Kak Amenk, Saya dan Abil di atas bukit Rajasua Pulau Moyo |
Abil. Mulutnya item habis makan cumi :P Lokasi: Tanjung Pasir Pulau Moyo |
Karena beberapa kali menulis tentang Pulau
Moyo di blog, saya akhirnya menjadi sasaran tempat bertanya teman-teman tentang
pulau itu. Bertanya tentang transportasi menuju kesana, itinerary bahkan destinasi-destinasi apa saja yang harus dikunjungi
selama di sana. Saya berasa menjadi pejalan yang bermanfaat bagi pejalan yang
lain ketika apa yang saya tuliskan bisa menjadi rekomendasi perjalanan mereka.
Dan selalu saja, Abil, adik bungsu saya, menjadi travel mate saya setiap ada teman yang meminta ditemani ke Pulau
Moyo. Dia sangat menyukai laut. Tidak ada akhir pekan tanpa bermain dengan
ikan-ikan di laut. Sampai Ibu geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.
Seperti liburan kali ini, Kak Amenk, kakak
senior ketika di Badan Eksekutif Mahasiswa FKIP Universitas Mataram meminta
untuk ditemani ke Pulau Moyo. Kak Amenk mengabari bahwa libur 3 hari di bulan ini,
dia akan datang ke Sumbawa bersama beberapa temannya. Beliau meminta saya untuk
menemaninya ke Pulau Moyo, yah hitung-hitung reunian selama di BEM FKIP dulu. Abil menjadi orang pertama yang saya kabari perihal keberangkatan ke Pulau
Moyo. Bagi saya dia adalah pawangnya Pulau Moyo. Selalu merasa aman jika
melakukan perjalanan keliling pulau bersamanya. Tentunya saja karena dia selalu
bisa memanjakan kakaknya ini dengan ikan-ikan segar dari laut Pulau Moyo.
“Wajar juga sih kalau adikmu itu jadi suka
laut, Kakek dan Buyutmu juga banyak yang jadi pelaut. Jadi ya nular ke adikmu.”
Kata Ibu suatu waktu. Semua anak-anaknya Ibu sangat menyukai laut, kecuali Huda
adik saya yang nomor 1. Dia tidak begitu suka jalan-jalan, baginya istirahat
yang paling enak itu ya berdiam diri di kamar. Beda dengan kita bertiga,
istirahat yang paling enak itu ya jalan-jalan, main ke pulau, lalu tiduran di
atas pasir putihnya dan memandangi langit biru Sumbawa.
*-*-*
“Kamu bisa temani Mbak Lulu ke Pulau Moyo besok, ada temannya Mbak mau datang ke Sumbawa dan main ke Pulau
Moyo.”
“Bisa sih, nanti ajak Ichal juga kesana. Pakai
kapalnya dia biar murah.”
Kapalnya Ichal selalu menjadi andalan kita
jika berangkat ke Pulau Moyo. Keluarganya Ichal itu baik sekali, Ibu Bapaknya
supel dan selalu heboh jika kita datang. Beberapa teman yang ke Pulau Moyo
selalu saya rekomendasikan untuk menggunakan kapalnya Ichal di Desa Ai Bari.
Selain bisa diajak ke beberapa tempat di Pulau Moyo, harganya juga bisa dinego
sesuai dengan keadaan kantong. Bapaknya Ichal juga sudah sangat paham dengan
seluk beluk Pulau Moyo, mulai dari keadaan pulaunya, kondisi ombak dan cuacanya
yang kadang suka berubah-rubah. Jadi saya selalu merasa aman jika melakukan
penyebrangan dengan Bapaknya Ichal. Tiap akhir pekan, Abil juga suka ikut
melaut dengan Bapaknya Ichal, memancing di malam hari di lautan Pulau Moyo.
