Ternyata di dunia perbinatangan
juga ada juga cerita yang mirip dengan sinetron. Binatang aja hidupnya mulai lebai. Yuk…
Pada zaman antah berantah. Dimana belum ada listrik, mana ujan, becek,
gak ada ojek, disebuah pulau yang bernama “jawa”, hiduplah seekor burung cantik
nan jelita bernama merak. Merak ini sudah layaknya artis. Kecantikannya
benar-benar membuat para burung laki-laki terpikat. Bulunya mengilap, berwarna
indah. Lehernya panjang jenjang udah kayak leher jerapah, kemudian kibasan
ekornya bagaikan kipas, sehingga kalau teman-teman burungnya ada yang kepanasan
gak perlu menyalakan AC, karena ada ekor Si Merak yang bisa dijadikan kipas.
Merak ini adalah merak wanita.
Jadi lazimnya seorang wanita, banyak waktunya digunakan untuk gosip. Seperti
saat ini si merak lagi gosip.
“eh jeng, tau gak kalau
ternyata ada burung gagah yang bernama santoana yang tinggal di pulau sumbawa.
Hanya burung ini yang pantas menjadi jodohmu, dia begitu rupawan, dan kamu juga
cantik.”
“masa si jeng. Aku jadi
malu,hihihi.”
Hampir setiap hari Merak mendengar
kata-kata ini dari teman-temanya. Akhirnya, pada suatu hari, Merak memutuskan
untuk mencari Santoana. Sebenarnya ada acara take me out bird di stasiun TV
perbinatangan saat itu. Tapi dia takut jodoh yang didapatkannya itu jelek, dan
akbat rasa penasarannya yang mengharu biru membuat dia nekat mencari Santoana.
Di suatu pagi yang dingin, Merak pun
pergi meninggalkan Pulau Jawa, yang ada di pikirannya hanyalah Santoana yang
tampan. Perjalanan Merak memakan waktu berhari-hari. Beberapa laut dan pulau
sudah diseberangi.
Ketika ia bertanya pada burung di
setiap pulau, jawabannya selalu sama, “Terbanglah terus! Pulau itu berada agak
jauh ke timur.”
Jawaban dari para burung itu tidak
membuat Merak putus asa. Ia terus terbang, terbang… sampai akhirnya ia tiba di
sebuah pulau yang sangat panjang. Bertanyalah Merak dengan napas
terengah-engah.
“Pulau apakah ini?”
“Ini adalah Pulau Panjang,” jawab Camar
santun.
“Masih jauhkah tanah Sumbawa?” tanya
Merak lagi.
“O, pulau yang terbentang di depan kita
itu adalah Pulau Sumbawa.
Mendengar jawaban Camar, Merak pun
sangat gembira. Setelah mengucapkan terima kasih, tanpa merasa lelah dia pun
terbang lagi.
Pulau Sumbawa akhirnya berhasil ia
pijak. Kini ia tinggal mencari Santoana.
Merak melangkah gemulai di sekitar
pantai. Ekornya terkibas, leher jenjangnya melongok ke kiri dan ke kanan.
Setelah agak lama mengitari pantai
bertemulah dia dengan burung hitam besar yang sedang mencari makan di tepi
pantai. Orang Sumbawa menyebutnya Bongarasang.
Merak mendekat dan menceritakan maksud
kedatangannya ke Pulau Sumbawa.
Ia juga bertanya tentang Santoana.
Bongarasang sangat terpesona melihat Merak yang cantik. Timbullah akal liciknya.
Siap action!!!! Bongarasang pura-pura diam dan tertunduk malu.
“Kenapa diam?” tanya Merak tak sabar.
“Aku diam dan malu karena akulah yang
kau cari,” kata Bongarasang berbohong.
Merak lemas mendengar perkataan
Bongarasang.
“Indah kabar daripada rupa,” keluhnya
kecewa, sebab Bongarasang tidak setampan yang ia bayangkan.
Akan tetapi, karena sudah niatnya untuk
menikah dengan Santoana, akhirnya Merak menikah dengan Bongarasang yang
dianggapnya Santoana.
Waktu pun berlalu. Akhirnya pasangan
itu mempunyai anak. Merak dan Bongarasang berencana mengadakan pesta besar.
Bongarasang juga ingin memperkenalkan istrinya yang cantik kepada semua
undangan.
Hari pesta pun tiba. Semua undangan
berdatangan. Burung tua ketua adat juga datang. Merak dan anaknya sudah
berdandan di tengah ruangan. Semua tamu memuji kecantikan ibu muda yang berasal
dari Pulau Jawa itu. Bongarasang tersenyum bangga.
Ketika acara gunting bulu untuk
keselamatan bayi burung akan dimulai, berkatalah ketua adat, “Tunggu sebentar,
Santoana belum datang.”
Mendengar kata ketua adat itu, seketika
wajah Merak berubah merah. Ia sangat marah kepada suaminya yang telah
berbohong. Bongarasang tertunduk takut Merak menunggu dengan dada berdebar. Seperti
apakah gerangan Santoana?
Dari kejauhan, Santoana datang dengan
gagahnya. Bulunya indah mengkilat tertimpa sinar mentari. Suaranya terdengar
nyaring. Pinggulnya melenggok dengan ekor berwarna hijau tua. Berjuntai tertiup
angin. Bulu-bulu halus dengan perpaduan warna yang sangat indah, membungkus
badan dan lehernya.
Tiba-tiba Merak terbang meninggalkan
keramaian pesta. Hatinya sakit tak terkira menyangka kalau selama ini dia sudah
dibohongi. Sambil menitikkan air mata, ia melantunkan lagu sedih daerah
Sumbawa.
Kulempat let biru do,
Ku buya sanak parana
Kudapat taruna kokoh
(Kulewati beberapa pulau dan samudra,
untuk mendapat jodoh yang sepadan, namun bertemu dengan lelaki pembohong)
Akhirnya Merak meninggalkan Pulau
Sumbawa dengan perasaan malu dan kecewa. Anaknya ikut malu dan bersembunyi di
dalam tanah. Sampai sekarang anak burung itu tetap bersarang di dalam tanah.
Namanya Bartong. Santoana kemudian dikenal dengan nama Ayam hutan.
Kisah percintaan yang tragis. Tidak kalah hebat dengan sinetron.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^