Kamis, 09 Juli 2020

Menuntaskan Rindu dengan Bersepeda Keliling Sumbawa

Jembatan Samota yang menjadi salah satu ikon Sumbawa. Di sini menjadi tempat favorit masyarakat Sumbawa utk lari sore dan sepedaan

Selama Pandemi, ada satu hal yang tidak bisa dilakukan anak rantau, yaitu pulang ke rumah, padahal jarak antara rumah dan tempat saya mengajar sekarang hanya 2,5 jam perjalanan saja jika menggunakan motor. Kebijakan pemerintah kabupaten setempat yang melarang warganya untuk keluar masuk kabupaten membuat kami para anak rantau tidak bisa pulang. Hanya jurus sabar yang bisa dikeluarkan sebagai obat dari semuanya sambil merapal doa-doa panjang semoga pandemi ini segera berakhir dan kita bisa pulang ke rumah dan menikmati kehangatan kebersamaan dengan keluarga kembali. 
Tidak selamanya badai berlangsung, tidak selamanya pula hujan deras mengguyur. Akan ada jeda yang bisa membuat kita bisa menarik nafas untuk bisa melalukan perjalanan lagi walau dengan mendung yang menggelayut. Sumbawa perlahan membaik. Pasien positif semakin menurun. Pemerintah pun mulai melonggarkan kebijakannya. Kami anak rantau bersorak bergembira menyambut itu semua. Libur sekolah tiga minggu tidak akan kami habiskan lagi di rantauan. Kami bisa pulang. Horeeeee.
Satu hari setelah pembagian laporan perkembangan anak, saya pulang ke rumah. Selama perjalanan, yang ada di dalam otak saya adalah bayangan wajah bahagia Ibu dan Bapak yang sedang menunggu di rumah. Beberapa bungkus palopo dan jagung rhee kesukaan Ibu Bapak tak lupa saya bawa. Begini ya ternyata rasanya bisa pulang ke rumah setelah sekian lama. Ada rasa bahagia yang sulit untuk diungkapkan. 

Tenang

"Kak Lulu sudah sampai rumah?" Satu pesan masuk ke Hp saya. Nizom, nama yang terterta di sana. Dia adalah salah seorang adik di Samawa Mengabdi yang juga merupakan teman perjalanan ke Tangkampulit beberapa bulan yang lalu. 
"Iya Zom udah ini."
Pesan yang masuk dari Nizom yang menanyakan apakah saya sudah sampai rumah atau belum menjadi pertanda akan dimulainya rencana perjalanan apa saja yang akan kami lakukan selama liburan ini.
"Sepedaan yuk besok." Kata dia lagi di pesan. 
"Gak ada sepeda Zom."
"Gampang, di rumah ada dua sepeda."

Pagi sehabis sholat Subuh, Nizom datang ke rumah menjemput saya. Dingin Sumbawa pagi itu dan selimut tebal yang menyelimuti tidak menjadi alasan bagi saya untuk mager bangun pagi. Sudah lama rasanya saya tidak keliling Sumbawa dan menghirup udara paginya yang segar. 
Sampe Pantai Jempol sepedaannya
Bersepeda keliling Sumbawa. Jalur pertokoan yang biasanya selalu ramai, pagi ini tampak sepi. Udaranya begitu segar tanpa polusi dari kendaraan yang memenuhi jalanan Sumbawa setiap harinya. Setiap jalan yang dilewati seolah menampilkan layar besar kenangan-kenangan yang pernah ada di sana. Tempat saya biasa membeli nasi kuning setiap pagi, tempat saya biasa menunggu bemo dulu kalau berangkat sekolah, tempat saya biasa nongkrong dengan teman-teman. Bersepeda ternyata tidak hanya membuat badan segar, tetapi juga bisa dijadikan sebagai napak tilas selama saya tinggal di Sumbawa. Sanggup menjadi obat dari rindu sekian lama ini.  
Salah satu jalan di Sumbawa yang dipenuhi oleh mural karya anak-anak Sumbawa

