Yah mereka masih seperti biasa. Perubahan yang terlihat hanyalah mereka sedikit lebih rapi dari pertama kali bertemu dulu. Mereka sudah mulai menggunakan seragam ke sekolah, sudah mulai membawa tas dan buku-buku, sudah mulai mengenakan sepatu. Walaupun saya tau bahwa itu bukanlah hal terpenting dari sekolah itu, tetapi setidaknya kita bisa mengajarkan disiplin dan hidup rapi dari sana. Hal yang membahagiakan bagi kami adalah melihat mereka datang setiap hari ke sekolah, melihat senyum mereka, melihat tingkah unik mereka, melihat mereka saling berebut tangan untuk bersalaman.
Saya ingat awal mula datang ke Kampung Tsunami ini bulan Februari 2013 yang lalu, anak-anak di sana tak ada satupun yang bersih, di wajahnya masih membekas ingus yang kena lap dengan baju lalu mengering, mengenakan sandal pun tidak, sehingga wajar kaki-kakinya mengeras tidak seperti anak lainnya yang seumuran. Seperti artis yang masuk kampung begitulah cara mereka menyambut kami, mereka berlarian dengan begitu hebohnya, tangan kami direbut untuk bisa bersalaman yang pertama. Saya suka saat-saat itu. Saya suka ketika mereka antusias mendengarkan kami mengajari mereka mengaji, berdoa, belajar, dll.
Jujur saja, saya selama kuliah (walaupun kuliah di PAUD) tidak pernah terbersit sedikit pun keinginan untuk mengajar di PAUD ataupun di TK. Saya lebih memilih untuk kerja di instansi pemerintahan yang berhubungan dengan pendidikan atau menjadi dosen. Bagi saya mengajar PAUD itu adalah hal yang menguras tenaga dan membutuhkan kesabaran yang ekstra. Tetapi segala pikiran itu langsung lenyap begitu saja ketika saya mulai mengajar di PAUD Merah Putih. Saya suka dan menikmati hari-hari saya menjadi guru. Awalnya saya tidak percaya diri untuk menjadi guru PAUD (soalnya saya lumayan kaku) apalagi menjadi Ketua PAUDnya, PPL saja saya tidak pernah menjadi guru utama dalam kelas, semua pembelajaran diambil alih oleh teman-teman yang lain. Tanggung jawab yang besar yang membuat saya belajar dan membuka buku lagi tentang anak-anak. Pada saat pertama mengajar, saya merasakan kelelahan yang luar biasa. Anak-anak di sana aktifnya luar biasa (tidak boleh dikatakan nakal, soalnya mereka lagi masa pertumbuahan. Kata nakal akan jadi image yang jelek untuk mereka). Lari-lari kesana kemari, meja di tendang-tendang, kalau marah dengan teman-temannya mereka tidak segan-segan saling pukul dan baku hantam. Efek lingkungan tempat tinggalnya yang lumayan keras membuat mereka seperti itu. Setiap hari mereka selalu dipukuli orang tuanya, sehingga mereka menjadi kebal dan tidak takut apa pun. Pastinya awal mula mengajar di sana, dua jam terada dua tahun. Lamaaa sekali.
Satu kunci yang akhirnya saya temukan adalah kesabaran. Hanya kesababaran kepada merekalah yang membuat kita bertahan. Kesabaran itulah yang akan membuahkan Cinta. Mungkin pada awalnya mereka tidak akan mendengar kita, tetapi sadar atau tidak sadar semua penanaman moral yang selalu kita berikan kepada mereka akan tersampaikan diotaknya dan menjadi memori yang akan diingatnya. Kami guru-gurunya selalu menanamkan budaya "maaf" jika melakukan kesalahan apa pun, pertama menerapkan mereka cuek bebek, lama kelamaan karena kita selalu mengatakan itu dan akhirnya mereka pun terbiasa mengucapkan maaf. Budaya buang sampah pada tempatnya, jika teman-teman ada yang pernah berkunjung ke PAUD ini ketika awal mula terbentuk mungkin akan mengira bahwa PAUD ini adalah gudang sampah, kita memulai dengan memberikan contoh "membuang sampah pada tempatnya", dan akhirnya mereka terbiasa.
Saya pun mulai menyadari sebagai guru kita mesti keras kepala, mesti keras dan gigih, jikalau lemah maka kita akan kalah dengan mereka. Tidak peduli apakah mereka akan mendengarkan setiap nasihat yang kita sampaikan, tidak peduli apakah mereka mencontoh apa yang kita lakukan, setidaknya kita telah melakukan itu, karena saya yakin mereka akan merekam semuanya dalam otaknya. Apa yang terekam dalam otak akan menjadi memori yang akan diikutinya. Merry Eming Young mengatakan bahwa 60% perkembangan otak anak terjadi pada masa 0-7 tahun, maka ini adalah waktu bagi kita untuk mengembangkan segala potensi yang mereka miliki.
Sabar dan jangan pernah menyerah, man shabara zhafira, siapa yang bersabar maka dialah yang beruntung.
Semangat anak-anakku. Kelak jadilah orang hebat dan berguna bagi negeri ini...
#Ganbatte
^_^ P
saya dulu pernah mengajar ngaji anak2 kecil,, pulang kerja sore jam 4,, habis maghrib baru ngajar,, terkadang ada rasa lelah,, cape,, ingin sekali istirahat,, apalagi ditambah super aktifnya anak2,, bikin tambah pusing saja,,
BalasHapusTapi, semua itu hilang karena semangat mereka u/ belajar,, Ya,, begitulah anak2,, dunianya memang begitu,, superrr aktif,,, tapi dengan kesabaran dan keteladanan kita,, InsyaAllah mereka bisa di atasi,,
yap sepakat kang yusup....
Hapusbahagia rasanya bisa bertemu mereka setiap harinya, semangat itu yang membuat kita bertahan...
:D
pernah punya pengalaman jadi guru honorer, pertama kali masuk ruang kelas 3 di SD tempat saya mengajar, parahnya luar biasa. anak-anak keluar masuk tanpa ijin, sampah bertebaran, berdoa pake urat, saya sempat esmosi juga, hahaha.. tapi seiring waktu dengan mengenal dan melatih mereka, toh akhirnya tertib juga.. sudah tahu kalau mau keluar kelas di saat masih jam belajar mereka sebaiknya minta ijin *bukan nyelonong kayak dulu, sebelum pulang sampah dalam meja di bersihkan, dan alhamdulillah berdoanya nggak lagi pake urat :) saya mikir-mikir.. kalau untuk menghadapi anak kelas 1 sampai kelas 3 SD saja sabar saya hampir di tetes terakhir apalagi anak PAUD.. sabar aja, sungguh begitu kita lihat kebiasaan baik itu tertanam, bahagianya luar biasa.. semuanya lunassss :)
BalasHapusbetul kak, bahagia rasanyaaaaa kalau berhasil menanamkan pendidikan karakter kpd mereka....
Hapuscie cie guru paud lagi curhat. kegiatan yang melelahkan sepertinya. ngurus anak emang mesti ekstra sabar
BalasHapushehehe, iya mesti sabar,, tapi mengasikkan ternyata..
Hapusdari mengajar di PAUD saya dapat belajar banyak hal, setidaknya ilmu sabar itu :D