Kamis, 18 Juni 2015

Mantar: Desa Kecil Nan Cantik di Atas Poto Tano



Mantar di pagi hari
Siang itu saya mendapatkan telepon dari Bang Jhony, seorang teman di Adventurous Sumbawa. Beliau memberitahukan bahwa ada volunteer dari Taiwan yang ingin memberikan bantuan peralatan sekolah kepada anak-anak di Desa Mantar dan Bang Jhony ingin saya ikut serta juga untuk membantu disana nanti. Mendengar tawaran itu, saya langsung tertarik dan buru-buru mengiyakan. Pak Rektor UTS juga langsung setuju memberikan izin ketika saya memberikahukan alasan saya untuk tidak masuk kerja beberapa hari dikampus.
“Iya Lulu, tidak apa-apa. Kegiatan itu bagus sekali untuk kamu.” Izin dari Pak Rektor itu membuat saya bahagia, serasa ingin terbang melayang. Dari dulu Mantar telah masuk ke dalam wish list perjalanan saya. Saya tidak menyangka bahwa wish list itu bisa  di-check list secepat mungkin, diluar dugaan saya sebelumnya. Kerja sosial sambil jalan-jalan, asyik.
Pukul 19.00 Wita kita telah tiba di Seteluk (3 jam perjalanan dari Sumbawa, dan hanya 30 menit jika dari Poto Tano). Dari Seteluk ini kita bisa menyewa Ranger, alat transportasi publik yang berbentuk mobil bak terbuka yang biasa digunakan warga untuk menuju Mantar.  Karena kemalaman tiba di lokasi, semua Ranger yang menuju ke Desa Mantar sudah tidak ada. Salah seorang teman yang juga warga Seteluk menyarankan untuk menyewa Ranger, yang  tentu saja harganya dua kali lipat dari harga biasanya.
“Kalau menggunakan motor, amankah?” Bang Jhony bertanya kepada warga setempat.
“Aman sih Pak, cuma motornya harus menggunakan motor gigi, soalnya jalan itu akan menanjak terus. Dan jalannya juga banyak batuan lepas. Kalau mau, bisa juga sewa tukang ojek untuk mengantarkan kesana.”
Bang Jhony berdiskusi dengan kita semua. Dari empat motor yang kita gunakan, hanya ada dua motor yang tidak memungkinkan jika digunakan untuk naik ke Mantar. Solusinya adalah menyewa tukang ojek yang merupakan warga setempat yang telah terbiasa naik ke Mantar. Jalannya yang merupakan batuan lepas dan tanjakan yang cukup ekstrim membuat kita tidak berani untuk mengambil resiko menggunakan motor yang bermasalah.
Suara raungan gas motor terdengar begitu menyakitkan ketika mulai melewati tanjakan pertama Mantar. Kata warga, ini pertama kalinya ada orang luar yang nekat naik ke Mantar malam-malam begini tanpa menggunakan public transport (Ranger). Kesulitan semakin terasa ketika batuan lepas yang mengiringi sepanjang jalan Mantar membuat ban belakang motor ngepot, penumpang pun harus rela turun dari atas motor untuk menjaga keselamatan. Dingin yang semulanya begitu menggigit tulang jadi berganti dengan keringat yang mengucur deras karena harus menaiki tanjakan maut Mantar itu.

