pelabuhan kayangan lombok di waktu malam |
Kalau boleh jujur saya adalah
orang yang paling suka ‘galau’ ketika hendak melakukan perjalanan jauh keluar
kota. Pertama, saya susah mendapatkan izin Ibu yang horornya melebihi izin
kantor, dan kedua saya paling malas untuk packing
(semua barang dilemari maunya saya angkut, padahal pergi hanya beberapa hari).
Tetapi undangan nikahan teman kantor ke Lombok pada Minggu ini sangat berat
untuk tidak dihadiri, selain karena dia merupakan teman seruangan a.k.a bos di
kantor, dia juga teman semasa kuliah, yah jadinya tidak enak saja jika tidak
menghadiri momen sakralnya itu.
“Bu, boleh saya ke Lombok minggu
ini?? Nikahan teman.”
“Jam berapa berangkat? Sama siapa
aja? Motoran? SIM-mu kan mati.” Pertanyaan beruntun Ibu yang membuat saya shock sebelum mengambil hatinya untuk
diberikan izin. Nasib anak gadis yang memang tidak gampang untuk bisa
kemana-mana semau hati.
“Sama temen kantor, Bu. Iya kita
motoran semua, biar gampang nanti ke acara nikahannya.” Alasan dari A sampai Z
saya keluarkan untuk bisa ‘diiyakan’ Ibu.
“Iya boleh berangkat, tapi siang jalan dari
Sumbawa biar ndak kemalaman.”
Ingin rasanya teriak
jingkrak-jingkrak mendengar izin dari Ibu itu. Malam itu juga saya packing semua barang yang saya butuhkan,
bongkar-bongkar lemari, memilih dan memilah mana yang harus dibawa dan mana
yang tidak. Menghadiri nikahan sekaligus jalan-jalan ke Lombok, asyik.
Ngaret 2,5 Jam
Jum’at 5 Juni 14.30 Wita
Lagi dimana? Saya sudah dirumahnya ini.
Bunyi sms saya kepada Melda,
teman kantor yang akan berangkat bersama ke Lombok siang ini. Dalam hati saya
sudah membatin pasti akan ngaret jalannya. Jam segini saja belum ada satu pun
teman yang muncul. Ibu sedari tadi sudah menelepon menanyakan apakah saya sudah
jalan atau belum. Satu jam berlalu tanpa kepastian keberangkatan yang jelas.
Satu orang teman lagi yang harus ditunggu, karena ada beberapa ‘kejadian’
mendadak yang membuat dia lama meninggalkan rumah. Kalau menggunakan travel,
tidak masalah mau berangkat kapan pun ke Mataram, tetapi ini menggunakan motor,
sangat rawan jika melakukan perjalanan malam-malam, khawatir terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan diperjalanan nanti, semisal ban motor pecah, kehabisan
bensin atau yang lebih parah ketemu pembegal, kan bisa gawat itu, apalagi yang
berangkat semua adalah perempuan. Adzan ashar sudah berkumandang, Ibu pun
semakin gencar menelepon saya, dengan amat sangat terpaksa saya mengatakan
bahwa saya sudah diperjalanan. Khawatir jika Ibu mengetahui jika sesore ini
saya masih di Sumbawa, izin berangkat ke Lombok akan dicabut kembali. Ibu,
maafkan anakmu yang harus berbohong padamu.
Setelah menunggu lama, kita
akhirnya berangkat juga. 17.00 Wita kita meninggalkan Sumbawa, Dua jam setengah
bukanlah waktu yang sebentar untuk menunggu, yang jika digunakan untuk
berangkat, kita telah tiba di Pelabuhan Poto Tano sedari tadi. Terhitung empat
orang perempuan nan kece yang akan berangkat ke Lombok, saya dan tiga orang
teman kantor lainnya. Kejadian yang tidak bisa diprediksi pertama, dapat jam
karet selama dua setengah jam, kece. Bismillahhirrahmirrahim,
semoga perjalanan ini lancar-lancar saja.
Ban Motor Pecah
“Mbak hati-hati ya, motornya ini
agak ngepot.” Pesan Mbak Lia sebelum kita berangkat.
“Siap Mbak.”
Belum juga keluar gapura Kota
Sumbawa, kejadian yang tidak bisa diprediksi untuk kedua kalinya datang, ban
motor pecah. FYI, Mbak Melda dan Mbak Fitria telah meninggalkan kita jauh di
depan. Sesuatu sekali, mana disekeliling tak ada tanda-tanda penambal ban.
