guru dan anak-anak SDN Talagumung |
Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa, bukan hanya bualan kosong amanat Undang-undang Dasar 1945,
tetapi hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh semua anak bangsa. Ketika
ribuan orang berbondong-bondong untuk antri masuk di sekolah ternama, ketika
para pemangku kepentingan sibuk membicarakan tentang ujian nasional bagusnya
menggunakan komputer atau tidak, ketika segala informasi begitu mudah
didapatkan hanya dengan sekali klik di ujung jari, ternyata ada anak-anak di
dusun terpencil nan kaya sumber daya alam yang belum bisa menikmati kenyamanan
seperti itu. Jangankan berbicara bagusnya ujian nasional menggunakan komputer
atau tidak, melihat rupa komputer saja mereka belum pernah. Ilmu yang bagi
jutaan rakyat Indonesia begitu mudahnya didapatkan hanya dengan sekali klik di
ujung jari mereka, anak-anak di dusun tersebut malah harus berebutan membaca
buku yang sama setiap harinya. Di tengah keterbatasan yang serba kekurangan,
ada pemuda-pemuda hebat yang tak henti-hentinya menyalakan lilin harapan itu.
Sudah lelah rasanya, jika hanya merutuk kenapa dusunnya masih tertinggal
seperti ini, kenapa pendidikan hanya menjadi dongeng manis bagi mereka.
Daripada merutuk kegelapan, lebih baik menyalakan lilin-lilin. Itu pula yang
mendasari mereka untuk membuat SD Fillial atau SD cabang untuk membantu
anak-anak dusun tersebut mendapatkan hak yang sama, mengenyam pendidikan yang
layak, sama dengan jutaan anak Indonesia lainnya.
jalannya ya kayak gini, duuuuh bikin encok |
Sumbawa selama ini dikenal sebagai daerah yang kaya raya, dengan potensi
tambang dan sumber daya alam yang melimpah ruah, tetapi nasib Sumbawa masih
sama dengan daerah di kawasan timur lainnya. Kaya raya tetapi miskin dari segi
pendidikan dan infrastruktur yang layak. Ada satu desa di Kecamatan Batulanteh,
Kabupaten Sumbawa yang merupakan penghasil kopi terbaik di Sumbawa, tetapi letaknya
sangat terisolir. Akses transportasi sangat
susah dan terkesan ekstrim, jalan berbatu dengan kubangan lumpur membuat jalan
begitu susah dilalui. Satu-satunya transportasi umum yang bisa digunakan untuk
menuju Desa Tepal adalah Hardtop,
sejenis mobil offroad yang telah dimodifikasi untuk bisa melalui jalan yang
ekstrim. Jarak tempuh dari pusat kota
Sumbawa sekitar 60 km, tetapi karena jalannya yang jelek perjalanan bisa memakan
waktu selama 6 jam, bahkan bisa menginap diperjalanan.
Dusun Talagumung adalah dusun terjauh dari Desa Tepal. Untuk menuju ke
dusun tersebut kita harus berjalan kaki selama tiga jam perjalanan, melewati
hutan dan menyebrangi sungai dengan arus yang lumayan besar. Terhitung ada 27
Kepala Keluarga yang mendiami dusun tersebut, dengan 14 rumah panggung yang
terbuat dari bilah papan dan anyaman bambu. Sebagian besar sumber utama
penghidupan mereka adalah petani kopi. Selain berkebun kopi, Mereka juga menanam
padi ladang dan sayuran lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tidak ada listrik yang mengaliri dusun ini. Satu-satunya sumber listrik yang
bisa digunakan adalah listrik tenaga surya, yang hanya digunakan sebagai
pengeras adzan di mushalla. Untuk kebutuhan penerangan lainnya, mereka
menggunakan lampu minyak dan senter yang dibeli dari Desa Tepal. Ketiadaan
akses jalan menuju dusun tersebut merupakan factor utama pendidikan di dusun
tersebut terhambat. Sejak dulu, anak-anak yang sudah memasuki usia sekolah
harus hijrah ke Desa Tepal untuk mengenyam pendidikan dasar. Di Desa Tepal,
anak-anak tersebut dititipkan oleh orang tuanya kepada sanak famili atau
kerabat dekat yang tinggal disana. Menitipkan anak-anak di rumah keluarga di
Desa Tepal untuk bersekolah adalah satu-satunya pilihan bagi para orang tua di
Talagumung untuk bisa melihat anaknya mendapatkan pendidikan, karena tidak
mungkin anak-anak kecil tersebut pulang pergi berjalan kaki menembus hutan
setiap harinya, ditambah lagi jalan setapak itu bukan jalan yang aman untuk
dilalui anak-anak. Berangkat dari keterbatasan dan permasalahan pendidikan
itulah, membuat para pemuda dusun tersebut tergerak, bernisiatif untuk membuat
SD Fillial atau cabang. Berkat swadaya dan gotong royong masyarakat dusun,
dibangunlah SD Talagumung Fillial SDN Tepal dengan kondisi bangunan yang masih
sangat sederhana dan ala kadarnya yang terbuat dari bilah-bilah papan dan atap
bambu. Lantainya pun masih menggunakan lantai tanah, dan bisa dipastikan ketika
musim penghujan tiba, sekolah itu akan becek.