Pagi harinya, ketika laut sedang tenang-tenangnya, Abil suka turun ke laut
untuk menombak ikan. Ikan-ikan yang tidak bisa di pancing pada malam harinya,
ketika turun menombak dia bisa mendapatkannya. Ikan sebesar dua luas tangan
selalu berhasil dia dapatkan. Dibuat
singang atau sepat paling mantap. Ikan segar selalu kita makan tiap akhir
pekan. Terimakasih Abil.
Abil dan Ichal, sehabis menyelam tangkap cumi di Tanjung Pasir Pulau Moyo |
Pulau Moyo seakan punya magnet tersendiri yang menarik
setiap orang untuk datang kesana, terus menerus. Ini bukan kali pertama saya ke
Pulau Moyo, tapi tetap saja tidak bisa menahan godaan setiap ada ajakan untuk
kesana lagi. Abil selalu menjadi patner
in crime saya setiap melakukan perjalanan, apalagi jika itu berhubungan dengan
laut. Dan hobinya spearfishing selalu sukses menyelamatkan kita yang kelaparan.
Dia selalu berhasil mendapatkan ikan yang banyak setiap masuk ke dalam laut.
Entahlah mantra apa yang diucapkan sehingga ikan-ikan selalu datang
mengerumuninya, yang pasti saya bahagia punya adik yang hobi menyelam seperti
dia.
Pernah suatu ketika, Abil pulang ke rumah dengan tangan
berdarah, luka besar di kedua jari tangan kanannya. Tangannya digigit ikan tuna
ketika sedang spearfishing. Ibu panik melihat dia pulang ke rumah dengan
keadaan seperti itu, tapi dianya enteng tanpa beban. Luka seperti itu dianggap
goresan silet, tidak ada artinya. Dua minggu setelah lukanya sembuh, dia
kembali lagi ke laut, dia kembali menyelam lagi, seolah rasa sakit karena
gigitan Tuna itu tidak pernah ada. Tidak lama setelah tangannya dicium Tuna,
kakinya kembali disalami dengan ekor pari. Dia pulang dengan kaki pincang dan bengkak. Kakinya mulai membiru
karena racun Ikan Pari yang lumayan mematikan. Abil saya bawa ke UGD. Beberapa suntikan
antibiotik dan peredam rasa sakit diberikan untuk menahan rasa sakitnya. Saya
tahu betapa sakitnya racun yang diakibatkan oleh Ikan Pari itu, tetapi tak terdengar sedikit pun suara Abil yang
berteriak karena kesakitan. Sesekali dia hanya meringis sambil menggigit
bibirnya. Tak terasa bulir bening hangat itu jatuh dari sudut mata saya. Kakak
mana yang kuat melihat adiknya sedang dalam kesakitan seperti itu.
Satu minggu setelah sakit karena racun ikan parinya reda,
Abil kembali mengambil peralatan menyelamnya. Tak ada jera bagi pencinta laut
sepertinya. Mungkin bagi dia, gigitan Tuna, sengatan Ubur-ubur, tusukan duri
Babi Laut dan racun ekor Ikan Pari itu adalah cara bagi hewan-hewan laut itu
berkomunikasi dengannya. Mereka bukan musuh yang harus dihindari, tetapi teman
yang harus didatangi setiap saat. Pun kecintaannya terhadap laut akhirnya
membuatnya mengambil kuliah di Akademi Maritim Yogyakarta.
Ah Abil, mbak kangen kamu. Yuk mari cepat pulang, kita
main-main ke pulau lagi :D
Tulisan ini sebagai obat kangen Mbak Lulu....
Seruuuu .. punya sodara sekandung bisa kompak kayak gini.
BalasHapusBisa jadi travelmate liburan seru 😁
Aku dan adik2ku juga sering jadi travelmate, cuman karena kesibukan masing2 dan hari berliburnya ngga samaan, jadinya jarang pergi liburan bareng.
Pulau Moyo, air terjun Mata jitu .. aku langsung konek sosok Lady Di yang favoritkan lokasi wisata ini 👍