“Sudah Kak, dan betis saya
berbuah besar setelah dari sana.”
“Haha, biar kamu tahu perjalanan
juga butuh perjuangan.” Aku mengernyitkan dahi, tanda tak setuju dengan apa
yang Kak Ema katakan, iya sih jalan-jalan butuh perjuangan, eh tapi
membayangkan tangganya saja sudah membuatku putus asa sebelum bertarung. Awal
Januari 2014 kemarin aku sudah kemari, dan itu sukses membuat betisku sakit
beberapa hari. Aku tidak ingin mengulangnya kembali, tetapi aku akan sangat
rugi kalau tidak ikut perjalanan ini. Untuk apa ke Lombok, kalau cuma duduk
manis di dalam bis. Berangkat dari hotel tempat kami menginap pukul 09.30 Wita,
tiba di Senaru, Lombok Utara sekitar pukul 12.00 Wita. Setelah makan siang, sholat dan istirahat
sebentar, kami melanjutkan perjalanan menuju ke Air Terjun Tiu Kelep.
Aku jadi teringat lagu dari Ninja
Hatori, “Mendaki gunung, lewati lembah. Sungai mengalir indah ke samudra” Cerita
ini sama dengan lagu yang ada di Ninja Hatori. Jalannya menurun, kemudian menanjak, lewati
sungai berbatu dengan arus yang deras membuat perjalanan ini begitu melelahkan
dan menantang.
perjalanan menuju tiu kelep |
perjalanan menuju tiu kelep |
ini yang paling saya suka, nyebrang di sungai, soalnya kaki berasa langsung adem :D |
Narsis pun butuh perjuangan |
Ini yang dinamakan narsis yang anti mainstream, tidak ada tongsis narsis, yang ada hanyalah tripod narsis. Narsis pun butuh perjuangan, kawan.
Beberapa teman sudah mengeluarkan
kamera, siap mengabadikan momen yang indah ini. Beberapa juga sudah nyebur menikmati dinginnya air Tiu
Kelep. Aku tergoda juga melihat mereka berbasah-basahan seperti itu.
“Zahra, mau mandi???” Tanyaku
pada Zahra, dia seorang blogger asal Bandung.
“Boleh sih, kapan lagi kita
kesini.”
Oke baiklah, perkara baju basah
dan dingin nanti saja kita pikirkan yang penting bisa seru-seruan dulu disini.
siap nyebur... |
Seger... Foto di ambil dari Mas Bolang |
Saya kira teman-teman jalan-jalan saya kali ini adalah orang yang normal, ternyata eh ternyata mereka gokil pakai sangat. Tidak ada kata jaga imej, semua berbaur dan seru-seruan bersama. Ini mungkin ya yang membuat para travel blogger tampak imut dari usia sebenarnya, karena selalu bahagia dimanapun berada.
Bertemu Mario Teguh
Rayyan Haris, Mas Adi, dan Aku |
“You are not fat.” Selorohnya disela-sela perjalanan pulang kami
dari Tiu Kelep. Ini pertama kalinya ada yang mengatakan padaku bahwa aku tidak gemuk. Tersanjung #manatisumana
“Aku bingung kenapa perempuan
mesti minder dengan badan yang gemuk, badanmu tidak gemuk. Katika kamu bahagia,
itulah yang paling penting.”
“Don’t care what people say. Kenapa kamu mesti pusing dengan apa
yang orang katakan, hidupmu adalah milikmu bukan orang lain, maka lakukan apa
yang membuatmu bahagia bukan melakukan apa yang membuat orang lain bahagia.”
Kira-kira itulah arti dari apa yang dia katakan padaku siang itu. Kata-katanya
dalam Bahasa Inggris membuat otakku bekerja cepat mengartikan apa yang dia
katakan, dan tentu saja aku juga mesti berfikir lebih keras juga untuk
menanggapinya dalam Bahasa Inggris, walaupun tak sefasih mereka yang terbiasa
ber-english ria, setidaknya aku
mengerti sedikit, jadi tidak memalukanlah.
Jalan menanjak, kemudian menurun
lagi, dengan nafas yang memburu tidak terasa begitu melelahkan seperti perjalanan ketika berangkat tadi, karena
disampingku ada ‘Mario Teguh’ yang setia memberiku petuah bijaknya. Ini pertama kalinya setelah dua hari acara TW
Gathering ini aku terlibat percakapan serius dan lumayan lama dengannya.
