Senin, 21 Juli 2014

Menunggu



Just Wait


Menunggu itu terasa begitu melelahkan, bukan?? Tidak juga. Tetapi bisa iya, bisa juga tidak. Sebenarnya bukan karena menunggunya, ketidakpastian waktulah yang membuat semuanya terasa berat, lebih dari biasanya. Ah aku hanya takut ini akan berakhir tragis seperti dandelion, terbang mengudara tanpa tahu arah, tanpa tahu muara, hanya mengikuti kemana arah angin, kemudian tertancap di tanah, dan membuat koloni baru. 
Apa kabar hidupmu?? Adakah yang ingin kau katakan padaku?? Kamu tahu kenapa hubungan bisa menjadi sangat awet, karena ada dua pasang telinga yang saling mendengarkan, ada mata yang saling memperhatikan, ada mulut yang senantiasa saling mengingatkan, ada tangan yang melindungi, ada kaki yang mengarahkan kemana harus melangkah, membimbing tanpa harus terbimbing. Tetapi sekarang aku bertanya-tanya, apakah organ itu berfungsi seperti sebelumnya??? Sepasang mata, telinga, mulut, tangan, kaki, akan menua hingga waktunya, tetapi itu akan menjadi saksi bahwa pernah ada waktu untuk bertahan pada setia. 
Apa yang kau lakukan sekarang?? Masihkah kau mencandaiku dengan waktu?? Atau waktu yang mencandaiku?? Entahlah. Ini seperti mencari frekuensi FM di gelombang AM. Tidak akan pernah bertemu. Tapi aku tetap menunggu. 
Terkadang aku kesal dengan kau yang tetap tak bergeming dari sini. Memenuhi rongga otakku. Semuanya sesak pada waktu tertentu, berjalan normal pada waktu tertentu lainnya. Tetapi tetap saja, sesak itu kadang menyesakkan bahkan untuk bisa berbagi sesak kepada yang lain. Aku tahu, ada atau tanpa kamu hidup ini akan tetap berjalan. Toh, di dunia ini ada berjuta orang mengalami hal yang sama, dan tidak akan membuat bumi berhenti berputar pada rotasinya. Tidak akan. 
Jangan kau ajarkan aku bagaimana cara melupakanmu. Dengan jauh seperti itu, itu cara tersirat yang kau lakukan agar aku pandai melupakanmu. Tetapi ini masalah klise bernama hati. Biarkan waktu menjawab, apakah ini akan bertahan lama atau semakin menguat. Aku mungkin harus menunggumu, untuk tahu apakah ada ruang untuk kutinggali, atau hanya sesaat perhentian. Aku mungkin harus menunggu sedikit, hingga jeda yang sedikit bisu itu menyadarkan aku untuk melangkah jauh, lalu hilang. 
Jika nanti menunggu itu bukan untuk kita, jika nanti kita bertemu, jika nanti itu sampai pada saat kau melihat keriput diwajahku, tanganku tak begitu kuat menggenggam, kakiku, bahkan untuk menopang badan ini kadang tak sanggup. Dekatlah, datanglah, walau sekedar bersenyum sapa, bukankah kita bangsa timur penuh dengan sopan santun?? Dekatilah, dan sapa aku. 
Yang paling menyakitkan dari cinta itu bukan karena tidak bisa memiliki, tetapi karena menjadi bagian yang dilupakan, padahal dalam beberapa puzzle hidup itu, kau pernah menjadi kepingannya, dalam, jauh. Datanglah, hanya sekedar bertegur sapa. 

4 komentar:

  1. menunggu sesuatu yang menyebalkan bagiku hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi menunggu membuat kita sadar akn pentingnya waktu dan pertemuan :D

      Hapus
  2. Balasan
    1. hehehe, makasih....
      sesuatu yang keluar dari dasar hati terkadang terasa manis kak :D

      Hapus

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^