Kamis, 11 Juni 2015

Unpredictable Moment Perjalanan Sumbawa Lombok Kali Ini



pelabuhan kayangan lombok di waktu malam
Kalau boleh jujur saya adalah orang yang paling suka ‘galau’ ketika hendak melakukan perjalanan jauh keluar kota. Pertama, saya susah mendapatkan izin Ibu yang horornya melebihi izin kantor, dan kedua saya paling malas untuk packing (semua barang dilemari maunya saya angkut, padahal pergi hanya beberapa hari). Tetapi undangan nikahan teman kantor ke Lombok pada Minggu ini sangat berat untuk tidak dihadiri, selain karena dia merupakan teman seruangan a.k.a bos di kantor, dia juga teman semasa kuliah, yah jadinya tidak enak saja jika tidak menghadiri momen sakralnya itu.
“Bu, boleh saya ke Lombok minggu ini?? Nikahan teman.”
“Jam berapa berangkat? Sama siapa aja? Motoran? SIM-mu kan mati.” Pertanyaan beruntun Ibu yang membuat saya shock sebelum mengambil hatinya untuk diberikan izin. Nasib anak gadis yang memang tidak gampang untuk bisa kemana-mana semau hati.
“Sama temen kantor, Bu. Iya kita motoran semua, biar gampang nanti ke acara nikahannya.” Alasan dari A sampai Z saya keluarkan untuk bisa ‘diiyakan’ Ibu.
 “Iya boleh berangkat, tapi siang jalan dari Sumbawa biar ndak kemalaman.”
Ingin rasanya teriak jingkrak-jingkrak mendengar izin dari Ibu itu. Malam itu juga saya packing semua barang yang saya butuhkan, bongkar-bongkar lemari, memilih dan memilah mana yang harus dibawa dan mana yang tidak. Menghadiri nikahan sekaligus jalan-jalan ke Lombok, asyik.
Ngaret 2,5 Jam
Jum’at 5 Juni 14.30 Wita
Lagi dimana? Saya sudah dirumahnya ini.
Bunyi sms saya kepada Melda, teman kantor yang akan berangkat bersama ke Lombok siang ini. Dalam hati saya sudah membatin pasti akan ngaret jalannya. Jam segini saja belum ada satu pun teman yang muncul. Ibu sedari tadi sudah menelepon menanyakan apakah saya sudah jalan atau belum. Satu jam berlalu tanpa kepastian keberangkatan yang jelas. Satu orang teman lagi yang harus ditunggu, karena ada beberapa ‘kejadian’ mendadak yang membuat dia lama meninggalkan rumah. Kalau menggunakan travel, tidak masalah mau berangkat kapan pun ke Mataram, tetapi ini menggunakan motor, sangat rawan jika melakukan perjalanan malam-malam, khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan diperjalanan nanti, semisal ban motor pecah, kehabisan bensin atau yang lebih parah ketemu pembegal, kan bisa gawat itu, apalagi yang berangkat semua adalah perempuan. Adzan ashar sudah berkumandang, Ibu pun semakin gencar menelepon saya, dengan amat sangat terpaksa saya mengatakan bahwa saya sudah diperjalanan. Khawatir jika Ibu mengetahui jika sesore ini saya masih di Sumbawa, izin berangkat ke Lombok akan dicabut kembali. Ibu, maafkan anakmu yang harus berbohong padamu.

