Tentang sore,
laut dan matahari orange. Sepenggal kata antara aku dan kamu. Tidak ada sore
yang begitu indah di kota ini selain menghabiskan waktu dengan menenggak
segelas kopi panas dengan celupan
roti roma
kesukaanmu. Lalu kita akan bercerita seenaknya tentang apa saja yang terlintas
dipikiran kita. Seperti percakapan kita di sore itu, bisakah para ilmuwan
menciptakan pintu kemana saja Doraemon. Aku mengatakan mustahil. Tapi kamu
ngotot, bisa.
“Dalam bentuk
nyata, tidak mungkin ada yang bisa membuat pintu kemana saja. Tapi zaman
sekarang semua tanpa sekat yang bernama pintu. Kamu bisa tahu tentang Amerika
tanpa harus datang kesana langsung, kamu bisa tahu bagaimana cara membuat tahu
tanpa harus bereksperimen dan wawancara si pembuat tahu. Kamu tahu bahwa ada
banyak hal yang kamu tidak tahu
karena itu.”
“Terus?”
“Baca, Lu, baca.
Buku ada dimana-mana, internet merajalela. Kamu bisa tahu segala hal dengan
mencari di internet. Kamu bisa kemana saja dengan google. Bagiku itu wujud lain
dari pintu kemana saja. Mau ke capadocia? Bisa. Tinggal cari di google. Gampang
kan?” Dia masih keukeuh dengan Google
dan internet adalah wujud lain dari pintu kemana saja. Dunia tanpa sekat karena
makhluk itu, tak ada pintu, tak ada pembatas yang menghalangi semua orang.
Orang di kutub utara bisa berteman dengan orang di Afrika tanpa harus
mengunjungi, mereka bisa bertatap muka tanpa harus bertemu raga. Semuanya
karena kecanggihan internet. Dia juga keukeuh
supaya pembuat komik Doreamon diberi penghargaan karena menciptakan cerita yang
menginspirasi orang untuk think out the
box. Ini bukan penyakit gila Andrea
Hirata, tetapi aku sudah cukup gila mendengar pikiran-pikiran anehnya.
Seperti cerita percakapan-percakapan kita terdahulu, tidak akan ada akhir
sebelum matahari di ufuk barat itu menghilang ditelan ombak tenang kota.
Tentang sore,
laut dan matahari orange. Sepenggal cerita tentang aku dan kamu. Jika ada yang
bertanya padaku dimana pantai terindah di Sumbawa, aku tidak tahu. Aku tidak
mengenal dimana pantai indah nan eksotis disini. Yang aku tahu hanyalah rute
sekolah, rumah, sekolah, rumah. Tapi jika ada yang bertanya padaku dimanakah
pantai yang bagus untuk menikmati matahari
terbenam di Sumbawa, maka aku akan dengan senang
hati mengajaknya ke pantai ini. Pantai dengan sebuah dermaga kecil ditengahnya,
pantai dengan jejeran kapal-kapal nelayan, pantai dengan riuh suara anak-anak
bermain bola setiap sorenya, pantai dengan ribut suara pedagang yang menjajakan
jualannya, pantai dengan matahari tenggelam indah tepat ditengahnya. Tak ada
pasir putih seperti bayangan pantai Kuta Bali, yang ada hanya pasir hitam
dengan sampah-sampah yang terhempas setiap ombak datang. Tak ada wisatawan
asing seperti di Gili Trawangan,
yang ada hanyalah nelayan-nelayan berotot kekar yang setiap sorenya
membersihkan kapalnya dan jaring-jaringnya untuk bisa dipakai melaut esok.
Kadang jika beruntung, kita bisa menyaksikan pertunjukkan piring melayang
keluar rumah, gelas-gelas pecah. Pertengkaran suami dan isteri karena hasil
melaut yang kurang, karena uang tak cukup untuk makan besok,
pertengkaran-pertengkaran yang seharusnya kecil tetapi melebar karena semua
menyangkut urusan perut, tak ada orang yang bisa berfikir rasional ketika perut
dalam keadaan lapar. Beruntung menyaksikan ini, setidaknya kita bisa berfikir
bahwa ada kehidupan yang jauh terpuruk dari apa yang kita rasakan. Sore, laut,
dan matahari orange, tidak melulu tentang keindahan yang membuat kita
mensyukuri nikmat Allah, kehidupan mereka disekelilingmu membuat banyak kata
syukur atas hidup ini tak henti-hentinya keluar dari mulut. Lebih dari itu, di
pantai ini kita pernah bersama, menghabiskan sepotong sore disini.
Tentang sore,
laut dan matahari orange. Kita berjanji disini. Sejauh apapun kita pergi kita
akan kembali pulang.
Hmmmm, menarik. Gak galau lagi kan? Hehehe
BalasHapusstopp galau mas rifqy :D
Hapus