Minggu, 23 November 2014

Aku Suka Bunga

Sebenarnya pertama kali terjebak dalam dunia fotografi adalah karena bunga. Saya suka dengan bunga. Saya rela ikut challenge, dilepas seharian di taman bunga, tanpa uang, tanpa makanan, cukup dengan kamera full baterai, dan memori kosong, saya bisa lupa yang namanya lapar. Ini kebiasaan masa kecil saya. Waktu kecil, saya paling suka jalan-jalan keliling kompleks sama Bapak, wajib hukumnya pulang dari jalan-jalan itu saya bawa bunga. Kalau bunga tidak berhasil bertengger ditangan saya sepulangnya, siap-siaplah menutup telinga dengan kapas, saya akan menangis sepanjang jalan. Pilih mana, mendengar anak menangis atau menahan malu izin dengan si pemilik bunga untuk dipetik bunganya?? Jelas Bapak saya akan memilih pilihan yang kedua. Beliau paling tidak suka mendengar saya menangis, ribut.
Ketika sampai di Jayakarta Hotel kemarin, mata saya langsung menyisiri tamannya, melihat apakah ada yang berwarna-warni disana. Jadi ingat cerita awal belajar foto makro, modusnya adalah membeli bunga sama si Ibu pemilik kebun bunga, tapi setelah itu izin untuk foto-foto sampai puas. Dan itu tidak sekali, tapi berkali-kali, setiap satu minggu sekali. Belajar juga butuh perjuangan dan pengorbanan, kawan. Awal belajar pun tidak menggunakan kamera keren nan kece, pakai kamera digital Sony Cybershoot yang sekarang entah sedang jalan-jalan kemana alias hilang, beberapa bulan ini saya mulai memegang DSLR. Berharap suatu saat bisa beli lensa makro, biar tidak susyeeh jepretnya, seperti kalau jepret pakai lensa kit.
Belajar Makro itu Menyenangkan
Mau menguji kesabaran dalam foto-foto?? Mari belajar foto makro. Bayangkanlah serangga sekecil itu mesti di foto, dan mesti tidak bergerak bahkan tahan nafas nafas beberapa saat supaya serangganya tidak terganggu karena pergerakan kita. Tapi saya malah menyukai momen ini, kesabaran memang sangat diuji, tapi kepuasannya setara dengan perjuangan berlelah-lelah menfoto si serangga unyu.
Bukan Manusia laba2
Bukan manusia laba2

Jumat, 21 November 2014

Sade, Perempuan dan Tenunan



Tentang Sade 
So Colourfull
Sepulang dari Batu Payung kemarin, kita mampir sebentar ke Desa Sade. Desa ini letaknya tidak terlalu jauh dengan Bandara Internasional Lombok, memakan waktu sekitar 20 menit. Ini kali ke berapa saya kesini, entah, tapi saya tak ada bosan-bosannya kesini, karena setiap kesini selalu ada cerita baru yang akan dibagikan. Sade, ada banyak cerita tertinggal disini. Sampai pada gerbang utama Desa Tradisional Lombok ini, kita sudah disambut oleh guide tour yang juga masyarakat asli desa tersebut. Sebelum berkeliling desa, kami diberikan sedikit informasi tentang desa asli Sasak itu. Yang unik dari desa ini adalah terletak pada bangunannya yang lantai bangunannya di pel dengan menggunakan kotoran sapi yang masih hangat a.k.a baru keluar dari empunya kotoran. Kata masyarakat setempat, kotoran sapi yang masih hangat sangat bagus untuk lantai rumah, bisa membuat lantai rumah awet dan tahan lama. Lantai rumah di desa ini terbuat dari tanah liat, jadi mengepel lantai dengan menggunakan kotoran sapi ini menjadi ritual wajib kalau ingin lantainya awet sampai nanti. Jangan khawatir hidung akan terganggu dengan bau kotoran sapinya, karena setelah kering, lantainya tidak menimbulkan bau apapun.
Ada kerendahan hati mereka juga disini. Bangunan rumah mereka yang rendah dari ruangan utamanya bermakna bahwa siapapun yang masuk, entah itu Bupati, Presiden, atau orang-orang keren lainnya, mereka harus menunduk untuk bisa masuk ke dalamnya, itu artinya bahwa mereka harus menghormati yang punya rumah dan patuh terhadap aturan-aturan yang berlaku di desa tersebut. Ingat pepatah "Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung", pun begitu dengan Sade, masuk kesini artinya menghormati segala aturan yang berlaku disini. Salah satu kearifan lokal yang harus dijaga selamanya.