Namanya Rayyan Hariss, travel blogger
dari Malaysia. Jangan tanyakan padanya kemana saja dia sudah melalang buana.
Usai acara ini saja, dia akan menjejakkan kakinya (lagi) ke Australia. Badan
yang lumayan besar tidak menjadi alasan baginya untuk tidak bisa melihat betapa
indahnya dunia ini. Pertama kali melihat perawakannya, aku sangsi apakah dia
bisa melewati tangga yang menurun dan menanjak, dengan jalan terabas hutan yang
tidak dekat, tapi ternyata dia bisa, tanpa ada acara geret-menggeret seperti
kasusku kemarin ketika susur pantai.
Ketika berangkat tadi, aku malah tertinggal jauh dengannya. Sepulang
dari tiu kelep aku tidak banyak melenguh seperti berangkat tadi, entah kenapa
aku mulai menikmati perjalanan ini.
“Jalan-jalan tak perlu uang
banyak, aku bisa ke Jepang dan tinggal lama disana karena aku menjadi volunteer bencana Tsunami beberapa waktu
yang lalu. Aku memanfaatkan momen itu untuk membantu orang lain, dan aku juga
bisa ke Jepang.” Dia kembali bercerita tentang pengalaman perjalanannya. Aku
semakin terkesan dengan semua cerita-ceritanya. Lelahku lumayan berkurang
dengan ceritanya, setidaknya perhatianku terhadap tangga yang banyak dan jalan
yang jauh mulai berkurang dan fokus ke ceritanya. “Aku ingin orang-orang
khususnya pembaca blogku bisa mengambil inspirasi dari apa yang aku tuliskan
disana.”
Beberapa teman sudah mendahului
kita di depan. Bajuku yang basah membuatku menggerutukkan gigi, tanda dingin
mulai menyerang. Rayyan melihat saluran air (kanal) yang kita lewati, dia
tertarik mencobanya, dengan harapan dia bisa hanyut terbawa arus ketika masuk
kedalamnya, tapi airnya yang tidak terlalu dalam membuat badannya mentok dan
tidak bisa terbawa arus. Rayyan kecewa dan naik kembali ke atas jalan melaui
darat bersama kami. Selalu saja ada tingkah uniknya. Satu yang aku ingat dari
perjalanan ke Tiu Kelep ini adalah mensyukuri apa yang kita punya adalah hal
terbaik dari apapun. Mengeluh tidak akan ada artinya. Perjalanan tidak semata-mata untuk melihat tempat-tempat yang indah, tetapi untuk mengerti apa itu arti sebuah perjuangan.
tongsisinya sangat inspiratif. tak ada tongsis, tripodpun jadi
BalasHapusmas yandi, tongsis yang antimainstream, hihihi
HapusPerjalanan menuju Tiu Kelep nya yang keren sekali. Saya suka gaya penulisan ADMIN nya yang sudah memenuhi kaidah Jurnalistik. Foto dengan teks, dan ada JUDUL di chapter chapter lainnya, Memudahkan pembaca dalam memahami artikelnya
BalasHapushehehe, makasih kang Asep...
Hapus:D
Mantap bngt Mba Lulu, seru banget.. Itu air terjunnya bisa di pindahin bentar ke Bdg ga ya. Haha
BalasHapusbisa sih, tapi kita barter, tiu kelep ke Bandung, terus taman bunganya ke Sumbawa, hehehe
HapusSaya setuju, Lulu. Tiu Kelep ini memang cantik. Oiya, koreksi sedikit, Rayyan bukan dari Singapura, dia dari Malaysia :)
BalasHapusoh dari malaysia toh mas adi?? soalnya gak bisa bahasa melayu sih, jadi saya kiranya dari singapura :D hehehe
Hapuspikirkan ujungnya ya kalau menemui tangga yang banyak :)
BalasHapusiya mbak....
Hapusperjuangannya kerasa bangeet :D
ehhhh....klo namaku disebut2,,apalagi berkali-kali...jadi harus di link-kan ke blog-ku..whahaha...
BalasHapushehehe....
Hapussiap bu bos...
:D
wah ini dia... foto narsis yang terakhir kece bingitz hehehe
BalasHapusmas yudas, iya mas, kece abis nih foto yang terakhir.....
Hapusfoto yang penuh perjuangan :D
Itu bukan tongsis, tapi trisis=tripod narsis :D
BalasHapusmas rifqy,, trisisnya anti mainstream....
Hapus:D