lets sailing capten |
Nenek moyangku seorang pelaut
gemar meraungi luas samudra.
Menerjang ombak sudah biasa
Menempuh badai sudah biasa
Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda berani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda berani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai
Tidak ada henti-hentinya saya menyenandungkan lagu itu selama dalam pelayaran ini. Seakan ingin bernostalgia betapa hebatnya Nenek Moyang kita dahulu kala. Ah Indonesia begitu sayang jika dilewatkan hanya melalui cerita-cerita, sesekali kita harus turun 'lapangan' untuk melihat kebenaran cerita-cerita itu yang saya yakin akan lebih menakjubkan dari yang sering kita dengar.
Saya bahagia dalam perjalanan-perjalanan ini saya dipertemukan dengan orang-orang hebat, para petani tangguh yang tidak kenal panas terik tetap turun ke sawah, para nelayan tangguh yang tak kenal badai tetap melaut.
Namanya Rizal
Namanya Rizal, seorang anak laki-laki yang saya kenal di Adventurous Sumbawa. Dia adalah anak seorang nelayan di Desa Ai Bari, Kecamatan Moyo Utara. Umurnya masih sangat muda, baru menginjak 17 tahun. Hei tapi jangan melihat usianya, pengalamannya melaut tidak bisa diragukan, dia sudah terbiasa dengan segala kondisi di laut, bahkan badai pun sudah biasa diterjang.
Mulanya saya mengenalnya sebagai anak yang biasa-biasa saja, sama seperti anak SMA pada umumnya, tetapi ketika melihatnya mengendalikan kapal dengan lincah, membuat kesalutan saya naik beberapa tingkat.
"Saya sempat berhenti sekolah setahun, dan waktu itu saya pakai untuk ikut Bapak melaut. Kalau Bapak lagi tidak enak badan, saya sendirilah yang melaut."
"Kamu ndak takut??"
"Sudah biasa saya mbak, perahu kecil itu teman saya dari dulu. Saya sering menjaring ikan sendirian, ndak ada anak nelayan yang boleh manja, dari kecil kita sudah dibiasakan kuat."
Iya benar juga, saya belum menemukan anak nelayan yang manja, mereka terbiasa kuat, dan tahan 'banting'. Bagaimana tidak, laut adalah salah satu tempat yang tidak bisa diprediksi, dengan tiba-tiba saja badai itu bisa datang, dan mereka mesti bisa menghadapi itu semua.
Bapaknya Rizal sedang mengecek mesin kapal agar bisa dipakai melaut siang ini |
Lets Sailing Capten
Pagi itu Rizal mengajak saya, Candra dan Ikhsan ke rumahnya di Ai Bari. Rencananya dia ingin mengajak kami untuk menjaring ikan di laut. Yeah ini nih ajakan perjalanan yang paling saya suka, tidak melulu mengunjungi destinasi indahnya, tapi mencoba pengalaman-pengalaman baru. Saya bukan nelayan, tetapi ingin rasanya suatu waktu bisa mengarungi laut bersama para nelayan, saya bukan petani, tetapi ingin rasanya suatu waktu saya bisa menjejakkan kaki ditanah berlumpur itu, saya bukan petualang hebat, tetapi ingin rasanya suatu waktu saya bisa mengelilingi indahnya tanah Indonesia. Itu semua hanya satu cara agar saya bisa menjadi insan yang lebih bersyukur.
Menggunakan perahu kayu yang biasa dipakai untuk menjaring ikan kita pun siap mengarungi laut Sumbawa ini. Saya tidak sabar dengan pengalaman-pengalaman yang akan saya dapatkan nanti. Yuhuuuu...
Ini Rizal |
lets sailing Capten |
mengeluarkan air yang masuk ke kapal |
Laut Ai Bari siang ini begitu tenang, cuacanya pun cerah ceria, secerah hati kita yang bergembira karena bisa menikmati pengalaman menakjubkan ini. Mungkin bagi para nelayan atau orang yang memang suka melaut, pengalaman ini biasa-biasa saja, tetapi bagi kami yang hidupnya tidak bersentuhan dengan dunia itu, pengalaman ini begitu menakjubkan, amazing. Sama menakjubkannya dengan pengalaman naik pesawat orang-orang yang belum pernah merasakan itu.
Rizal dengan lincahnya mengemudikan kapal. Dan seperti biasa kita hanya bisa duduk manis sembari beberapa kali menekan shutter kamera untuk mengabadikan momen langka ini.
"Ndak apa-apa ya kita ke tengah laut, saya mau lihat-lihat dulu lokasi yang kira-kira ikannya banyak." Rizal mantap memberitahu kami.