Setelah menunggu lama, kita akhirnya berangkat juga. 17.00 Wita kita meninggalkan Sumbawa, Dua jam setengah bukanlah waktu yang sebentar untuk menunggu, yang jika digunakan untuk berangkat, kita telah tiba di Pelabuhan Poto Tano sedari tadi. Terhitung empat orang perempuan nan kece yang akan berangkat ke Lombok, saya dan tiga orang teman kantor lainnya. Kejadian yang tidak bisa diprediksi pertama, dapat jam karet selama dua setengah jam, kece. Bismillahhirrahmirrahim, semoga perjalanan ini lancar-lancar saja. 
Ban Motor Pecah
“Mbak hati-hati ya, motornya ini agak ngepot.” Pesan Mbak Lia sebelum kita berangkat.
“Siap Mbak.”
Belum juga keluar gapura Kota Sumbawa, kejadian yang tidak bisa diprediksi untuk kedua kalinya datang, ban motor pecah. FYI, Mbak Melda dan Mbak Fitria telah meninggalkan kita jauh di depan. Sesuatu sekali, mana disekeliling tak ada tanda-tanda penambal ban. Ternyata ngepot itu bukan karena motornya bermasalah, tapi memang bannya yang kempes. Dasar kita perempuan, tidak bisa membedakan mana ngepot dan mana ban motor yang kempes. Cukup lama kita menggeret motor hingga menemukan tempat tambal ban. Pukul 17.30 Wita kita masih berada di Kota Sumbawa. Emaaaak, maafkan anakmu yang telah membohongimu. Tiba-tiba ingat telepon dengan Ibu beberapa jam yang lalu tentang saya yang sudah jalan meninggalkan Sumbawa, padahal masih diam ditempat. Memang sih tidak mungkin orang tua mendoakan anaknya yang tidak-tidak, tetapi Allah Maha Tahu. Pelajaran moral nomor kesekian, jangan pernah coba-coba membohongi orang tua, karena pasti akan ada sesuatu yang didapatkan.
Selang beberapa jenak penantian ban ditambal, Ibu menelepon menananyakan lokasi saya, kali ini saya tidak mau berbohong, saya mengatakan sejujurnya dan seperti dugaan saya Ibu mencak-mencak diseberang sana ketika tahu saya masih di dalam Sumbawa dengan kondisi motor yang bermasalah. Tapi yah namanya juga Ibu, semarah apapun beliau dengan anaknya dia tetap mendoakan semoga perjalanan akan lancar-lancar saja dan tidak menemui halangan seperti ini lagi. Ah Emaaaak T_T
ban pecah...
Gaspol
Matahari sedang cantik-cantiknya memancarkan sinarnya ketika kami melanjutkan perjalanan. Gaspol pokoknya. Jalanan Sumbawa yang sepi dan mulus semakin menambah ‘kekhilafan’ kita dalam memacu gas motor. Ceritanya mengejar waktu untuk segera tiba di Pelabuhan Poto Tano. Dalam perhitungan dengan kecepatan 80 km/jam, bisalah tiba di Tano dalam waktu dua jam. Hanya ada satu hal yang ditakutkan di jalanan Sumbawa untuk ngebut seperti ini adalah hewan yang suka tiba-tiba melintas ditengah jalan. Oleh karena itu, walaupun gaspol, mata dan tangan harus tetap waspada.
Kekhawatiran akan hewan yang tiba-tiba melintas memang terjadi, beberapa kali harus mengerem mendadak karena hewan yang melintas, belum lagi serangga-serangga kecil yang banyak beterbangan diwaktu sore menjelang malam seperti ini, jumlahnya yang ratusan seperti hujan yang jatuh di kaca helm. Benar-benar sesuatu yang ‘keren’. Perjalanan ini seperti berkejaran dengan waktu, takut jika sampai tengah malam tiba di Mataram. Takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti diperjalanan awal tadi, ban pecah. Mana ada tambal ban yang buka tengah malam begitu. Berkejaran dengan waktu itu juga yang membuat saya kehilangan konsentrasi hampir menabrak pengendara motor yang lain, dilain sisi saya harus terburu-buru tiba di pelabuhan, disisi lainnya saya suka takut memacu motor dengan kecepatan yang tinggi.
Pelajaran moral nomor sekian adalah, safety first yang utama, daripada terburu-buru dan mengakibatkan ‘grogi’   yang harus berkejaran dengan waktu seperti itu, perjalanan yang harusnya dinikmati jadinya kacau. 
Bonus Perjalanan
 
Kayangan malam hari
Bonus perjalanan itu adalah berada ditengah laut malam-malam dengan bulan bulat terang yang mempesona. Jadi ingat beberapa momen diperjalanan dengan bulan benderang seperti ini juga, ah jadi ingat kamu juga, iya kamu ^_^. Ombak tenang, bulan cantik menemani penyebrangan kita, sempurna dan romantis.  


Purnama di atas laut antara Tano Kayangan :D
Pertama kalinya menggunakan motor malam-malam terabas jalan Sumbawa Lombok, dan pertama kalinya juga ditemani bulan bulat terang seperti ini. perjalanan itu indah, kawan. Selalu ada keindahan yang ditawarkan dibalik kesusahan yang kita alami sebelumnya. Apapun yang terjadi dalam perjalanan, selalu ada hikmah yang bisa diambil, percaya saya. Dan pemandangan Pelabuhan Kayangan ketika malam itu sangat cantik, lampu kapal yang menyala yang ketika difoto menghasilkan pemandangan yang luar biasa. Yeay dapat bonus kita. 
menunggu

3 komentar:

  1. Ahai, jadi kangen nyebrang Kayangan-Pototano dan sebaliknya tahun lalu, kangen juga jalanan khas Sumbawa :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sumbawa memang ngangenin mas :D
      ayyo ngebolang ke sumbawa lagi, mumpung lagi cantik2nya :D

      Hapus
    2. sumbawakampung halaman aku

      Hapus

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^