memintaku untuk mengurangi berat badan? Tak ada lagi orang yang akan kurusuhi setiap hari? Tak akan ada lagi orang yg kucium-cium, ku peluk-peluk? Tak akan ada lagi orang yang muncul di balik pintu kamar sambil memanggil 
"Ayyu' bangun sudah siang."
Mulai saat ini akan ada banyak kata 'tak akan ada lagi' yang menghampiri hari-hari ini. 

Atok, tenang disana. Doa ini tak akan putus-putusnya untukmu. Maaf atas segala pintamu yang belum sempat terpenuhi.

Saya sayang Atok.


NB:

Ternyata patah hati tidak ada apa-apanya dibandingkan kehilangan orang yang begitu kita sayangi untuk selama-lamanya.

Sumbawa, 18 November 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^