Kamis, 20 November 2014

Batu Payung, Ada Jejak Kita Disini

Perlu banyak part untuk menceritakan tentang keseruan kita selama di Lombok. Terlalu banyak yang ingin diceritakan membuat saya bingung untuk menulis bagian yang mana yang terlebih dulu yang akan saya ceritakan. 3 hari di Lombok, seperti 3 hari bermimpi kemudian bangun lagi ketika senin menyapa untuk kembali bekerja. Seandainya saja tidak ada bukti foto di memory card kamera saya, mungkin saya akan menyangka bahwa saya sedang bermimpi semalam. Bersama dengan mereka, seperti men-charger semangat full selama 3 hari. Semangat saya untuk menggapai mimpi saya tiba-tiba bangkit, meluap-luap tak terbendung. Bagi saya mereka adalah orang-orang keren yang berani melawan arus untuk mengejar apa yang diinginkan. Sedangkan saya, saya hanyalah seoarang perempua biasa yang terjebak dalam kotak 4x3 meter.  Suatu saat saya akan membuktikan kepada Ibu Bapak, "Ini lho Bu, Pak, anakmu bisa."
Curhat, Lulu??? Hehehe, lanjut lagi cerita tentang perjalanan saya selama 3 hari di Lombok kemarin :D
Perjalanan ke Batu Payung
"Kita check out hari ini ya???" Tanyaku pada Zahra. Sebenarnya ini bukan pertanyaan yang mesti dijawab, karena saya sudah tahu kalau ini adalah hari terakhir kita di Lombok, tapi sekedar memastikan dan berbasa-basi saya bertanya lagi.
"Iya, Lu."
3 hari di Lombok, melekat serat dihati saya. Perjalanan kali ini semakin menambah kecintaan saya kepada kota ini, sangat. Pagi ini, jam 08.00 Wita kita mesti check out dari hotel. Teman-teman juga sudah lengkap dengan ransel dan kopernya masing-masing, melihat wajah mereka, tiba-tiba ada perasaan sedih yang datang, wah berpisah dong kita???
Sebelum naik ke dalam bis, kita menyempatkan dulu untuk berfoto ria, sebagai dokumentasi bahwa kita pernah disini. Dari Mataram ke Lombok Selatan menghabiskan waktu kurang lebih 60 menit. Tidak terlalu banyak hal menarik yang bisa kita lihat selama perjalanan menuju Lombok Selatan, yang ada hanya hamparan sawah yang belum sepenuhnya menghijau. Berbeda dengan ketika berangkat ke Lombok Utara, kalau melewati Senggigi, mata akan dimanjakan dengan birunya laut Lombok, dan jika melewati Pusuk, kita akan puas dengan hijaunya hutan Lombok, dan tentu saja bisa puas bermain-main dengan monyet-monyet yang tinggal di hutan Pusuk. Tetapi perjalanan ini begitu menyenangkan, karena kita lebih banyak bercengkerama di dalam bis sembari mendengarkan lantunan lagu-lagu yang diputar pak sopir. Menikmati setiap saat dalam perjalanan adalah hal yang paling membahagiakan, bukan?
Sampai di Tanjung An, pukul 10.00 Wita. Istirahat sebentar, kemudian menyebrang ke Batu Payung. Sebenarnya bisa kok lewat darat, seperti perjalanan saya tahun lalu ke Batu Payung, tetapi sekarang kita ingin menikmati petualang yang lebih seru lagi, makanya menggunakan perahu alias menyebrang. Tidak lama menyebrangnya, hanya 10 menit kita sudah sampai di Batu Payung.
siap2 naik ke perahu

Rabu, 19 November 2014

Pedasnya Bikin Ketagihan

Masih dalam rangkaian acara World Travel Writer Ghatering. Sepulang dari Tiu Kelep kita mampir di warung sate ikan tanjung. Walaupun namanya sate ikan tanjung, tapi kita makannya di Pemenang, Lombok Utara. Sate ini gampang kita temui disepanjang jalan di Lombok Utara.

