Jumat, 21 November 2014

Sade, Perempuan dan Tenunan



Tentang Sade 
So Colourfull
Sepulang dari Batu Payung kemarin, kita mampir sebentar ke Desa Sade. Desa ini letaknya tidak terlalu jauh dengan Bandara Internasional Lombok, memakan waktu sekitar 20 menit. Ini kali ke berapa saya kesini, entah, tapi saya tak ada bosan-bosannya kesini, karena setiap kesini selalu ada cerita baru yang akan dibagikan. Sade, ada banyak cerita tertinggal disini. Sampai pada gerbang utama Desa Tradisional Lombok ini, kita sudah disambut oleh guide tour yang juga masyarakat asli desa tersebut. Sebelum berkeliling desa, kami diberikan sedikit informasi tentang desa asli Sasak itu. Yang unik dari desa ini adalah terletak pada bangunannya yang lantai bangunannya di pel dengan menggunakan kotoran sapi yang masih hangat a.k.a baru keluar dari empunya kotoran. Kata masyarakat setempat, kotoran sapi yang masih hangat sangat bagus untuk lantai rumah, bisa membuat lantai rumah awet dan tahan lama. Lantai rumah di desa ini terbuat dari tanah liat, jadi mengepel lantai dengan menggunakan kotoran sapi ini menjadi ritual wajib kalau ingin lantainya awet sampai nanti. Jangan khawatir hidung akan terganggu dengan bau kotoran sapinya, karena setelah kering, lantainya tidak menimbulkan bau apapun.
Ada kerendahan hati mereka juga disini. Bangunan rumah mereka yang rendah dari ruangan utamanya bermakna bahwa siapapun yang masuk, entah itu Bupati, Presiden, atau orang-orang keren lainnya, mereka harus menunduk untuk bisa masuk ke dalamnya, itu artinya bahwa mereka harus menghormati yang punya rumah dan patuh terhadap aturan-aturan yang berlaku di desa tersebut. Ingat pepatah "Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung", pun begitu dengan Sade, masuk kesini artinya menghormati segala aturan yang berlaku disini. Salah satu kearifan lokal yang harus dijaga selamanya.

