“Kamu
bisa jadi guide tour-ku? Aku mau
pulang ke Sumbawa minggu depan.” Bunyi sms Putry yang membuatku langsung
berjingkrak gembira. Sepertinya radar hati kita sama saat ini, aku sedang
didera kebosanan yang amat sangat, dan perjalanan ini akan menjadi begitu
menyenangkan.
“Dengan
senang hati, Thy, gak sabar nunggu kamu disini.”
Tidak ada hal yang begitu
membahagiakan ketika mendengar kau akan pulang. Walau cuma beberapa hari, tapi
aku berharap pertemuan itu menjadi pengobat kerinduan kita yang mendalam. Aku
berharap perjalanan kita besok bisa menjadi pelepas penat selama bekerja di
kantor. Aku jadi tidak sabar menunggu setiap cerita yang tersaji dalam
perjalanan kita nanti.
Putry
sampai di Sumbawa hari ini, dan kita berencana akan berkumpul di rumah Elly. Ketika
aku tiba di rumah Elly, semua teman-teman sudah berkumpul. Dari dulu hingga
sekarang, dari zaman Elly belum menikah, sampai dia punya suami dan anak,
markas berkumpul kita tak pernah berubah, selalu dirumahnya. Yang terlihat berbeda
diantara kita semua hanyalah Elly dengan perut besarnya. Mataku menyapu seluruh
ruangan, mencari makhluk yang bernama Putry. Adegan yang terjadi selanjutnya
sangat tidak romantis, bukan seperti di drama-drama korea dengan adegan yang melowdrama-nya, tapi ini seperti
pertemuan teletubbies, Lala dan Pho yang berpelukan. Kita sama-sama memiliki
badan dengan stok daging yang lumayan. Sore ini kita habiskan dengan bercerita
banyak hal, tentang pengalaman-pengalaman Putry selama di Jogja, tentang cerita
Elly dengan kehamilan anak keduanya, tentang Maria dan Iis yang lagi sibuk
dengan skripsinya, tentang Ginty yang gagal move
on dengan mantan pacarnya yang sudah dipacari selama 7 tahun. Inilah alasan
mengapa pertemuan itu tidak boleh terlalu sering, agar kita memiliki banyak
waktu untuk saling mendengarkan dan merindukan satu sama lain.
“Jadinya
besok kita kemana?”
“Ke
Pulau Moyo aja, Lu, kan kamu sudah pernah kesana, kamu pasti tahu banyaklah
tentang pulau itu.” Putry menyarankan liburan kita ke Pulau Moyo.
“Aku
sih ndak masalah, yang penting namanya jalan-jalan, ayoklah, hehe.”
“Kamu
ya, Lu, kalau kita ajak kumpul aja ndak pernah bisa, tapi kalau jalan-jalan
pasti bisa, dan rela izin kantor demi jalan-jalan.” Iis yang dari tadi lebih
banyak diam menimpali kami, dan diiringi gelak tawa yang lain.
“Masalahnya
Putry maunya aku yang keren ini jadi guide-nya, gimana dong??” Mereka kompak
menyorakiku dengan kor ‘uuuu’ yang sama. Inilah momen-momen yang kita rindukan,
dimana kita bisa berkumpul dan bercanda bersama seperti ini. Kita bersepakat ke
Pulau Moyo besok.
Terkadang
apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut orang lain, sama halnya
dengan saat ini, ketika aku meminta izin kepada Bapak tentang keberangkatan ke
Pulau Moyo, Bapak langsung menolak memberikan izin, katanya ombak lagi besar
dan berbahaya melakukan penyebrangan. Setengah mati aku merayu Ibu dan Bapak
agar aku diberikan izin, sampai memakai jurus ngambek masuk ke kamar tetapi
beliau tetap pada pendiriannya. Aku memberitahu Putry dan Iis bahwa aku tak
diberikan izin kalau ke Pulau Moyo, dan ternyata mereka berdua juga bernasib
sama denganku. Setelah berunding lewat sms, kita akhirnya setuju untuk ke
Taliwang, Sumbawa Barat, disana ada banyak pantai indah nan eksotisnya yang
bisa kita kunjungi. Aku mengatakan kepada Bapak kalau kita tidak jadi ke Pulau
Moyo, tapi beliau tetap tidak memberikan izin. Beliau menggunakan alasan kecewa
denganku yang mengambil izin kantor hanya untuk jalan-jalan. Intinya semua
alasan penolakan yang disampaikan Bapak adalah agar aku tidak pergi jalan-jalan
jauh, apalagi sampai keluar kota Sumbawa.
“Pak,
saya sudah besar, sudah umur segini masih saja dilarang-larang mau kemana, kan
tumben juga kita keluar. Ayolah Pak, jarang-jarang bisa kumpul dengan
teman-teman SMA kita.” Aku berusaha meyakinkan Bapak agar diberikan izin.
Tetapi Bapak hanya diam, dengan mata yang tak beralih dari layar TV. Aku tidak
bisa membayangkan kalau aku tak bisa pergi besok, karena akulah yang menjadi
otak dari rencana-rencana liburan itu. Ibu mengerling ke arahku, memintaku
untuk segera masuk ke kamar kembali. Dalam situasi seperti ini, sama-sama
bersikeras tidak akan membuat Bapak mengiyakan apa yang aku inginkan. Aku masuk
ke kamar, menarik selimut dan tidur, berharap malam ini ada malaikat baik hati
yang mencolek hati Bapak untuk memberikanku izin liburan besok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^