Sate Ikan Khas Tanjung
Pedasnya langsung menendang lidah pada gigitan pertamanya. Rasa ikan yang khas dengan rempah-rempah asli Indonesia langsung melekat di lidah. Saya paling suka sate ini. Saya bukan penyuka pedas, tetapi memakan sate ini membuat saya lupa bahwa saya tidak suka pedas. Pedasnya membuat saya ketagihan, lagi, dan lagi.
Namanya Sate Ikan Tanjung. Sate ini adalah sate ikan kuliner asli Sasak yang berasal Tanjung, Lombok Utara. Sate ini terbuat dari ikan cakalang, cuma karena ikan itu agak mahal disini dan seringnya juga tidak musim, ikannya sering diganti dengan ikan yang rasanya sama, seperti ikan lamoan, ikan paso dan ikan marlin.
Membuat sate ini ternyata tidak segampang memakannya, ikannya mesti dipisahkan dulu dari durinya, kemudian dipotong kecil dan paling tidak butuh waktu semalam untuk ikan direndam bersama bumbu-bumbu. Kemudian ikan yang sudah direndam tadi barulah bisa diproses lebih lanjut dengan cara dililitkan di tusukan bambu, kemudian dibakar.
Jangan pernah sekali-kali mencoba makan sate ini deh, kalau tidak mau ketagihan. Rasa ikannya itu nendang sekali di lidah, ditambah lagi dengan pedasnya yang bikin maknyoos
Sate ikan khas Tanjung Lombok
sate ikan khas Tanjung Lombok

Selasa, 18 November 2014

Seru-seruan di Tiu Kelep

“Kamu sudah pernah ke Tiu Kelep??” Tanya Kak Ema di perjalanan kami menuju ke Lombok Utara.
“Sudah Kak, dan betis saya berbuah besar setelah dari sana.”
“Haha, biar kamu tahu perjalanan juga butuh perjuangan.” Aku mengernyitkan dahi, tanda tak setuju dengan apa yang Kak Ema katakan, iya sih jalan-jalan butuh perjuangan, eh tapi membayangkan tangganya saja sudah membuatku putus asa sebelum bertarung. Awal Januari 2014 kemarin aku sudah kemari, dan itu sukses membuat betisku sakit beberapa hari. Aku tidak ingin mengulangnya kembali, tetapi aku akan sangat rugi kalau tidak ikut perjalanan ini. Untuk apa ke Lombok, kalau cuma duduk manis di dalam bis. Berangkat dari hotel tempat kami menginap pukul 09.30 Wita, tiba di Senaru, Lombok Utara sekitar pukul 12.00 Wita.  Setelah makan siang, sholat dan istirahat sebentar, kami melanjutkan perjalanan menuju ke Air Terjun Tiu Kelep.
Aku jadi teringat lagu dari Ninja Hatori, “Mendaki gunung, lewati lembah. Sungai mengalir indah ke samudra” Cerita ini sama dengan lagu yang ada di Ninja Hatori.  Jalannya menurun, kemudian menanjak, lewati sungai berbatu dengan arus yang deras membuat perjalanan ini begitu melelahkan dan menantang. 
perjalanan menuju tiu kelep
perjalanan menuju tiu kelep
ini yang paling saya suka, nyebrang di sungai, soalnya kaki berasa langsung adem :D

Minggu, 16 November 2014

Bertemu Orang-orang Baru

Lombok dari atas burung besi

Seminggu deg-degan menanti pengumuman pemenang. Ini lomba blog pertama saya setelah kecemplung dalam dunia perbloggeran, saya tidak terlalu mengejar liburan ke Lomboknya, 4 tahun disana cukuplah buat saya mengelilinginya, bahkan dipelosok terpencil sekalipun, yang saya kejar adalah pengalaman bertemu dengan orang-orang baru nan kece yang namanya sudah tersohor di dunia travelling Indonesia. Allah memeluk mimpi hamba-Nya yang percaya, dan seperti takdir indah yang siap saya kecup, tulisan saya tentang Pulau Moyo masuk ke dalam 3 besar tulisan terbaik. Terimakasih Ya Allah. 

