Tentang Sade
So Colourfull |
Sepulang dari Batu Payung
kemarin, kita mampir sebentar ke Desa Sade. Desa ini letaknya tidak terlalu
jauh dengan Bandara Internasional Lombok, memakan waktu sekitar 20 menit. Ini
kali ke berapa saya kesini, entah, tapi saya tak ada bosan-bosannya kesini,
karena setiap kesini selalu ada cerita baru yang akan dibagikan. Sade, ada
banyak cerita tertinggal disini. Sampai pada gerbang utama Desa Tradisional
Lombok ini, kita sudah disambut oleh guide
tour yang juga masyarakat asli desa tersebut. Sebelum berkeliling desa,
kami diberikan sedikit informasi tentang desa asli Sasak itu. Yang unik dari
desa ini adalah terletak pada bangunannya yang lantai bangunannya di pel dengan
menggunakan kotoran sapi yang masih hangat a.k.a baru keluar dari empunya
kotoran. Kata masyarakat setempat, kotoran sapi yang masih hangat sangat bagus
untuk lantai rumah, bisa membuat lantai rumah awet dan tahan lama. Lantai rumah
di desa ini terbuat dari tanah liat, jadi mengepel lantai dengan menggunakan
kotoran sapi ini menjadi ritual wajib kalau ingin lantainya awet sampai nanti.
Jangan khawatir hidung akan terganggu dengan bau kotoran sapinya, karena
setelah kering, lantainya tidak menimbulkan bau apapun.
Ada kerendahan hati mereka juga disini. Bangunan rumah mereka yang rendah dari ruangan utamanya bermakna bahwa siapapun yang masuk, entah itu Bupati, Presiden, atau orang-orang keren lainnya, mereka harus menunduk untuk bisa masuk ke dalamnya, itu artinya bahwa mereka harus menghormati yang punya rumah dan patuh terhadap aturan-aturan yang berlaku di desa tersebut. Ingat pepatah "Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung", pun begitu dengan Sade, masuk kesini artinya menghormati segala aturan yang berlaku disini. Salah satu kearifan lokal yang harus dijaga selamanya.
Ada Banyak Keceriaan Disini
Tangan kang ican gede banget -_- |
pok ame ame belalang kupu-kupu |
Senyum mengembang langsung
terpancar dari wajah Kang Ican ketika melihat bayi mungil ini. Ambil kamera dan
jepret seadanya, Kang Ican langsung pok
ame-ame, bermain dengan bocah cilik itu. Teman-teman yang lain sedang asyik
mendengarkan guide tour memberikan
penjelasan tentang Sade, dan beberapa yang lain sudah mulai berkeliling Sade,
sedangkan Kang Ican masih asyik dengan bayi mungil ini. Muka Kang sih kelewat
unyu, makanya tuh bayi jadi suka, hehehe.
Lombok bukan Primitif
Lombok bukan primitif |
Saya rada-rada bagaimana gitu
kalau melihat tulisan ini, soalnya ketika mendengar kata primitif, otak saya
langsung membayangkan pedalaman Kalimantan, Papua dengan kotekanya. Serius,
Lombok bukan primitif. Memang pembangunan di Timur agak terlambat dibandingkan
dengan yang ada di Barat, tetapi Lombok tidak bisa dibilang primitif. Lombok
Sumbawa sedang berkembang-kembangnya sekarang, pembangunan dimana-mana. Dengan
adanya Bandara Internasional Lombok, diharapkan bisa menjadi pemacu untuk
semakin banyaknya wisatawan yang datang kemari, itu tidak hanya menaikkan nilai
investasi untuk Lombok, tapi juga menghidupkan kepul dapur masyarakat yang
tinggal di daerah-daerah wisata, seperti Sade, Pantai-pantai Selatan, Senggigi,
dll.
Sade, Perempuan dan Tenunan
Perempuan Sade |
Tenunan Sasak |
Tenunan Sasak buatan perempuan Sade yang keren bingitz |
Sade, perempuan dan tenunan
menjadi tiga kata yang tidak bisa terlepas. Ketika bicara Sade, kita juga akan
berbicara tentang perempuan dan tenunan.
“Can I get marry now???” Canda Jong Yi Ji (Blogger asal Singapura)
ketika dia selesai mencoba menenun. Yups, benar, perempuan asli Sade tidak bisa
menikah kalau belum bisa menenun. Tidak ada syarat mesti cantik, mesti kuliah
strata berapa, atau kerja dimana, untuk menjadi isteri idaman disini, cukup
bisa menenun dengan baik, maka itulah isteri idaman yang sesungguhnya. Mau dong
mau jadi isteri idaman, hehehe. Tetapi menenun tidak secantik apa yang kita
lihat lho, perlu kesabaran dan otak yang tenang. Meminta saya menenun sama
artinya dengan menghancurkan karya seni yang telah lama dibangun, hancur ding.
