Kamis, 30 Mei 2013

Wajah Dalam Cermin

Jikalau kamu mendapatkan apa yang menjadi ambisimu selama ini
Dan dunia membuatmu merasa bagai raja dalam sehari
Pergilah ke cermin dan tataplah dirimu di situ
Dengarlah apa yang dikatakan wajah dalam cermin itu
(Harry Holland Upchurch)

Baru membaca buku karya Anthony Dio Martin tentang Emotional Quality Management. Ada bahasan menarik tentang topeng yang saya suka. Ini begitu mendalam karena saya juga terjebak dalam topeng itu.  Topeng? Ada banyak di antara kita yang berwajah tapi tidak berwajah. Diri kita tidaklah sama dengan apa yang ada pada gelar, jabatan. Bisa jadi kita mengkamuflase diri kita sendiri, tapi kita tidak bisa memperkaya dengan kepemilikan palsu tersebut. Diri kita yang sebenarnya telah diciptakan begitu otentik oleh Sang Maha Kuasa. Di dalam diri kita sudah kaya. Tugasnya sekarang adalah membuka ruang-ruang kekayaan diri itu sehingga tidak menutup wajah dari topeng-topeng itu.  Tidak ada yang melarang untuk mengejar apa yang dinamakan jabatan, titel, materi, dsb.
Hanya saja, kelekatan maupun obsesi manusia yang berlebih, menjadikan dirinya mengidentifikasi diri dengan kepemilikan materi, gelar, maupun jabatannya. Itulah merusak citra diri. Orang jadi banyak yang berpura-pura, menggunakan topeng, membohongi diri sendiri.
Manusia modern adalah manusia yang strees dan capek dengan segala cara untuk menjaga dirinya yang palsu. Mereka terbiasa menggunakan topeng-topeng untuk menjaga citra dirinya yang palsu. Carl Gustav Jung seorang pakar psikologi analisis, berbicara soal adanya topeng dalam diri setiap orang. Topeng tersebut adalah mekanisme adaptasi manusia terhadap kondisi eksternalnya. Pada beberapa orang, topeng ini digunakan dengan begitu tebalnya, atau begitu terbiasa, sehingga orang itu sendiri sulit membedakan mana dirinya yang asli dan tidak.
Pernah ada kasus seorang pelawak yang ketahuan menggunakan narkoba. Dalam wawancara stasiun TV, pelawak itu sedikit menyinggung tentang topeng ini. Ia mengaku kesuliatan bersikap wajar jika sedang berhadapan dengan penggemarnya. "Sebagai pelawak saya dituntut untuk tampil gembira, menyenangkan, dan membuat orang tertawa. Padahal saya sendiri juga manusia yang kadang punya kesedihan dan masalah. Tapi fans saya seakan tidak peduli dan menuntut saya untuk tampil sempurna". Karena beban itulah si pelawak membutuhkan pelampiasan untuk bebannya itu, salah satunya dengan menggunakan obat-obatan itu. Sesuatu yang bisa membuatnya tetap ceria. 
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana menjadi diri kita yang sebenarnya?? Hidup kita pada dasarnya terdiri dari tiga lapisan. Lapisan pertama adalah citra diri (self image). Citra ini adalah apa yang kita tampilkan secara sosial dan menyangkut penilaian  orang lain. Lapisan kedua adalah konsep diri (self concept). Lapisan ini terkait penilaian diri kita terhadap diri sendiri. Namun, sesungguhnya ada lapisan ketiga yaitu Jati diri (true self). Tugas kita seharusnya bukan membuat pembatas antara ketiga lapisan itu. Tapi membuatnya satu kesatuan bentuk diri yang sesungguhnya. Stefen Covey dalam Seven Habit-nya mengatakan bahwa sejatinya orang harus hidup 'dari dalam keluar' (inside out). Seseorang harus mulai dari jati dirinya, karena disitulah sebenarnya terkandung prinsip-prinsip. Kehidupan saat ini justru membuat jurang pemisah ketiga lapisan itu. Kita takut kalau kekurangan kita ketahuan orang lain. Kita khawatir kelihatan rapuh. Kita khawatir dicap odoh jika tanpa titel, gelar, jabatan. Satu kunci dari itu semua adalah jujur melihat diri dan mencoba menemukan jati diri kita yang sesungguhnya. Jujur dari dalam, jujur dari hati. 
SMA saya mengambil jurusan bahasa, dengan sub jurusan bahasa jepang. Siapa sangka jika kuliah saya justru akan mengambil S1 Pendidikan Anak Usia Dini. Organisasi yang saya geluti tak ada satu pun yang dekat dengan bidang anak-anak sesuai dengan kuliah saya. Dalam perjalanan waktu akhirnya saya menemukan apa yang saya cari, yaitu bakat saya yang sesungguhnya. Dunia Photografi. Menemukan apa yang menjadi jati diri kita bukanlah hal yang susah, hanya perlu melihat dalam-dalam ke cermin untuk mencari siapa saya sesungguhnya. Banyak yang menentang saya dan dunia saya. Tapi celotehan-celotehan mereka justru menjadi penyemangat untuk membuktikan saya bisa. Cukup menggadaikan bahagia dengan mengambil S1 PAUD tidak Bahasa Jepang. Sekarang waktunya membuktikan bahwa saya tidak tersesat di dunia yang saya pilih. Membuka topeng agar orang dapat melihat siapa saya sebenarnya.

2 komentar:

  1. Balasan
    1. Ya kak, tumben postinganne serius..
      udah dupload gak tu travelling qt kemarin???

      Hapus

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^