Lombok, aku datang kembali!!!!
Kadang ada perasaan tidak menyangka yang tiba-tiba muncul, serius saya sudah Lombok??? Lha baru tadi pagi saya merasakan guyuran air tanah Sumbawa yang segar, perasaan kemarin saya baru saja berkutat dengan laptop dan tugas-tugas kantor, perasaan baru saja kemarin saya sibuk dengan pekerjaan yang memusingkan otak. Okelah, mari sejenak melupakan pekerjaan yang memusingkan itu untuk menikmati 3 hari liburan di Kota nan eksotis ini, Lombok. Sekarang cuma memakan waktu 20 menit terbang dari Sumbawa ke Lombok, yang biasanya lewat darat sampai 6 jam lebih. Wew, terimakasih Lion Air yang sudah beroperasi di Sumbawa, semoga dengan banyaknya maskapai penerbangan yang beroperasi di Sumbawa semakin menambah kedatangan wisatawan kesini #bukanpromo
Hampir 30 menit dari kedatangan saya, tapi tidak ada tanda-tanda ada seseorang yang akan menjemput. Jempol menari-nari di keypad hape sebagai pengobat kebosanan sendiri di Bandara ini. Sepintas beberapa orang lewat dihadapan saya dengan ransel besar dipunggung. Membatin "Kapan ya saya bisa jalan-jalan semau saya kayak gini??" Emak, Bapak, anakmu udah segede ini lho masih nggak dibolehin kesana-kemari, apa perlu cari pangeran berkuda putih buat ngelamar terus jalan-jalan kemana-mana????
Selalu, Bandara menjadi tempat saya mupeng buat jalan-jalan, bukan karena bisa terbang kemana-mana dalam waktu yang cepat, tapi karena melihat orang yang datang dan pergi dengan ransel besar kesana-kemari, apalagi kalau lihat bule nge-backpacker-an, wuihhhh keinginan langsung mendidih sampai ke ubun-ubun. Tapi perjuangan itu tidak segampang apa yang kita lihat, kita hanya bisa melihat apa yang terlihat, tetapi kita tidak tahu bagaimana perjuangan mereka untuk bisa menjadi seperti apa yang mereka mau sekarang. Semua hanya butuh kesabaran dan perjuangan, Lu. Just say ganbatte :D
"Ini Mbak Lulu??" Suara diseberang sana membuyarkan lamunan saya tentang keinginan jalan-jalan itu.
"Iya Pak."
"Saya Pak Dani, yang diminta menjemput Mbak, tunggu di depan Solaria ya mbak."
Akhirnya telepon jemputan itu datang juga. Menunggu dijemput, rasa-rasanya seperti menunggu jodoh datang #eh
Di depan Solaria sudah ada beberapa orang yang menunggu. Lho, ini bukannya yang tadi saya lihat pakai ransel besar itu yah. Coba tahu kalau teman-teman juga, sudah nyempil dibelakangnya tadi.
"Mbak Lulu????" Seorang laki-laki paruh baya dengan medok Jawa yang kental menyapa saya.
"Iya Pak,"
"Saya Pak Dani yang tadi menelepon. Oh ya, ini teman-teman pembicara yang akan ikut Travel Writers Gathering" Rupanya beliau Bapak yang tadi menelepon saya, beliau memperkenalkan kami. Saling melihat satu sama lain, lalu berkenalan. Bertemu orang-orang baru adalah satu hal menarik dari sebuah perjalanan itu. Selama perjalanan menuju ke Jayakarta Hotel Sengigi, Mas Yudas dan Mas Bolang banyak bercerita tentang pengalamannya selama menjadi Travel Writer. Ternyata memang benar, apa yang kita lihat saat ini tidak seindah yang terlihat, mereka seperti sekarang juga penuh dengan perjuangan, peluh-peluh melekat erat di baju-baju mereka. Mas Yudas dulunya bekerja di restoran cepat saji, dan memilih keluar dari pekerjaannya dan memilih apa yang diinginkan juga tidak segampang apa yang kita lihat. Mas Bolang yang seorang teknisi pesawat terbang juga memilih keluar dari zona nyamannya dan memilih untuk keliling Indonesia. 
Menjadi out of the box adalah pilihan yang tidak mudah, saya salut kepada mereka yang telah berhasil memilih jalan itu. Ah lagi, perempuan dan budaya timur yang masih sangat ketat di rumah saya membuat saya mesti menyingkirkan sedikit keinginan saya untuk keluar dari kotak 4x3 meter itu untuk keluar melihat Indonesia.