“Kamu baik-baik saja, Lu.” Teman-teman menanyakan keadaan saya.
“Iya baik-baik saja kok.” Saya lebih memilih berjalan kaki naik tanjakan tidak peduli sejauh apapun, daripada naik motor tetapi dilingkupi ketakutan dengan jalan yang begitu jelek. Saya mendongak ke atas, tanjakannya masih jauh dan terjal, huft semangat.
Tiba di tanjakan terakhir. Raungan gas motor semakin hebat terdengar. Jika tiba di tempat yang agak ngeri, motor harus dipacu dengan ekstra hati-hati sembari dibantu teman-teman yang lain mendorong dari belakang. Mimpi apa saya semalam terjebak dalam perjalanan yang sangat ekstrim ini, saya membatin. Yah seperti kata seorang teman, tidak ada jalan yang tidak bisa dilalui selagi jalan itu masih ada, pun begitu dengan Mantar. Jalannya pasti bisa dilewati, hanya saja kadar kehati-hatian dan kesabarannya mesti ditingkatkan lagi beberapa persen. Untuk penggemar off road atau goweser, sepertinya Mantar ini cocok sekali untuk dijadikan sebagai medan menantang untuk dikunjungi.
“Terkadang suatu daerah menjadi begitu menarik untuk dikunjungi, karena jalannya yang begitu susah dilalui, kalau jalannya mulus, maka tidak ada lagi tantangannya.” Kata seseorang pada suatu perjalanan itu. Kata itu pulalah yang membuat saya tidak pernah mengeluh lagi jika dihadapkan pada perjalanan ekstrim, begitu pula dengan saat ini.
Satu jam berjuang keras memacu motor, kita akhirnya tiba di Mantar dengan selamat. Alhamdulillah. Waktu pada saat itu menunjukkan pukul 22.00 Wita. Jalanan Mantar begitu sepi, warga telah terlelap dalam mimpi. Kita harus mengunjungi rumah kepala desanya terlebih dahulu untuk meminta izin berkunjung ke Mantar dan mendirikan tenda disana. Kepala Desanya begitu baik hati dan ramah menyambut kita. Kita diizinkan mendirikan tenda dimana pun asalkan tetap menjunjung etika dan tata krama. Satu spot yang bagus untuk mendirikan tenda yaitu di Pemanto. Dari Pemanto ini terlihat Poto Tano dan daerah-daerah lain di bawah Mantar, bahkan Lombok pun terlihat jelas. Kelap-kelip lampu rumah membuatnya seperti bintang di daratan. Cantik.
main gitar
Semalaman angin dengan hebatnya menghantam tenda kami. Letaknya yang berada di atas bukit membuat Mantar tidak asing lagi dengan kunjungan angin seperti ini. Dingin, Mak, dingiiiin. Sarung tangan, kaos kaki, jaket, sleeping bag, sukses menyelimuti tubuh ini untuk menghalau angin masuk dan membuat dingin menusuk-nusuk tubuh. Ini bukan negeri di atas awan, tapi negeri di atas angin. Angin menyerang dari segala arah. Hingga subuh tiba, angin lumayan mereda. 
menunggu matahari terbit
dari atas pemanto Rinjani tergambar jelas
sunrise coming
matahari terbit dari atas mantar
beautifull view
Poto Tano dari atas Pemanto/ bukit mantar
Rinjani
Apa yang tergambar dalam fikiran ketika berbicara tentang Desa Mantar? Ya benar, sebuah negeri di atas awan. Pemandangan cantik awan-awan yang berkeliaran disepanjang daratan Mantar pada pagi harinya membuatnya seolah berada di atas awan. Tetapi awan yang kita nantikan semalaman tidak mengunjungi kami pagi ini. Kata warga setempat dan teman-teman yang sering berkunjung kesini, awan Mantar datangnya musiman, tidak di setiap waktu. Biasanya pada bulan Maret, April, awannya selalu datang setiap hari. Tapi tak apalah, Mantar tetap cantik dengan balutan landscape-nya yang begitu mengagumkan. Nama Mantar semakin menjadi-jadi ketika diangkat menjadi setting film Serdadu Kumbang. Banyak orang mengenal betapa indahnya Mantar melalui film itu.Dari atas Mantar itu pulalah daratan Poto Tano (Gerbang Masuk Sumbawa) tergambar jelas dengan delapan pulau-pulau kecilnya. Matahari terbit terlihat begitu cantik dari atas Bukit Mantar. 