Selama beberapa bulan tidak didatangi, ada beberapa perubahan yang terjadi di Sumbawa. Ada beberapa hotel yang sedang dibangun di sini, yang menandakan bahwa geliat pariwisata dan ekonomi di Sumbawa mulai berkembang. Jalan utama diperlebar. Toko-toko mulai berkembang. Perlahan Sumbawa mulai mengejar ketertinggalannnya terhadap daerah lain. Tetapi entah kenapa ada rasa tidak ingin bagi saya untuk Sumbawa bisa berkembang sebagai kota besar, kota yang penuh dengan gaya hidup hedonisme. Saya ingin Sumbawa tumbuh sederhana apa adanya saja, tanpa mall-mall dan hotel yang memenuhi, tanpa cafe yang menjamur di sana-sini, tanpa gemerlap hidup hedonis ala kota. Saya mencintai Sumbawa apa adanya. Semoga kelak, bagaimana pun Sumbawa tumbuh berkembang, dia tetap bisa menjadi tempat yang nyaman untuk pulang, tempat yang senap semu nyaman nyawe. 
Sepedaan di Jembatan Samota
Jalan Samota yang kini begitu ramai oleh orang yang lari sore atau bersepeda, dulunya hanya persawahan dan kebun warga. Tidak banyak orang yang mau datang berwisata ke sana. Hanya warga yang punya kebun saja yang sering melewati jalan itu. Dulu kalau mau ke pantainya kita harus menyeberangi jembatan kayu yang aduhai, yang membuat jantung deg-deg ser. Saya pernah menuliskan perjalanan ke pantai itu beberapa tahun yang lalu, kalau mau baca cerita selengkapnya bisa klik link ini.
Sedikit bercerita tentang Samota. Samota sebenarnya adalah akronim dari Satonda, Moyo dan Tambora. Ketiga tempat itu merupakan tempat pariwisata unggulan dari Pulau Sumbawa. Pulau Moyo dengan air terjun Mata Jitu yang sampai saat ini menjadi destinasi unggulan, Satonda dengan danau air asinnya, dan Tambora dengan sejarahnya yang luar biasa. Dengan dibangunnya Jembatan Samota dan akses jalan beraspal disepanjang jalan Samota itu diharapkan bisa menjadi tempat pariwisata unggulan Sumbawa nantinya, di mana roda perputaran ekonomi Sumbawa bisa berkembang pesat di sana. Seperti Senggigi di Lombok, atau Kuta di Bali. 
Jembatan yang harus kita lalui sebelum adanya Jembatan Samota
Jalannya belum di aspal


Jembatan Samota kini

Sekarang Jalan Samota begitu ramai oleh masyarakat yang ingin berolahraga atau hanya sekedar menghabiskan waktu minum minuman segar di penjual makanan yang memenuhi sepanjang jalan,  atau sunset-an di pinggir pantainya. 
Dalam perjalanan pulang, saya tidak sengaja melihat Warung Nasi Krawu. Beberapa kali saya melihat nasi ini di postingan teman-teman di sosial media. Tetapi karena pandemi, saya tidak bisa segera pulang dan mencicipi kelezatan nasi ini. Mungkin inilah saatnya bagi saya. 
Harga seporsinya sebesar Rp. 15.000, dengan lauk daging yang disuwir, telur pindang, kerupuk paru, dan sambalnya yang enak sekali. Sambalnya pedas dan khas, tidak seperti nasi pada umumnya. Daging suwirnya pun juga enak. Menurut saya, disinilah letak enaknya nasi krawu, yaitu sambal dan daging suwirnya.
Daging suwir ini enak bgt
Entah dari mana asal mula Nasi Krawu ini, tiba-tiba jadi viral di Sumbawa. Tidak hanya sekali dua kali saya melihat teman-teman memposting nasi ini di media sosialnya. Iler yang tadinya tertahan, tiba-tiba ingin menetes. Nasi ini sanggup membuat nafsu makan bertambah.
Sumbawa dan segala isinya memang selalu sanggup membuat rindu.