Mas Aan, Lulu, Mas Barry Kusuma, Mas Bolang, Mas Yudas

Jumat, 07 November 2014

Soto Sumbawa asal Madura

Soto Sumbawa asal Madura? Pertama kali mendengar memang rada aneh, kok bisa Soto Sumbawa tapi berasal dari Madura. Sebenarnya soto ini bernama Soto Madura, karena memang yang membuat adalah orang Madura asli, tetapi karena telah turun temurun menetap di Sumbawa sejak lama, maka atas usulan Sultan Sumbawa dan Pemkab Sumbawa yang kemudian mendapat respon yang baik dari orang Sumbawa yang berasal dari Madura, maka nama sotonya berubah menjadi Soto Sumbawa asal Madura. Unik bukan??? Jangan heran kalau ke Sumbawa, disini ada banyak etnis dari beragam suku di Indonesia, ada Kampung Jawa, yaitu kampung yang semua masyarakatnya berasal dari Jawa, ada Kampung Lombok, Kampung Arab, Kampung Bajo, Kampung Bali. Ini menandakan bahwa betapa ramahnya orang Sumbawa dalam menerima akulturasi budaya dari luar Sumbawa.
Soto dengan bahan dasar daging kambing ini berhasil menjadi primadona kuliner masyarakat Sumbawa. Makanya tidak susah untuk mencari soto ini, penjual soto yang paling banyak bisa kita dijumpai di kawasan pertokoan di pusat Kota Sumbawa Besar. Disana ada banyak gerobak-gerobak dorong yang menjual makanan Sumbawa. Makan soto ini paling enak pas malam hari, dengan segelas teh dingin dan sepiring nasi, wuihhhh maknyooos sekali :D
Ada banyak jenis soto di Sumbawa, ada Soto Ayam dengan menggunakan bihun dan telur, tapi saya lebih suka Soto Kambing, dengan taburan serundeng dan bawang goreng diatasnya... Kalau ke Sumbawa, recomended sekali untuk mencoba soto yang satu ini :D
Soto Sumbawa asal Madura
nasi putih hangat sebagai teman makan soto


Kamis, 06 November 2014

Sunset di Kotaku, Lombok Sumbawa

Efek ngikutin Turnamen Foto Perjalanan, yang saya tahu dari Mbak Dee, saya jadi ngubek-ngubek semua foto yang ada di laptop dan hardisk, dan mendadak melebai badai kalau melihat sunset. Gak tahu kenapa, tiba-tiba gimana gitu rasanya duduk sendiri dekat pantai, terus melihat matahari mulai tenggelam, sakitnya tu disini (tunjuk mata dan dada), apalagi kalau nengok disamping kiri, kanan, ada pasangan yang bawa istri anak, bisa semakin sakiit :( Iyalah Lu, coba duduknya berdua dengan someone pasti menyenangkan, huehehehehe :D #abaikan
Di bawah ini ada beberapa foto sunset yang pernah saya ambil selama jalan-jalan. Sunset di beberapa tempat di Lombok dan Sumbawa. Dua kota itu adalah kota yang sangat penting dalam hidup saya, saya lahir di Lombok dan besar di Sumbawa membuat saya mencintainya, sangat. Bicara sunset, juga berbicara satu kenangan mendalam bagi saya. Antara sunset, Lombok, dan Sumbawa adalah tiga hal yang tak terlupakan dan akan tetap menjadi yang terbaik selama perjalanan saya :D
Sunset di Senggigi Lombok

Rabu, 05 November 2014

Istana Dalam Loka Riwayatmu Kini


istana dalam loka
Istana Dalam Loka ini adalah merupakan istana kerajaan Sumbawa yang dibangun pada pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah III (sekitar tahun 1885 M). Saat ini digunakan/dimanfaatkan sebagai "Museum Daerah Sumbawa" tempat penyimpanan benda-benda sejarah Kabupaten Sumbawa. Istana ini merupakan dua bangunan kembar ditopang atas tiang kayu besar sebanyak 99 buah, sesuai dengan sifat Allah dalam Al - Qur'an (Asma'ul Husna). Di Dalam Loka ini kita dapat melihat ukiran motif khas daerah Samawa, sebagai ornamen pada kayu bangunannya. Miniatur Dalam Loka ini dapat dilihat di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.

