suasana di persawahan Batu Alang |
Matahari
sedang cerah-cerahnya. Awan juga terlukis indah dengan paduan biru langit yang
menggoda. Sempurna sebagai padanan foto landscape
hari ini. Saya memacu motor dengan kecepatan biasa-biasa saja sembari menengok
kiri dan kanan, siapa tahu ada pemandangan yang asyik untuk diabadikan. Beberapa
orang ibu-ibu terlihat berjalan beriringan. Ada yang memanggul bakul dengan isian yang terlihat penuh
dari luar. Ada juga yang menggunakan topi caping khas petani dengan kerucut
diatasnya. Mereka terlihat sibuk membawa barang bawaannya masing-masing,
ditambah lagi dengan kerepotan mengurus anak-anak kecil mereka yang mengekor
dibelakang. Satu yang menjadi kesamaan ibu-ibu tersebut yaitu seme’ yang melekat erat diwajah mereka. Seme’ dengan warna kuning pekat yang
mentereng. Seme’ adalah lulur tradisional khas Sumbawa. Para petani khususnya
kaum perempuan selalu menggunakan seme’ jika
turun ke sawah, itu bertujuan untuk menjaga kulit wajah dari paparan sinar matahari
langsung.
Pemandangan
itu membuat saya menghentikan laju motor saya.
Petani yang sedang turun sawah |
“Melako sia Ibu (mau kemana bu)???” Tanya saya dalam Bahasa Sumbawa.
“Lalo
ko uma, anak. (pergi ke sawah, anak)” Ibu berbaju kuning menjawab pertanyaan
saya.
“Bau
si saya nuret ke??? (saya boleh ikut??)” Saya berbasa basi serius, tak lupa
senyum mengembang di wajah saya. Saya suka dengan kehidupan desa seperti itu.
“Owe
apa po anak dadara nuret kita ko uma (untuk apa anak gadis ikut kita ke sawah)”
Mereka
segan mengiyakan permintaan saya, karena penampilan saya yang begitu rapi
dengan batik dan sepatu pantopel karena tujuan saya sebenarnya hendak ke kampus
hari ini. Tak biasanya saja ada anak gadis seusia saya yang notabenenya bukan
petani seperti mereka mau ikut ke sawah yang tentunya akan berbecek-becek
dengan lumpur.
“Ndak
apa-apa si Bu.” Saya mencoba meyakinkan mereka. Akan sangat menyenangkan jika
bisa mengenal lebih dekat kehidupan para petani. Setidaknya saya bisa belajar
ilmu-ilmu baru yang belum saya ketahui.
“Be
to mo amen mu roa si (ayok dah kalau mau si)”
Yeyyy
asyik. Mereka akhirnya mengiyakan keinginan saya. Motor saya parkirkan tidak
jauh dari sawah yang akan mereka tuju. Kebetulan deerah ini masih kawasan Batu
Alang, tempat kampus saya berada. Hari ini mereka akan mencabut bineng padi. Bineng ini adalah bibit padi yang berusia sebulan. Bineng inilah yang nantinya akan
ditanam, disebarkan teratur diseluruh penjuru sawah. Kekompakan dan kebersamaan
yang terjalin diantara mereka menjadi satu pemandangan yang langka di tengah
gaya serba ‘sendiri’ zaman modern ini.. Saya suka.
mencabut bineng padi |
“Darimana,
nak??” Bapak-bapak bertopi hijau dengan senyum menyenangkan itu menegur saya.
“Saya
dari Sumbawa Pak.”
Sambil mencabut bineng, si Bapak itu dan beberapa petani lainnya saling berkelakar.