Tangan perempuan Sade yang lemah gemulai ketika menenun, membuat kita betah
berlama-lama menyaksikan mereka menghentakkan kayu yang satu dan yang lainnya,
tetapi mencoba menenun satu menit saja seperti menenun satu jam lebih, sumpah
ribet banget. Kalau kamu bukan orang yang penyabar, jangan coba-coba belajar
menenun, karena itu bisa merusak tenunan yang sudah tertata rapi. Salut dengan
perempuan-perempuan Sade yang tetap setia dengan budaya leluhurnya ini.
Ada banyak hukum adat yang
berlaku di berbagai daerah di Indonesia, dan itu sangat bagus terhadap
perkembangan budaya disana. Ditengah arus modernisasi yang merajalela seperti
sekarang, hukum adat itu sangat membantu terhadap keberlangsungan budaya
setempat. Seperti yang ada di Desa Sade, bayangkan kalau tidak ada aturan yang
mengikat bahwa perempuan Sade tidak boleh menikah kalau belum bisa menenun, bisa-bisa
tenunan akan punah dari Sade, mengingat begitu gaulnya anak-anak sekarang. Daripada
tidak bisa menikah seumur hidup, lebih baik belajar menenun, iya nggak??? Hehehe.
Pliss Jangan Nawar (yang terlalu lebay)
Perempuan hebat, terimakasih nek |
Perempuan Hebat |
Perempuan hebat |
Menenun itu tidak gampang. Jadi
pantaslah untuk kita menghargai mereka, bahkan lebih. Tenunan yang benar-benar
asli Lombok menggunakan benang yang dibuat dari kapas kemudian dipintal menjadi
gulungan benang. Setelah dipintal pun, benang itu mesti melewati tahap
selanjutnya, dan masih banyak tahap lagi sehingga kapas tadi menjadi tenunan
cantik yang terpajang anggun di depan rumah masyarakat Sade. Mereka pahlawan pariwisata
yang sesungghnya. Berpuluh-puluh tahun setia dengan budaya leluhurnya, hingga
keriput menghampiri wajah mereka. Kalau mau menghargai mereka, dan men-support
mereka, cukuplah dengan membeli tenunan mereka. Tenunan itu adalah karya seni
yang penuh perjuangan dan kesetiaan. Seperti yang saya bilang di awal postingan
ini, menenun itu tidak gampang, jadi pliss jangan nawar dong. Walau kita selalu
menghemat anggaran kalau jalan-jalan, tapi kalau sama Ibu-ibu ini dan ingin
membeli tenunan mereka, jangan menawar yang terlalu lebay ya, kasihan Ibu-ibunya. Untuk satu tenunan bentuk kain saja
bisa menghabiskan waktu satu minggu, tenun ikat kepala yang kecil menghabiskan
waktu 2-3 hari, tidak mudah dan cepat bukan?? Tega tidak sih kita, menawar yang
me-lebay badai setelah melihat
pengorbanan mereka dalam menenun. Kita memang tidak bisa membantu mereka dengan
apa-apa , tapi dengan membeli tenunan mereka, itu sudah lebih dari cukup. Itu
wujud apresiasi terbesar kita sama mereka.
Lambung
Miniatur Lambung |
Bundara pada tiag lambung |
Lambung adalah bangunan asli
Lombok. Lambung ini digunakan masyarakat Lombok zaman dulu (sampai sekarang
juga sih) untuk menyimpan hasil panen mereka. Lambung ini jadi maskot bangunan
asli Sasak. Di atap Lambung digunakan sebagai penyimpanan hasil panen,
sedangkan di bawah atap lambung digunakan sebagai tempat leyeh-leyeh a.k.a
istirahat atau sekedar bersenda gurau dengan keluarga. Oh ya, saya baru tahu
kalau fungsi dari bundaran yang ada di lambung itu mengusir tikus. Bentuknya
yang bundar bisa menghalangi tikus untuk naik ke atasnya, setiap tikus mau
naik, si tikus selalu terjatuh ketika melewati Bundaran itu. Ini membuktikan
bahwa orang dulu itu pintar-pintar juga ya. Yaiyalah, Lu, pintar, kalau tidak
pintar maka tidak ada teknologi kece seperti sekarang ini.
Bukannya Narsis, Hanya Dokumentasi DIri Saja ^_^
Saya dan Mas Bolang |
dari kiri ke kanan, Azkia, Dani, Kak Ely, Mas Rifky, Raihan, Mas Teguh, Mas Barry, Mas Bolang, Mas Yudas, Kang Ican, Lulu |
itu siapa ya yang dibelakang, nyempil :p |
dapat tenunan "Tambora Menyapa Dunia" |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^