proses belajar mengajar di dalam kelas |
anak-anak SDN talagumung |
Ada empat orang guru yang menjadi
pengajar sukarela di SD tersebut, mereka semua adalah pemuda asli dusun
tersebut, salah seorang diantara mereka adalah sepasang suami isteri. Suami
isteri ini pulalah yang menjadi penggerak berjalannya SD Fillial ini. Sejak
menikah dan pulang ke dusun kelahiran, mereka tergerak untuk menghidupkan
sekolah tersebut, agar memudahkan anak-anak bersekolah dan tidak harus
meninggalkan orang tua ke Desa Tepal seperti apa yang mereka alami dulu. Ati
adalah penduduk asli Dusun Talagumung, sejak SD hingga SMA dia sudah keluar
dusun tersebut untuk bersekolah. Dari dulu Ati dikenal sebagai murid yang ulet
dan berprestasi, hingga SMA dia berhasil bersekolah di SMA ternama di Sumbawa.
Atas keuletan dan kerja kerasnya itu pulalah yang membuat dia ditawari untuk
bekerja di salah satu kantor di Sumbawa, tetapi dia menolak dan lebih memilih
untuk pulang ke kampung halaman bersama sang suami tercinta. Saf juga seperti
itu. Nasibnya sama dengan nasib anak-anak Tepal lainnya, ketika sudah memasuki
usia sekolah, dia harus keluar rumah dan jauh dari orang tua hanya untuk
bersekolah. Pengalaman-pengalaman masa kecilnya yang jauh dari orang tua,
merasakan susahnya bersekolah dengan segala keterbatasan itulah yang mendorong
suami isteri ini untuk terus menggerakkan sekolah ini. Para pengajar yang
mengabdi di SD ini semuanya lulusan SMA yang terletak di Kota Sumbawa. Bahkan
ada satu diantara mereka adalah lulusan pondok pesantren di Kabupaten Sumbawa
Barat, usianya sangat muda masih 20 tahun. Sejak dibentuk tahun 2007 yang lalu,
hingga sekarang belum ada sedikit pun perhatian pemerintah terhadap sekolah
ini. Bahkan gaji yang diterima didapatkan selama tiga bulan sekali, dengan
jumlah sebesar Rp. 75.000. Masih sangat jauh dari kata layak untuk pengabdian
mereka yang luar biasa. Sebulan sekali, pasangan suami isteri ini turun ke
Sumbawa untuk membeli kebutuhan hidup mereka, beberapa keperluan sekolah
seperti kapur dan alat-alat tulis untuk anak-anak juga tak lupa mereka beli,
dan semuanya berasal dari kantong mereka sendiri. Bukan sekali dua kali mereka
mengaspirasikan suara mereka tentang sekolah tersebut, tetapi pemerintah seakan
menutup mata terhadap permasalahan di desa mereka. Izin operasional sekolah
juga hingga saat ini belum bisa dikantongi.
bang fathul lagi main sama anak-anak(nya) hahahaa |
wefieeee |
*Tulisan
pada bulan April 2015, pada saat mengikuti Eagle Awards Documentary Competition
yang akhirnya gagal menuju 10 Besar.
Ide
cerita ini juga muncul ketika melakukan perjalanan ke Tepal bersama bang Fathul Rakhman pada tanggal 1 Mei 2015. Pasca perjalanan ke Tepal ini juga, banyak
tulisan tentang Tepal yang diterbitkan bang Fathul di Koran Lombok Post,
tulisan-tulisan itu juga yang akhirnya membuat banyak orang yang melirik ke Tepal,
khususnya Talagumung. Beberapa komunitas kepemudaan di Sumbawa turun tangan
untuk membantu membuat sekolah di SD Talagumung itu menjadi lebih layak untuk
anak-anak bersekolah. Sekarang sekolahnya sudah
Ya Allah terharuuu, semoga para gurunya diberi kesehatan dan kelancaran juga rejeki melimpah aamiin
BalasHapusAmin Ya Rabb..
Hapusiya mba.. alhamdulillah sekarang sekolahnya sdh dalam kondisi yang baik:D