26 komentar:

  1. Pemandangan di Sumbawa memang indah sekali, Mbak. Melihat keindahan lewat foto yang ada di sini sukses membuatku pengen main ke sana juga. Ingin jalan-jalan santai di jembatan Samota sambil menikmati pemandangan pagi di sana. Juga pengen nyobain nasi krawu nya. Duh, lihat fotonya aja emang bisa bikin ngiler beneran, mbak.🤤😆

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehhehe nasi krawu emang enak bgt mba, saya pun pas liat lg ini jadi laper 😅

      Hapus
  2. Keren mbak liat pantai dan jalan yg belom di aspal itu, kayak liat di luar negri aja, musim gugur gitu pohonnya..nasi krawu nya bikin laper 😋

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di luar Jawa memang masih banyak mbak jalan yang masih belum diaspal.😔

      Hapus
    2. Kayak musim gugur ala-ala gt ya, tp emang si kalo lg musim kemarau di sini dan pohon2nya meranggas,pemandangannya jadi cantik gt 😅

      Hapus
    3. Mas aguuusss.. Bener bgt mas. Di sini banyak bgt jalanan yg belum beraspal 😭😭😭

      Hapus
  3. Nasi krawu emang enak mbaak! :D

    Btw, salam kenal ya mbak :).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahhh udah pernah makan jg ya mas 😅
      Enak dan bikin nagih pastinya..


      Salam kenal jg ya mas 😊

      Hapus
  4. Wah, sebelum sampai jembatan samota harus melewati jembatan kayu dulu seperti itu, agak serem juga.😱

    Sumbawa sekarang sudah mulai rame ya dengan wisatawan, sayangnya sejak ada pandemi Corona jadi sepi lagi.😔

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serem dan ngeri2 sedap gimana gt mas agus pas lewatinnya 😅

      Semoga pandemi ini segera berakhir ya supaya pariwisata di semua daerah jg bisa cepat bangkit

      Hapus
    2. Betul sekali mbak, gara gara pandemi banyak tempat wisata yang tutup, kasihan pegawai dan juga masyarakat sekitar yang menggantung kan mata pencaharian nya sebagai pedagang.

      Hapus
  5. tampak tenang lagi mendamaikan... best kalau dapat jogging di sini setiap petang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener bgt mbaa.. Sy paling suka jg jogging sore2 di sini. Enak gt dan pemandangannya jg cakep hehhehe

      Hapus
  6. Aih aku dulu pernah sepedaan dari Pototano sampai Batutering di Sumbawa. Bokong langsung panas nyut-nyutan sepedaan dua hari huhuhu. Tapi view yang disuguhkan sungguh pengen balik lagi sepedaan ke Sumbawa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahh iya mas alid. Kereennn bgt. Saya ga kuat dah tu kalo harus sepedaan. Motoran aja pantat saya udah nyut2an..

      Ayo sini ke Sumbawa lg, gapapa ntar kontak2 aja, siapatau bisa rekomendasikan tempat2 kece.. Hehehh

      Hapus
  7. bagus ya bisa foto tanpa ada background orang di belakang e hehehe :D kalau disini cari moment biar gak ada orang di belakang itu susah udah terlalu banyak manusia hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak. Di sini masih sepi tempat wisatanya jd bisa fotoan tanpa background rame org 😅

      Hapus
  8. bahagia bgt ya rasanya bisa pulang setelah lama tertahan di rantau , yang padahal jaraknya cukup dekat tapi gak bisa pulang..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengennya covid ini segera berlalu, pengen normal seperti biasa

      Hapus
  9. Duh.. jadi ngiler liat nasi krawu nya.
    Kayaknya nikmat banget tuh. 🤤

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nasi krawu ini emang enak banget kak. Sy jd ketagihan hehehe

      Hapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  11. Kebayang senengnya bisa ketemu keluarga lagi. Aku pun saat akhirnya penerbangan dilonggarkan, akhirnya berani utk mudik ke Medan dari Jakarta. Trakhir kesana 2018.

    Sumbawa cantik ya mba. Ini destinasi yg udah lama masuk bucket listku. Belum kesampaian sampai skr 😅.

    Nasi krawu aku juga sukaaaa. Tiap kali ke Gresik ga pernah lupa makan nasi krawu. Di JKT banyak, tapi rasanya beda Ama yg Gresik punya, sambelnya ga menggigit kayak di kota asalnya 😄. Ternyata dikenal juga sampe Sumbawa yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget kak. Pandemi bikin rindu pulang itu makin menjadi jadi.

      Iya kak nasi krawu lumayan dikenal di sini, rasanya juga pas sama lidah orang Sumbawa hehehe
      Yuk kak ke Sumbawa buat nuntasin bucketlistnya, kalo kesini jgn lupa berkabar ya kak 😅

      Hapus

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^