“Tak peduli seberapa lembar kertas rencana yang kita buat, tidak peduli seberapa lama kita merencanakan hidup kita, tetapi jika Allah mengatakan ‘tidak’ maka tak ada daya kita untuk merubahnya, bahkan untuk menundanya pun tidak bisa. Itu yang dinamakan dengan takdir.” Lulu
Saya ingin bercerita
sedikit saja tentang perjalanan hidup saya yang saya katakan sebagai takdir
terindah. Di beberapa tulisan saya terdahulu saya selalu mangatakan bahwa saya
mencintai apa yang saya jalani sekarang, saya cinta Lombok, saya cinta segala
aktivitas saya dengan anak-anak disekolah, hobi saya jalan-jalan Lombok,
menulis, wirausaha. Tetapi ternyata ada lho satu sisi melankolis yang ada dalam
diri yang tiba-tiba bisa muncul kapan saja tanpa bisa dihindari, kadang sisi
itu membuat bulir bening itu mengalir, sisi itu adalah kebutuhan akan kasih
sayang. Kasih sayang yang saya inginkan saat ini adalah keluarga. Saya ingin
dekat dengan mereka, saya ingin ada yang memarahi ketika lama pulang kerja atau
ketika mulai lalai dengan kesehatan, tetapi selama merantau jauh dari orang tua, hidup kita
hanya kita yang mengendalikan, orang tua hanya pemantau jarak jauh, kadang iri
dengan mereka yang tinggal dengan orang tua, kemana-mana ada Bapak yang antar,
terus setiap hari makan masakan Ibu. Perhatian-perhatian mereka yang saya
butuhkan, karena bagi saya cinta yang nyata adalah keluarga. Dalam setiap doa
saya minta kepada Allah “Jika memang takdir saya adalah tinggal di rantauan,
maka tunjukkan jalan itu, tetapi jika memang saya harus kembali pulang, maka
tunjukkan saya jalan itu juga, entah bagaimana caranya.”
Baiklah kembali lagi
kepada cerita takdir terindah itu, kau tahu bahwa kata-kata adalah doa, entah
apakah bercanda atau tidak ketika kita sudah mengeluarkan kata-kata dari mulut
itu maka itu akan menjadi doa bagi kita. Oleh karena itu, dalam islam kita
diminta berhati-hati dalam berucap, karena bisa jadi itu doa yang akan menjadi
kenyataan. Saya ingat kejadian pada pertengahan Maret 2014, minggu malam senin,
sekedar bercanda saya bilang sama sahabat dekat saya yang namanya Nani, “Ni,
aku mau ke Sumbawa minggu depan ni. Bapak bilang ada laki-laki yang mau datang
ke rumah ngelamar.” Sontak Nani kaget mendengar apa yang saya katakan, saya
juga bukan tipikal orang yang suka bercanda dengan hal seperti itu, tetapi
entah mengapa malam itu kata-kata bercandaan itu keluar begitu saja dari mulut
saya. Nani cuma bisa terkaget dengan semua cerita yang saya ucapkan, tidak ada
hujan tidak ada angin secara tiba-tiba saya harus ke Sumbawa, dan Nani juga
paham bagaimana saya, saya tidak akan melawan kata orang tua saya apapun
keadaannya, makanya itu ketika saya mengatakan bahwa saya pulang atas kata
orang tua dia langsung percaya saja.
Pada hari rabunya, usai
shalat dzuhur Bapak tiba-tiba telpon “Lu, siapkan berkas-berkasmu ya, legalisir
ijazah, transkrip nilai dan lain2nya. Ada lowongan jadi pendamping anak di Sumbawa.”
Tanpa banyak tanya saya seperti terhipnotis cuma bisa ngangguk-ngangguk saja
pas Bapak menfatwakan instruksinya. “Lulus atau gak lulus perkara nanti, yang
penting kamu coba dulu saja, toh gak ada ruginya, kalo gak lulus bisa kembali
lagi ke Mataram, kalo lulus ya Alhamdulillah jadinya bisa kumpul-kumpul sama
keluarga lagi.” Kata-kata Bapak itulah yang membuat saya mantap untuk mengurus
berkas-berkas saya. Ijazah dan transkrip
nilai pasca wisuda September 2013 lalu belum saya urus, pas mau urus selalu
bilang “ah entar juga bisa kok,” begitu seterusnya sampai ada kebutuhan
mendesak seperti ini barulah saya kalang kabut mengurus semuanya. Dalam waktu
tiga hari semua bahan-bahan lamaran kerja mesti lengkap, panik sekali saat itu,
tetapi seperti takdir yang Allah gariskan untuk saya semua berkas itu lengkap
bahkan sebelum sampai pada deadline. Birokrasi kampus yang biasanya berbelit
saat itu menjadi mulus layaknya jalan tol, tanda tangan orang-orang yang
bisanya susah saya temui kemarin semuanya jadi gampang saya temui. Hingga hari
H wawancara, semuanya berjalan lancar. Kaki ini seolah dijalankan Allah untuk
kesana, ada rezeki mereka yang akan saya bawa melalui ini, saya yakin sekali
dengan itu. Alhamdulillah seminggu kemudian ada sms yang datang ke HP mengatakan
bahwa saya lulus, dari puluhan pendaftar saya jadi satu dari dua belas orang
yang diterima.
Saya bersyukur,
ternyata memang jalan saya adalah pulang ke rumah. ini adalah takdir terindah
yang Allah gariskan untuk saya. Allah mengatakan kepada hambanya, minta apa
yang kalian inginkan maka aku akan kabulkan. Allah tidak pernah melarang
hambanya untuk berdoa, Allah malah mengatakan sombong kepada hambanya yang
tidak meminta kepadanya. Hanya perkara waktu doa itu akan terkabul. Alhamdulillah
doa itu diijabah Allah. Saya punya banyak waktu untuk keluarga saya, saya punya
banyak waktu untuk mengabdikan diri saya kepada mereka, saya ingin selalu ada
untuk mereka.
Saya jadi teringat
dengan apa yang saya katakan kepada Nani pada senin pertengahan maret yang
lalu, saya mengatatakan kalau saya akan ke Sumbawa, mungkin kepulangan saya
untuk selamanya. Dan benar kata-kata itu menjadi kenyataan, padahal itu hanya
main-main lho.Ini adalah kali kesekian saya yakin bahwa kata-kata itu doa. Entah
apakah kata-kata yang kita ucapkan adalah bercanda, tetapi itu telah keluar
dari mulut, maka ia akan menjadi doa yang datang kepada kita. Saya yakin, haqqul
yakin bahwa ada takdir-takdir indah Allah lainnya yang akan saya jalani. Saya
yakin juga bahwa ada sesuatu yang akan terjadi disini, ada garis takdir orang
lain juga yang Allah titipkan melalui garis saya, karena sekali lagi saya
sangat yakin hubungan manusia satu dan yang lainnya seperti jaring laba-laba,
saling berhubungan.
Ini saatnya untuk
mengatakan “Selamat datang Sumbawa, selamat datang rumahku. Ini waktunya untuk
mengabdikan hidupku untuk anak-anak hebat Sumbawa. Selamat datang kembali.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^