Ternyata ngepot itu bukan karena motornya bermasalah, tapi memang bannya yang
kempes. Dasar kita perempuan, tidak bisa membedakan mana ngepot dan mana ban
motor yang kempes. Cukup lama kita menggeret motor hingga menemukan tempat
tambal ban. Pukul 17.30 Wita kita masih berada di Kota Sumbawa. Emaaaak, maafkan anakmu yang telah
membohongimu. Tiba-tiba ingat telepon dengan Ibu beberapa jam yang lalu
tentang saya yang sudah jalan meninggalkan Sumbawa, padahal masih diam
ditempat. Memang sih tidak mungkin orang tua mendoakan anaknya yang
tidak-tidak, tetapi Allah Maha Tahu. Pelajaran moral nomor kesekian, jangan
pernah coba-coba membohongi orang tua, karena pasti akan ada sesuatu yang didapatkan.
Selang beberapa jenak penantian
ban ditambal, Ibu menelepon menananyakan lokasi saya, kali ini saya tidak mau berbohong,
saya mengatakan sejujurnya dan seperti dugaan saya Ibu mencak-mencak diseberang
sana ketika tahu saya masih di dalam Sumbawa dengan kondisi motor yang
bermasalah. Tapi yah namanya juga Ibu, semarah apapun beliau dengan anaknya dia
tetap mendoakan semoga perjalanan akan lancar-lancar saja dan tidak menemui
halangan seperti ini lagi. Ah Emaaaak T_T
ban pecah... |
Gaspol
Matahari sedang cantik-cantiknya
memancarkan sinarnya ketika kami melanjutkan perjalanan. Gaspol pokoknya.
Jalanan Sumbawa yang sepi dan mulus semakin menambah ‘kekhilafan’ kita dalam
memacu gas motor. Ceritanya mengejar waktu untuk segera tiba di Pelabuhan Poto
Tano. Dalam perhitungan dengan kecepatan 80 km/jam, bisalah tiba di Tano dalam
waktu dua jam. Hanya ada satu hal yang ditakutkan di jalanan Sumbawa untuk
ngebut seperti ini adalah hewan yang suka tiba-tiba melintas ditengah jalan.
Oleh karena itu, walaupun gaspol, mata dan tangan harus tetap waspada.
Kekhawatiran akan hewan yang
tiba-tiba melintas memang terjadi, beberapa kali harus mengerem mendadak karena
hewan yang melintas, belum lagi serangga-serangga kecil yang banyak beterbangan
diwaktu sore menjelang malam seperti ini, jumlahnya yang ratusan seperti hujan
yang jatuh di kaca helm. Benar-benar sesuatu yang ‘keren’. Perjalanan ini
seperti berkejaran dengan waktu, takut jika sampai tengah malam tiba di
Mataram. Takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti diperjalanan awal
tadi, ban pecah. Mana ada tambal ban yang buka tengah malam begitu. Berkejaran
dengan waktu itu juga yang membuat saya kehilangan konsentrasi hampir menabrak
pengendara motor yang lain, dilain sisi saya harus terburu-buru tiba di
pelabuhan, disisi lainnya saya suka takut memacu motor dengan kecepatan yang
tinggi.
Pelajaran moral nomor sekian
adalah, safety first yang utama, daripada
terburu-buru dan mengakibatkan ‘grogi’ yang
harus berkejaran dengan waktu seperti itu, perjalanan yang harusnya dinikmati
jadinya kacau.
Bonus Perjalanan
Bonus perjalanan itu adalah
berada ditengah laut malam-malam dengan bulan bulat terang yang mempesona. Jadi
ingat beberapa momen diperjalanan dengan bulan benderang seperti ini juga, ah
jadi ingat kamu juga, iya kamu ^_^. Ombak tenang, bulan cantik menemani
penyebrangan kita, sempurna dan romantis.
Purnama di atas laut antara Tano Kayangan :D |
menunggu |
Ahai, jadi kangen nyebrang Kayangan-Pototano dan sebaliknya tahun lalu, kangen juga jalanan khas Sumbawa :)
BalasHapussumbawa memang ngangenin mas :D
Hapusayyo ngebolang ke sumbawa lagi, mumpung lagi cantik2nya :D
sumbawakampung halaman aku
Hapus