Kamis, 04 Mei 2023

Pasukan Berani Malu on Vacation

Ibu Bapak dengan view di atas Bukit Pantai Hulu Air

Asal Nama Pasukan Berani Malu
Masih tercetak jelas di dalam ingatan saya, asal mula nama Pasukan Berani Malu ini tercetus. Atok, panggilan kita untuk Nenek, memiliki 9 orang anak, dengan 21 orang cucu. Belum lagi cucu dari Jidah, saudara Atok saya. Yang kalau dihitung secara keseluruhan, jumlah cucunya sebanyak 32 orang. Saat itu, kendaraan yang dimiliki Atok, hanya mobil pick up tua. Setiap lebaran, kita semua naik pick up itu untuk mengunjungi rumah keluarga. Ketika keluarga Atok yang lain,  menaiki mobil mewah, apalah kita yang hanya bisa berbahagia menggunakan mobil pick up tua, yang kalau naik tanjakan suaranya meraung-raung sangat keras minta ampun. Tapi alhamdulillah-nya, tidak ada rasa malu atau pun minder karena kendaraan yang kita naiki, malah kita asyik tertawa heboh selama perjalanan sambil menikmati jajan lebaran hasil jarahan dari rumah ke rumah. 
"Tunggu di mobil aja ya, anak-anak jangan ada yang ikut turun, biar orang tua saja yang masuk." Kata Atok mengingatkan kita, jika sudah hampir sampai ke rumah keluarga yang dituju. Bukannya apa, Atok tidak kuat menahan malu jika semua cucunya turun dari mobil. Bayangkan puluhan krucil itu akan ikut masuk, dan seketika menginvansi rumah yang kita datangi. Jajan lebaran yang tadinya terisi penuh, tiba-tiba menjadi kosong dan berpindah tempat ke tas masing-masing anak. Belum lagi suara riuh tawa kita yang membahana. Sekali dilarang, eh malah semakin keras ketawanya. Ada saja hal receh yang membuat kita tertawa tanpa henti. 
"Ini ni Pasukan Berani Malu, rasa malunya sudah ketinggalan semua di rumah tadi, lupa dibawa pas berangkat." Komen para orang tua, melihat kelakuan anaknya yang membuat banyak-banyak istigfar. Saat itu, kita semua masih kecil, tidak ada rasa jaim sedikit pun. Ketika dipersilahkan makan, ya kita akan makan. Ketika ada hal lucu, ya kita tertawa. Gara-gara kelakuan kita yang selalu buat onar saat itu, membuat nama "Pasukan Berani Malu" tersemat sebagai nama panggilan untuk cucu Atok dan Jidah. 
Sekarang cucunya sudah besar-besar semua. Yang paling besar usianya 33 tahun, dan paling kecil 9 tahun. Sudah tidak ada lagi adegan yang membuat orang tua ngelus dada ketika berkunjung ke rumah keluarga. Semua sudah memasang mode jaimnya masing-masing.
Perjalanan
Selain halal bihalal, main ke tempat wisata menjadi satu hal wajib yang dilakukan setiap lebaran. Selain sebagai sarana refreshing, juga bisa sebagai pererat hubungan antar keluarga. Kita yang ketemu sekali setahun, bisa quality time dengan melakukan perjalanan bersama. Pantai, menjadi pilihan wajib kita. Keluarga saya dan pantai seperti magnet yang saling tarik menarik. Tidak bisa lepas. 
"Jadi kemana besok?" Tanya saya ketika kumpul-kumpul untuk membahas rencana perjalanan. 
"Ke Ai Limung aja, sepi pantainya. Tapi harus pagi jalannya biar ndak panas." Saran Dwi, sepupu saya. Di musim lebaran seperti ini, bisa dipastikan semua pantai pasti akan ramai. Menemukan pantai yang sepi tidak semudah mendapatkan THR di hari raya. Dulu kita sering bermain ke Pantai Labu Sawo, dan Batu Kuping, jarak dari rumah ke pantai itu tidak begitu jauh, hanya 15 menit perjalanan. Tetapi sejak ada pembangunan jalan di sepanjang Samota, pantai itu mendadak ramai pengunjung. Setiap hari selalu ramai, apalagi ketika musim liburan seperti ini. Pasukan krucil kita terlalu bar-bar jika dilepas di tempat yang ramai seperti itu, susah sekali dikontrol. Bisa-bisa mulut para orang tua berpindah tempat, dari depan ke belakang hahaha. Selain itu, sangat tidak nyaman juga jika harus berada di tempat yang ramai, jiwa introvert tiba-tiba meronta ingin segera pulang jika berada di keramaian. Karena beberapa pertimbangan itu, akhirnya Pantai Hulu Air yang ada di Desa Ai Limung, Kecamatan Moyo Utara, menjadi pilihan perjalanan kita. Jarak dari Sumbawa Besar ke Desa Ai Limung, lumayan jauh juga. Memakan waktu setika 45 menit hingga 1 jam perjalanan. 
Setelah lewati jalan beraspal, kita dihadapkan jalan yang kayak gini hahaha