Ada Banyak Keceriaan Disini

Tangan kang ican gede banget -_-
pok ame ame belalang kupu-kupu
Senyum mengembang langsung terpancar dari wajah Kang Ican ketika melihat bayi mungil ini. Ambil kamera dan jepret seadanya, Kang Ican langsung pok ame-ame, bermain dengan bocah cilik itu. Teman-teman yang lain sedang asyik mendengarkan guide tour memberikan penjelasan tentang Sade, dan beberapa yang lain sudah mulai berkeliling Sade, sedangkan Kang Ican masih asyik dengan bayi mungil ini. Muka Kang sih kelewat unyu, makanya tuh bayi jadi suka, hehehe. 
Lombok bukan Primitif
Lombok bukan primitif
Saya rada-rada bagaimana gitu kalau melihat tulisan ini, soalnya ketika mendengar kata primitif, otak saya langsung membayangkan pedalaman Kalimantan, Papua dengan kotekanya. Serius, Lombok bukan primitif. Memang pembangunan di Timur agak terlambat dibandingkan dengan yang ada di Barat, tetapi Lombok tidak bisa dibilang primitif. Lombok Sumbawa sedang berkembang-kembangnya sekarang, pembangunan dimana-mana. Dengan adanya Bandara Internasional Lombok, diharapkan bisa menjadi pemacu untuk semakin banyaknya wisatawan yang datang kemari, itu tidak hanya menaikkan nilai investasi untuk Lombok, tapi juga menghidupkan kepul dapur masyarakat yang tinggal di daerah-daerah wisata, seperti Sade, Pantai-pantai Selatan, Senggigi, dll.
Sade, Perempuan dan Tenunan
Perempuan Sade
Tenunan Sasak
Tenunan Sasak buatan perempuan Sade yang keren bingitz
Sade, perempuan dan tenunan menjadi tiga kata yang tidak bisa terlepas. Ketika bicara Sade, kita juga akan berbicara tentang perempuan dan tenunan.
“Can I get marry now???” Canda Jong Yi Ji (Blogger asal Singapura) ketika dia selesai mencoba menenun. Yups, benar, perempuan asli Sade tidak bisa menikah kalau belum bisa menenun. Tidak ada syarat mesti cantik, mesti kuliah strata berapa, atau kerja dimana, untuk menjadi isteri idaman disini, cukup bisa menenun dengan baik, maka itulah isteri idaman yang sesungguhnya. Mau dong mau jadi isteri idaman, hehehe. Tetapi menenun tidak secantik apa yang kita lihat lho, perlu kesabaran dan otak yang tenang. Meminta saya menenun sama artinya dengan menghancurkan karya seni yang telah lama dibangun, hancur ding. Tangan perempuan Sade yang lemah gemulai ketika menenun, membuat kita betah berlama-lama menyaksikan mereka menghentakkan kayu yang satu dan yang lainnya, tetapi mencoba menenun satu menit saja seperti menenun satu jam lebih, sumpah ribet banget. Kalau kamu bukan orang yang penyabar, jangan coba-coba belajar menenun, karena itu bisa merusak tenunan yang sudah tertata rapi. Salut dengan perempuan-perempuan Sade yang tetap setia dengan budaya leluhurnya ini.
Ada banyak hukum adat yang berlaku di berbagai daerah di Indonesia, dan itu sangat bagus terhadap perkembangan budaya disana. Ditengah arus modernisasi yang merajalela seperti sekarang, hukum adat itu sangat membantu terhadap keberlangsungan budaya setempat. Seperti yang ada di Desa Sade, bayangkan kalau tidak ada aturan yang mengikat bahwa perempuan Sade tidak boleh menikah kalau belum bisa menenun, bisa-bisa tenunan akan punah dari Sade, mengingat begitu gaulnya anak-anak sekarang. Daripada tidak bisa menikah seumur hidup, lebih baik belajar menenun, iya nggak??? Hehehe.
Pliss Jangan Nawar (yang terlalu lebay)
Perempuan hebat, terimakasih nek
Perempuan Hebat
Perempuan hebat
Menenun itu tidak gampang. Jadi pantaslah untuk kita menghargai mereka, bahkan lebih. Tenunan yang benar-benar asli Lombok menggunakan benang yang dibuat dari kapas kemudian dipintal menjadi gulungan benang. Setelah dipintal pun, benang itu mesti melewati tahap selanjutnya, dan masih banyak tahap lagi sehingga kapas tadi menjadi tenunan cantik yang terpajang anggun di depan rumah masyarakat Sade. Mereka pahlawan pariwisata yang sesungghnya. Berpuluh-puluh tahun setia dengan budaya leluhurnya, hingga keriput menghampiri wajah mereka. Kalau mau menghargai mereka, dan men-support mereka, cukuplah dengan membeli tenunan mereka. Tenunan itu adalah karya seni yang penuh perjuangan dan kesetiaan. Seperti yang saya bilang di awal postingan ini, menenun itu tidak gampang, jadi pliss jangan nawar dong. Walau kita selalu menghemat anggaran kalau jalan-jalan, tapi kalau sama Ibu-ibu ini dan ingin membeli tenunan mereka, jangan menawar yang terlalu lebay ya, kasihan Ibu-ibunya. Untuk satu tenunan bentuk kain saja bisa menghabiskan waktu satu minggu, tenun ikat kepala yang kecil menghabiskan waktu 2-3 hari, tidak mudah dan cepat bukan?? Tega tidak sih kita, menawar yang me-lebay badai setelah melihat pengorbanan mereka dalam menenun. Kita memang tidak bisa membantu mereka dengan apa-apa , tapi dengan membeli tenunan mereka, itu sudah lebih dari cukup. Itu wujud apresiasi terbesar kita sama mereka.
Lambung
Miniatur Lambung
Bundara pada tiag lambung
Lambung adalah bangunan asli Lombok. Lambung ini digunakan masyarakat Lombok zaman dulu (sampai sekarang juga sih) untuk menyimpan hasil panen mereka. Lambung ini jadi maskot bangunan asli Sasak. Di atap Lambung digunakan sebagai penyimpanan hasil panen, sedangkan di bawah atap lambung digunakan sebagai tempat leyeh-leyeh a.k.a istirahat atau sekedar bersenda gurau dengan keluarga. Oh ya, saya baru tahu kalau fungsi dari bundaran yang ada di lambung itu mengusir tikus. Bentuknya yang bundar bisa menghalangi tikus untuk naik ke atasnya, setiap tikus mau naik, si tikus selalu terjatuh ketika melewati Bundaran itu. Ini membuktikan bahwa orang dulu itu pintar-pintar juga ya. Yaiyalah, Lu, pintar, kalau tidak pintar maka tidak ada teknologi kece seperti sekarang ini. 
Bukannya Narsis, Hanya Dokumentasi DIri Saja ^_^
Saya dan Mas Bolang
dari kiri ke kanan, Azkia, Dani, Kak Ely, Mas Rifky, Raihan, Mas Teguh, Mas Barry, Mas Bolang, Mas Yudas, Kang Ican, Lulu
itu siapa ya yang dibelakang, nyempil :p
dapat tenunan "Tambora Menyapa Dunia"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^