Bang Ilman yang tengah berdiskusi dengan warga setempat
pemanto, tempat kami mendirikan kemah
Tidak jauh dari Pemanto (tempat kami mendirikan tenda) ada sebuah rumah yang sedang dibangun warga. Rumah itu akan dijadikan sebagai rumah singgah untuk para pelancong yang akan berkujung ke Mantar. Rumah itu berbentuk rumah panggung, dengan arsitektur khas Sumbawa. Beberapa orang warga terlihat bergotong royong untuk menyelesaikan pembangunan rumah itu. Dari warga itu pulalah kita mendapatkan cerita tentang sejarah Mantar. Konon katanya, dulu Mantar adalah daerah singgahan warga dari portugis ketika kapal yang mereka tumpangi karam di laut Sumbawa. Di Mantar ini pula hidup orang Albino yang jumlahnya tidak boleh lebih dari 7 orang, jika melebihi jumlah tersebut akan ada yang meninggal salah satunya, hingga jumlahnya tidak lebih dari 7.

suasana perkampungan Desa Mantar
naik ranger dulu kitaa
view dari atas Mantar
yeayyy supaya gak no pix sama dengan hoax
yuuuuk #VisitSumbawa #AyoKeSumbawa

13 komentar:

  1. Kalau balik ke Sumbawa lagi, selain ke Tambora, Moyo atau gili-gili, saya pengen ke Mantar. Gara-gara lihat videonya Om Bolang hehe. Karena suka naik gunung kali ya, seneng banget lihat pemandangan dari ketinggian. Rasanya lain, apalagi ga cuma daratan yang dilihat, tetapi juga lautan. Foto-fotonya keren! :)

    BalasHapus
  2. Kalau balik ke Sumbawa lagi, selain ke Tambora, Moyo atau gili-gili, saya pengen ke Mantar. Gara-gara lihat videonya Om Bolang hehe. Karena suka naik gunung kali ya, seneng banget lihat pemandangan dari ketinggian. Rasanya lain, apalagi ga cuma daratan yang dilihat, tetapi juga lautan. Foto-fotonya keren! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayooo ke Mantar mas Rifqy...
      emang kece sih viewnya dari Mantar, walaupun kemarin ga liat awannya yang cantik, tapi sunrisenya itu lhooooo, wuiih...
      ayo ayoo :D

      Hapus
    2. Pokoknya kalau (entah kapan) ke Sumbawa lagi, wajib ditemenin nih, bareng sama Lita Restuwati juga, kenal gak? :D

      Hapus
    3. siaaaaaaaaaaap komandan...
      ayo kita ngebolang bareng, iya kenal banget saya sama Lita, hihi teman di adventurous sumbawa itu :D

      Hapus
  3. Masya Allah matahari paginya indah ya, kemarin aku kemping melewatkan sunrisenya padahal sudah bangun dari sbeelum subuh tapi setelah sholat ga keluar tenda lagi :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihiihi, wah rugi banget mbak kemping ga liat matahari terbit :D
      kapan2 jangan dilewatkan lagi :D

      Hapus
  4. Lulu... kamu jahat, ngtrip gak ngajak2... sakitnya t dimana2 baca blogmu ni... nyakit bgt bgt bgt... ngecamp jg gak ngjak2 drimu ya...


    tp... lanjutkan kawan promosiin sumbawa kawan
    AKU BANGGA KELILING SUMBAWA
    #visitsumbawa
    #AyoKeSumbawa
    #AdventurousSumbawa

    BalasHapus
    Balasan
    1. ampun ampuuuun, ini tu ga terencana kemarin tara, tiba2 aja bang jon nelepon ajakin ke Mantar :D
      maaf, aku mau kok kalo diajakin ke mantar lagi, kemarin ga dapat awannya aku :D

      Hapus
  5. jadi inget belum nulis tentang mantar...

    padahal udh agak lama kesananya.. hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayoo atuh kang insan ditulis, dipamerin tuh awan awan cantiknya :D

      Hapus

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^