Lewat kebun jagungnya orang


"Masih jauh ndak?"
"Deket kok, lagi satu belokan nyampe." Katanya. Tapi nyatanya, sudah berapa belokan, tanjakan dan turunan, kita belum tiba di lokasi. Harusnya sebagai sesama orang Sumbawa, kita sudah saling paham sifat asli kita. Jangan pernah pernah percaya kalau orang Sumbawa bilang "bentar lagi sampai", sungguh itu hanyalah pemanis kata untuk membuat hati tenang. 
Bukit di Pantai Hulu Air


Mengabadikan kenangan
Pantai Hulu Air
Rasanya waktu 1 jam perjalanan terbayar lunas dengan keindahan Pantai Hulu Air. Mata kita langsung dimanjakan dengan pemandangan yang indah nan eksotis ala pantai di Sumbawa. Pantainya benar-benar sepi pengunjung, dan ada banyak pohon asam besar yang bisa dijadikan sebagai tempat berteduh. Di depan kita terbentang jelas Pulau Moyo, dengan Pantai Tanjung Pasir tepat di depannya, dan penampakan Gunung Tambora tepat di sisi kanannya. Jarak pantai dengan kota yang lumayan jauh ternyata ada untungnya juga, pantainya jadi sepi, airnya jernih. Pantai ini sangat recomended untuk dijadikan tempat healing agar jiwa menjadi tenang dari hiruk pikuk kota yang terlalu membisingkan. Kalau Pantai Hulu Air berada di dalam kota, bisa dipastikan akan sangat ramai pengunjung, dan akan dipenuhi oleh warung-warung penjual makanan, dan mainan. Niat hati ingin refreshing, malah jadi pusing dengan segala kebisingan. 

2 krucil yang gak bosan-bosannya berendam. Lihat airnya jernih sekali,

Pantai Hulu Air seperti diinvasi mendadak oleh Pasukan Berani Malu. Bayangkan betapa ramainya pantai ini oleh kita. Ada 3 mobil yang terisi penuh Pasukan, dan ada 5 motor. Pantai yang tadinya sepi, mendadak ramai. Belum lagi kalau para Ibu-ibu sudah berteriak memarahi anaknya untuk tidak terlalu ke tengah laut mainnya. Dari pertama kali tiba, sampai akan pulang, semua Pasukan masih asyik berendam. Airya sangat jernih, sejuk, dan tanpa batu karang. Jadi anak-anak bisa bermain dengan bebas, tanpa takut kaki terluka  terkena karang. Dan yang paling menyenangkan dari pantai ini adalah, ada goa kecil tepat di tepi pantai, yang bisa kita jadikan tempat berteduh. Ketika kepala mulai terasa panas karena matahari yang menyengat, kita bisa langsung masuk ke dalam goanya untuk ngadem sambil berendam. Pantai Hulu Air ini benar-benar terbaik.
Ini yang saya bilang kayak goa 😂


"Pulang, pulang." Teriak para Ibu-ibu memanggil anaknya untuk segera keluar dari dalam air laut. Afia dan Muhammad keluar dengan bibir yang membiru, dan kulit yang memerah. Bayangkan dari pagi, sampai sore hari, mereka berdua yang tidak bosan-bosannya berendam. Ibunya sampai geleng-geleng kepala melihat penampakan anaknya usai keluar dari laut. 
Semua barang bawaan sudah di-packing dan dimasukkan ke dalam mobil. Tempat kita istirahat selama di pantai tadi pun sudah dibersihkan, jangan sampai kita datang dalam keadaan bersih, tetapi pulang dengan meninggalkan sampah-sampah yang berserakan. Waktunya kembali ke rumah masing-masing. Momen kumpul-kumpul dan jalang bareng seperti ini, akan menjadi momen yang selalu dirindukan setiap tahunnya. Saya sering pulang ke Sumbawa, tetapi untuk berkumpul semua Pasukan hanya bisa ketika lebaran saja. Jadi waktu libur lebaran yang hanya beberapa hari ini dimanfaatkan sebaik mungkin untuk silaturahmi, dan jalan-jalan bersama keluarga. Panjang umur dan sehat selalu Pasukan, semoga lebaran tahun depan kita bisa melakukan perjalanan bersama lagi, dengan Pasukan yang lebih banyak lagi. 

