Kamis, 01 Desember 2016

Kau Bisa Pulang (Bagian 1)



 
kopi dan senja
Tentang sore, laut dan matahari orange. Sepenggal kata antara aku dan kamu. Tidak ada sore yang begitu indah di kota ini selain menghabiskan waktu dengan menenggak segelas kopi panas dengan celupan roti roma kesukaanmu. Lalu kita akan bercerita seenaknya tentang apa saja yang terlintas dipikiran kita. Seperti percakapan kita di sore itu, bisakah para ilmuwan menciptakan pintu kemana saja Doraemon. Aku mengatakan mustahil. Tapi kamu ngotot, bisa.
“Dalam bentuk nyata, tidak mungkin ada yang bisa membuat pintu kemana saja. Tapi zaman sekarang semua tanpa sekat yang bernama pintu. Kamu bisa tahu tentang Amerika tanpa harus datang kesana langsung, kamu bisa tahu bagaimana cara membuat tahu tanpa harus bereksperimen dan wawancara si pembuat tahu. Kamu tahu bahwa ada banyak hal yang kamu tidak tahu karena itu.”
“Terus?”
“Baca, Lu, baca. Buku ada dimana-mana, internet merajalela. Kamu bisa tahu segala hal dengan mencari di internet. Kamu bisa kemana saja dengan google. Bagiku itu wujud lain dari pintu kemana saja. Mau ke capadocia? Bisa. Tinggal cari di google. Gampang kan?” Dia masih keukeuh dengan Google dan internet adalah wujud lain dari pintu kemana saja. Dunia tanpa sekat karena makhluk itu, tak ada pintu, tak ada pembatas yang menghalangi semua orang. Orang di kutub utara bisa berteman dengan orang di Afrika tanpa harus mengunjungi, mereka bisa bertatap muka tanpa harus bertemu raga. Semuanya karena kecanggihan internet. Dia juga keukeuh supaya pembuat komik Doreamon diberi penghargaan karena menciptakan cerita yang menginspirasi orang untuk think out the box. Ini bukan penyakit gila Andrea Hirata, tetapi aku sudah cukup gila mendengar pikiran-pikiran anehnya. Seperti cerita percakapan-percakapan kita terdahulu, tidak akan ada akhir sebelum matahari di ufuk barat itu menghilang ditelan ombak tenang kota.
Tentang sore, laut dan matahari orange. Sepenggal cerita tentang aku dan kamu. Jika ada yang bertanya padaku dimana pantai terindah di Sumbawa, aku tidak tahu. Aku tidak mengenal dimana pantai indah nan eksotis disini. Yang aku tahu hanyalah rute sekolah, rumah, sekolah, rumah. Tapi jika ada yang bertanya padaku dimanakah pantai yang bagus untuk menikmati matahari terbenam di Sumbawa, maka aku akan dengan senang hati mengajaknya ke pantai ini. Pantai dengan sebuah dermaga kecil ditengahnya, pantai dengan jejeran kapal-kapal nelayan, pantai dengan riuh suara anak-anak bermain bola setiap sorenya, pantai dengan ribut suara pedagang yang menjajakan jualannya, pantai dengan matahari tenggelam indah tepat ditengahnya. Tak ada pasir putih seperti bayangan pantai Kuta Bali, yang ada hanya pasir hitam dengan sampah-sampah yang terhempas setiap ombak datang. Tak ada wisatawan asing seperti di Gili Trawangan, yang ada hanyalah nelayan-nelayan berotot kekar yang setiap sorenya membersihkan kapalnya dan jaring-jaringnya untuk bisa dipakai melaut esok. Kadang jika beruntung, kita bisa menyaksikan pertunjukkan piring melayang keluar rumah, gelas-gelas pecah. Pertengkaran suami dan isteri karena hasil melaut yang kurang, karena uang tak cukup untuk makan besok, pertengkaran-pertengkaran yang seharusnya kecil tetapi melebar karena semua menyangkut urusan perut, tak ada orang yang bisa berfikir rasional ketika perut dalam keadaan lapar. Beruntung menyaksikan ini, setidaknya kita bisa berfikir bahwa ada kehidupan yang jauh terpuruk dari apa yang kita rasakan. Sore, laut, dan matahari orange, tidak melulu tentang keindahan yang membuat kita mensyukuri nikmat Allah, kehidupan mereka disekelilingmu membuat banyak kata syukur atas hidup ini tak henti-hentinya keluar dari mulut. Lebih dari itu, di pantai ini kita pernah bersama, menghabiskan sepotong sore disini.
Tentang sore, laut dan matahari orange. Kita berjanji disini. Sejauh apapun kita pergi kita akan kembali pulang.

2 komentar:

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^