Mengeluarkan guyon-guyon khas Sumbawa yang membuat kita terkekeh mendengarnya. Si
Ibu-ibu hanya tersenyum simpul kemudian tertawa tanpa mengeluarkan suara tawa
yang membahana. Guyon-guyon yang keluar dari mulut mereka menjadi semacam
multivitamin penambah semangat dikala mentari sedang terik-teriknya membakar
kulit, setidaknya mereka bisa melupakan panas yang membakar itu dengan guyon
yang membuat hati bahagia. Pekerjaan akan terasa ringan jika dilakukan dengan
riang gembira. Inilah salah satu ciri khas warga Sumbawa, dimana dan kapanpun
selalu bagesa (berguyon: Sumbawa
red).
ini nih yang membuat saya suka dengan masyarakat desa, keramahan mereka yang menyenangkan |
Basiru
Dari
percakapan dan turun sawah saya hari itu, saya baru tahu ternyata ada satu
tradisi unik yang masih berkembang di Sumbawa khususnya di daerah pedesaan
seperti Batu Alang ini. Namanya Basiru. Basiru itu adalah salah satu wujud
gotong royong dikalangan masyarakat Sumbawa.
“Misalnya
gini nak, hari ini sawah saya yang mengadakan kerja besar, seperti mencabut bineng, tanam padi, dsb. Jadi hari ini
saya akan mengumumkan ke tetangga-tetangga sekitar rumah untuk membantu saya di
sawah. Tetangga yang mendengar saya akan ada kerja di sawah akan datang
membantu saya. Kegiatan tolong menolong dan gotong royong itulah yang dinamakan
dengan Basiru.”
“Saya
yang meminta tolong kepada tetangga untuk membantu di sawah disebut dengan ete
siru atau ambil siru.”
“Nanti
pada saat yang lain mereka juga mengadakan hal yang sama di sawahnya, karena
mereka telah membantu saya, saya juga berkewajiban membantu mereka disawahnya.
Kegiatan membantu mereka disawah itu yang dinamakan dengan bayar siru. Begitu terus menerus, saling membantu sesama petani.”
“Nanti
ketika panen, kita biasanya saling memberi hasil panen kepada mereka yang telah
membantu di sawah kemarin. Tidak banyak, sih. Walaupun beras dimana-mana
rasanya sama, tetapi ada rasa yang beda ketika kita memberikan itu dengan cinta
kasih. Cara-cara seperti itu yang terus dilakukan sebagai pererat hubungan
sosial dimasyarakat.”
Jika
dalam kehidupan masyarakat Sumbawa, tradisi Basiru ini juga tidak hanya dalam
urusan tanam menanam padi semata, tetapi juga masuk ke dalam lingkup hubungan
sosial yang lebih luas. Misalnya saja pernikahan atau kerja-kerja besar semacam
syukuran, sesama tetangga harus saling bantu membantu, supaya nanti juga ketika
acaranya dia orang-orang juga banyak yang membantu.
bermain sambil membantu ibu |
Percapakan
hari itu banyak membuka pikiran saya. Seharusnya seperti ini kehidupan itu,
saling tolong menolong, bahu membahu untuk mencapai satu tujuan yang sama.
Ketika Sumbawa sudah mulai digerus arus modernisasi yang serba instan, tetapi
ada di satu pojok bumi Sumbawa, masyarakat yang masih memegang nilai-nilai
gotong royong dan kebersamaan itu. Siapa yang sangka dari perjalanan
iseng-iseng saya bisa mendapatkan pengetahuan yang luar biasa dan dari orang-orang
yang terlihat biasa-biasa saja: Petani.
Ayo harus dijaga budaya BASIRU ini...
BalasHapusiyap bener pak :D
HapusSeme' itu dibacanya gimana, Lu?
BalasHapusTradisi seperti basiru ini harus terus dijaga, apalagi di jaman seperti sekarang ini yang masyarakatnya mulai individualis. Jadi kangen ngeliat sawah....
Foto-fotonya keren, Lu.. like this banget!
dibacanya kayak baca "kece" bunyi "e" yang nyata :D
Hapusiya mbak sepakat, harus seperti itu, saling tolong menolong untuk satu tujuan yang sama :D
Foto terakhir cukup membuyarkan fokusku tentang basiru :D
BalasHapuswkwkwkwwk....
Hapus