13 komentar:

  1. Kunjungan balik mbak..saya dulu pun waktu kecil sama kayak gitu mbk..tapi bukan lebaran melainkan jalan ke pantai naik mobil truk...duduk rame "ga ada rasa malu dan seneng aja..namanya bocil😀..memang saat gede anak"yg tadinya Deket mulai menjauh ya .mungkin malu..jaim..hehehhe
    Mbk nya dari Sumatra kah..panggilannya Atuk dan jida

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mbak, salam kenal ya. Memorable banget si emang kenangan2 masa kecil itu hehehe
      Ohya? Di Sumatra panggilannya itu juga ya? Sy ga ada keturanan Sumatra si, tapi di keluarga emang panggilannya Atok dan Jidah. Kebetulan ada keturanan Arab dari keluarga besar Atok dan Jidah.

      Hapus
    2. Iya mbk..kebetulan ada kakek nenek yg di panggil Atuk dan jida..padahal ga ada darah"Arabnya😁eeh jangan"memang panggilan karena keturunan Arab yaa...kayak Abi Umi,saya nya donk yg kudet 😁

      Hapus
    3. Hehehehe iya Mbak. Tapi panggilan Atok juga memang panggilan Nenek/ Kakek si dalam bahasa Melayu. Kalau Jidah itu artinya Nenek dalam Bahasa Arab, jadi ya sama aja si
      Apapun panggilannya yg penting artinya bagus mba :)

      Hapus
  2. Wah seru banget ya, cucunya atok banyak banget kayak cucunya embah saya tapi kalau lebaran pada pergi sendiri-sendiri. Jadi nggak semeriah itu.
    Kalau liburan itu emang enaknya cari tempat yang nggak begitu ramai ya. Soalnya saya pernah liburan ke tempat wisata pas tahun baru, bukannya liburan malah kayak antri sembako, ramenya MasyaAllah😭 mau jalan aja syusah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehee iya Mbak. Kita rumahnya dekatan, kayak sekomplek gitu sekeluarga semua, jadi enak kalo mau kemana-mana bareng.
      Benar sekali, jalan2 itu emang enaknya ke tempat yang ga ramai, biar menikmati suasana dan quality time bisa lebih dapat :)

      Hapus
  3. sungguh luar biasa
    mau menjaga kebersihan, tidak meninggalkan sampah di pantai
    seandainya semua wisatawn begitu, pastinya pantai terjaga ya
    wah waktu perjalannya lumayan lama tu
    belum lagi akses jalannya yang masih alami, dan sangat alami.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mas, jaga kebersihan itu adalah hal yang harus kt lakukan kalau kemana pun. Kasian kan pantainya sdh cakep2 tp kita kotori :(

      Hapus
  4. ahahaha jadi inget waktu kecil, ayahku 7 bersaudara, cucu kakek jumlahnya 50 orang, pas. Kalo lebaran keroyokan, itu rumah yang dikunjungi bakal super penuh. Dan emang iya, anak kecil ya, belum disuruh, udah duduk dan menikmati makanan yang disuguhin di meja, berisik pula. hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah mau gimana juga ya, saat itu kita masih kecil jadinya harap sabar sama ribut dan kelakuan yg bikin geleng kepala hahaha

      Hapus
  5. saya rasa zaman kita hampir sama. cuma beza tempat dan masa. nasihat mereka kadang didengari kadang dibiarkan sahaja

    BalasHapus
  6. Hahahahahah I feel you Mbaaa. Krn aku pun dari keluarga besar dari pihak mama. Mama anak ke 12 dari 13 sodara. Jadi kalo para sepupu kumpul, ga usah ditanya ramenya 🤣. Trus aku inget, ada mobil om, selalu disebut mobil karet. Padahal hanya panther biasa. Tapi isinya tiap jalan ke rumah sodara bisa sampe belasan orang, memang sih kebanyakan anak kecil, makanya bisa dipepet dan pangku 🤣🤣🤣

    Jadi kayak film warkop DKI mba, yg dulu ada adegan, 1 mobil tapi yg turun ga brenti 🤣🤣. Makanya disebut karet, karena orabg2 anggab bisa ngembang di dalam wkwkwkwkw.

    BalasHapus

Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^