Sunset di Batu Kuping

Tambah lagi satu tempat keren di Sumbawa untuk menikmati keindahan matahari terbenam, tempatnya bernama Pantai Batu Kuping. Sebelumnya saya pernah nge-post tentang pantai ini, kemarin ketika hunting bareng Om Imran Putra Sasak. Batu Kuping ini adalah nama pantai di Sumbawa, karena bentuknya karangnya yang melengkung menyerupai kuping, makanya dinamakan Batu Kuping. Pantai ini letaknya gak jauh dari pusat kota, dari Brang Biji Sumbawa, 20 menit menggunakan motor dengan trek yang lumayanlah, hehehe. Belum banyak yang tahu lokasi pantai ini, paling yang sering kesini adalah teman-teman traveler Sumbawa dan para fotografer yang ingin hunting sunset, mungkin letaknya yang terpencil dan jalan menuju kesana yang belum bagus membuat orang malas mengunjungi pantai ini. Tapi yang namanya tempat keren, memang memerlukan perjuangan yang sangat untuk bisa kesana...
jembatan kayu yang bikin deg2an

Selasa, 04 November 2014

Framing Sunset

sunset di batu kuping Sumbawa
Dalam bingkai ini, matahari itu pun sejenak menghilang dan bergantikan petang....

Foto ini diikutsertakan dalam Turnamen Foto Perjalanan Ronde ke 52: Tema Framing

Main Gerobak Kayak Gini Cuma Ada di Sumbawa

"Sumbawa ternyata tidak hanya tentang main jaran, pulau moyo, susu kuda liar, madu sumbawa, ternyata ada hal menarik dan unik lainnya yang ada di Sumbawa, yaitu perlombaan main gerobak." 
Kemarin sepulang dari jalan-jalan ke Kenawa, kita berencana akan ke Pulau Bungin, ada beberapa hal yang ingin diteliti disana, tetapi pas mau kesana kita terpancing dengan kerumunan masyarakat di Lapangan Kerato, Alas. Pertama saya mengira ada perkelahian antar kampung, karena suaranya yang gaduh, tapi ternyata disana ada perlombaan main gerobak. Ini pertama kalinya saya mendengar kalau ada yang namanya main gerobak di Sumbawa. Saya hanya tahu main jaran saja. Ngakunya cinta Sumbawa, yang kayak gini aja baru tahu sekarang, sakitnya tuh disini (tunjuk dada), hehe. Dari info yang saya dapatkan dari seorang Bapak yang menjadi panitia acara ini, sejak tahun 2000-an perlombaan ini rutin diadakan sekali hingga dua kali setahun (tetapi ini tidak tentu juga, tergantung dari panitiannya), biasanya diadakan ketika hari sabtu dan minggu di Lapangan Kerato, Alas. Biaya yang digunakan murni dari swadaya masyarakat dan uang pendaftaran dari peserta lomba. Perlombaan ini dilakukan sebagai wujud apresiasi terhadap para kusir dokar yang ada di Alas. Good Job pak :D
Kuda-kuda ini tidak sekalem seperti yang ada di foto. Dari daris start sampai finish cuma sekedip mata, kecepatannya luar biasa. Saya berkali-kali gagal dalam mengambil gambar, selalu goyang, dan pas mau mengambil ulang gambar, gerobaknya sudah sampai finish. Cuma bisa ternganga dengan aksi di Bapak. Dan yang hebatnya lagi bukan hanya Bapak-bapak yang ikut, ada juga anak kecil yang ikut. Luar biasa kamu nak :D
perlombaan main gerobak


Senin, 03 November 2014