Selasa, 04 Juni 2013

Perkembangan Anak

Tadi pagi sempat berdiskusi dengan dosen terkait perkembangan anak. Banyak hal yang kita diskusikan, mulai dari bagaimana cara stimulus perkembangan anak, menumbuhkan sosial emosionalnya, hingga bagaimana cara menjadi ibu yang baik (Bekal nikah niy,hehe). Selama ini banyak orang tua yang menyepelekan perkembangan anak. Mereka masih menganut pendidikan konvesional hasil turunan didikan dari orang tuanya terdahulu. Padahal, perkembangan anak saat ini tidak bisa disamakan dengan perkembangan anak zaman dulu. Ada banyak perubahan terjadi. Teori psikologi juga berkembang dinamis, tidak kaku. Diskusi kita panjang, agak ngalur ngidul kesana kemari. Hingga terakhir kita membahas tentang peran pembantu/babysiter yang sangat signifikan terhadap
perkembangan anak. Bagi anak, pembantu adalah ibu keduanya, yang notabene menggantikan peran ibunya ketika sibuk bekerja di luar. Anak usia dini adalah masa rawan bagi dia meniru segala hal, teori imitasi (peniruan). Entah perilaku itu baik atau buruk, semuanya diserap oleh anak. Anak belum tahu konsep baik buruk itu, bagai kain kasa semuanya masuk terserap begitu saja. Nah, disinilah letak bahayanya. Bahayanya adalah jika kita memilih pembantu rumah tangga tidak dengan cara yang selektif. Sedikit cerita tentang seorang anak yang dirawat oleh pembantunya (ini kisah nyata, cerita seorang teman guru di Mataram). Setiap hari mulai anak berumur satu bulan selalu dihadapkan oleh TV dengan channel Baby TV (Stasiun TV luar negeri). Orang tuanya adalah orang yang sibuk, jadinya hanya bisa ada di rumah pada malam hari saja. Otomatis semua hal tentang kebutuhan anaknya, pembantunya yang mengurusi. Hingga umur satu tahun sang anak mulai bisa berbicara, bahasa yang dikeluarkan bukan Ibu atau bapak, tetapi bahasa inggris. Kenapa??? Ini semua pengaruh tontonan anak. Setiap hari selagi pembantunya bekerja, dia selalu menayangkan Baby TV kepada si anak. Anak itu walaupun dia tidak bisa berpendapat, tetapi otaknya menyerap segala hal yang diberikan padanya. Merry Eming Young mengatakan 60% perkembangan otak anak berlangsung usia 6 tahun. Pengaruhnya sangat besar. Otak anak selalu menyerap segala hal yang ditayangkan di Baby TV tersebut, termasuk bahasanya, yaitu bahasa inggris. Bahasa inggris jadi bahasa ibu bagi anak tersebut. Untunglah orang tua anak tersebut adalah orang yang berpendidikan, hingga sedikit tidak mereka bisa menimpali apa yang di ucapkan anaknya. Sekarang anak tersebut telah berumur 4 tahun, dan masuk playgroup. Dia selalu menggunakan bahasa inggris dalam berkomunikasi. Pertama saya mengira bahwa anak itu bisa bahasa inggrisnya sedikit-sedikit saja, tapi ternyataa, seperti anak bule. Lancar sekali berbicaranya. Dampak lain penayangan TV dari bayi bagi si anak adalah rentang konsentrasinya yang sedikit. Karena terbiasa melihat gambar yang bergerak, ketika diberikan gambar yang biasa saja dia cenderung menolak. Satu cerita lucu tentang anak ini. Pernah dia mencari barangnya kepada gurunya.
"Bunda, where is my tes"
"what the meaning of tes???"
"tes bunda tes"
Gurunya semakin bingung, tes itu apa, anak itu menunjuk tas yang menggantung di lemari. Barulah gurunya paham bahwa tes itu adalah tas. Anak itu dicekoki bahasa yang kacau balau, bahasa ibunya adalah bahasa inggris, sedangkan pembantunya setiap hari mengajaknya berbahasa sasak. Kontradiksi yang membuatnya bingung, hingga kadang mencampurkan bahasa itu.
"iky, can you search at front office??"
"okey bunda" anak itu langsung mencari tasnya di kantor. Tidak lama lagi dia kembali.
"bunda, i searching anywhere but i can't find it." katanya dengan wajah komikal penuh ekspresi. Wajah anak ini ketika memelas dan menginginkan sesuatu benar-benar komikal, seperti ekspresi kartun-kartun. Intonasi berbicaranya, ekspresinya, semuanya komikal. Emosinya juga sangat labil. Apapun yang diinginkan harus dipenuhi, jika tidak dia bisa menangis hingga apa yang diinginkan terkabul. Ini efek pembiasaan dari pembantunya yang memeberikan apapun yang diinginkan anak ketika dia menangis. Sosialnya juga masih rendah, dia terbiasa diam di rumah dengan permainan lengkap, jadi ketika bergabung dengan teman lainnya dia agak susah bergaul. Jika hal ini akan terus dibiarkan, maka akan berdampak pada perkembangannya ke depan, pada masa-masa sekolah dan pendidikan lebih lanjut.
Kita tidak bisa menyalahkan pembantu dalam hal ini, karena mereka juga tidak tahu banyak hal tentang perkembangan anak. Yang saya salahkan adalah ibu yang begitu sibuknya hingga megurus anak pun harus full diberikan kepada pembantunya. Peran ibu itu dimana kalau begitu??? Terkadang ini menjadi dilema tersendiri bagi kaum ibu yang juga wanita karir. Meninggalkan pekerjaan juga tidak mudah, karena titik nadi keuangan ada disana. Saran saya untuk pengurusan anak lebih baik dititipkan ke TPA atau playgroup.
(bersambung/ lagi cari data tentang TPA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^