"Darimana kita tahu ikannya ada apa ndak??"
"Ndak tahu juga mbak, saya pake perasaan, biasanya sih kalo ikannya banyak, burung-burung diatas banyak beterbangan, tapi kita seringnya asal tebar jaring terus berdoa semoga ikannya banyak, hehehe"
melepas jaring |
Kalau sudah menemukan lokasi yang tepat, jaring ikannya bisa langsung dilepas. Waktu menunggu ikan terperangkap jaring itu adalah waktu yang paling membosankan menurut saya. Saya meminta kepada Rizal agar kita diperbolehkan berenang dilokasi kita menunggu ikan itu, tetapi Rizal tidak mengizinkan, katanya ikannya bisa lari karena keributan kita. Tapi karena kita semua merengek ingin segera terjun ke laut, Rizal pun mengizinkan, dan akibatnya ya itu tadi, ikannya hanya sedikit yang terperangkap jaring.
maaf Rizal, kami khilaf, ikannya pasti kabur semua |
ini bukan korban air asia ya, hehehe |
Rizal hanya tertawa melihat tingkah kita yang seperti anak kecil, maklumi kami Zal, kami tidak pernah menemukan laut sebersih ini, hehehe. Puas berenang kita langsung naik ke kapal, semuanya pada pusing dan mabuk laut.
Yeah Panen Ikan
Selesai berenang kita bertiga langsung tepar tak berdaya, mabok laut. Tapi ternyata teparnya kita menjadi berita bagus untuk Rizal, tidak ada lagi orang yang ribut-ribut menjadi perusuh ketika menjaring, dan ikan-ikan terperangkap dengan mudahnya ke dalam jaring kita.
Ketika bangun saya kaget sendiri melihat kapal penuh dengan ikan.
"Ikannya banyak sekali chal. Waktu pertama kali jaring, ikannya sedikit yang naik."
"Iya, mbaknya sih ribut, ikannya kan pada lari semua."
Hiks, saya baru tahu kefatalan akibat ribut kita itu, maafkan kami Rizal.
Mengkawal, orang Sumbawa biasa menyebutnya dengan sebutan seperti itu. Ikan ini begitu enak jika dibuat singang, digoreng kering, atau dijemur dibuat jangan bage (ikan kering khas Sumbawa). Saya paling suka jika ikan ini digoreng kering, dan dicocol menggunakan sambal tomat pedas.
panen ikan |
ikannya langsung diserbu pembeli |
Kapal belum menepi sepenuhnya, kami sudah ditunggu oleh keluarga Rizal dan beberapa orang warga yang hendak membeli ikan. Ada rasa yang tidak bisa saya gambarkan disini. Seorang Bapak pergi melaut, dan ada anak isteri yang menunggu dengan harap-harap cemas dirumah, dan bahagia begitu indah terpancar ketika melihat kedatangan itu, seperti itulah perasaan ini.
Menggoreng ikan yang baru kita tangkap |
masak masak |
mari makan |
wah seru ya ikuty panen ikan di laut
BalasHapusseru binggo mbak lidya :D
Hapusuwaaa seru banget mbak,habis nagkep lagsung di goreng,fresh bangettt^^
BalasHapusbangeet mbak....
Hapus:D
saya paling suka makan ikan yang langsung ditangkap seperti ini, soale sebanyak apapun saya makan ga bakal bikin alergi :D
Selain bagus infonya , , mantap juga tuchh . . !!!
BalasHapusterimakasih om :D
Hapusikannya dapat banyak ya, alhamdulillah :)
BalasHapuswah mbak mentep saya seneng liat foto2nya
BalasHapushiihi....
Hapusiyakah?? makasi mas kopi susu :D
Kadang saya iri dengan kehidupan mereka. Saya sebenarnya anak desa, tapi karena terlalu lama di kota, kadang merasa malu ketika ada sebutan "dari kecil harus dibiasakan kuat" :)
BalasHapushehehe, iyakah??
Hapussaya tinggal didesa juga dulunya mas, tapi pas besar Bapak dipindah tugaskan ke kota, jadinya besar dengan kehidupan 'kota'...
bener banget mas, menyenangkan sekali dengan kehidupan desa itu :D
Ini nih perjalanan yg "emejing"..sungguh indah nikmat yg kau berikan tuhan.
BalasHapusNext time,,kita ngebolang lagi mbak. :D
yups, sepakat ikhsan...
Hapusyuk kapan kita ngebolang???
:D
pulau moyo menanti dengan manis untuk didatangi :D