Mantar di pagi hari |
Siang itu saya mendapatkan
telepon dari Bang Jhony, seorang teman di Adventurous Sumbawa. Beliau
memberitahukan bahwa ada volunteer
dari Taiwan yang ingin memberikan bantuan peralatan sekolah kepada anak-anak di
Desa Mantar dan Bang Jhony ingin saya ikut serta juga untuk membantu disana
nanti. Mendengar tawaran itu, saya langsung tertarik dan buru-buru mengiyakan.
Pak Rektor UTS juga langsung setuju memberikan izin ketika saya memberikahukan
alasan saya untuk tidak masuk kerja beberapa hari dikampus.
“Iya Lulu, tidak apa-apa.
Kegiatan itu bagus sekali untuk kamu.” Izin dari Pak Rektor itu membuat saya
bahagia, serasa ingin terbang melayang. Dari dulu Mantar telah masuk ke dalam wish list perjalanan saya. Saya tidak
menyangka bahwa wish list itu bisa di-check
list secepat mungkin, diluar dugaan saya sebelumnya. Kerja sosial sambil
jalan-jalan, asyik.
Pukul 19.00 Wita kita telah tiba
di Seteluk (3 jam perjalanan dari Sumbawa, dan hanya 30 menit jika dari Poto
Tano). Dari Seteluk ini kita bisa menyewa Ranger, alat transportasi publik yang
berbentuk mobil bak terbuka yang biasa digunakan warga untuk menuju
Mantar. Karena kemalaman tiba di lokasi,
semua Ranger yang menuju ke Desa Mantar sudah tidak ada. Salah seorang teman
yang juga warga Seteluk menyarankan untuk menyewa Ranger, yang tentu saja harganya dua kali lipat dari harga
biasanya.
“Kalau menggunakan motor,
amankah?” Bang Jhony bertanya kepada warga setempat.
“Aman sih Pak, cuma motornya
harus menggunakan motor gigi, soalnya jalan itu akan menanjak terus. Dan jalannya
juga banyak batuan lepas. Kalau mau, bisa juga sewa tukang ojek untuk mengantarkan
kesana.”
Bang Jhony berdiskusi dengan kita
semua. Dari empat motor yang kita gunakan, hanya ada dua motor yang tidak
memungkinkan jika digunakan untuk naik ke Mantar. Solusinya adalah menyewa
tukang ojek yang merupakan warga setempat yang telah terbiasa naik ke Mantar.
Jalannya yang merupakan batuan lepas dan tanjakan yang cukup ekstrim membuat
kita tidak berani untuk mengambil resiko menggunakan motor yang bermasalah.
Suara raungan gas motor terdengar
begitu menyakitkan ketika mulai melewati tanjakan pertama Mantar. Kata warga, ini
pertama kalinya ada orang luar yang nekat naik ke Mantar malam-malam begini
tanpa menggunakan public transport
(Ranger). Kesulitan semakin terasa ketika batuan lepas yang mengiringi
sepanjang jalan Mantar membuat ban belakang motor ngepot, penumpang pun harus
rela turun dari atas motor untuk menjaga keselamatan. Dingin yang semulanya
begitu menggigit tulang jadi berganti dengan keringat yang mengucur deras
karena harus menaiki tanjakan maut Mantar itu.
“Kamu baik-baik saja, Lu.”
Teman-teman menanyakan keadaan saya.
“Iya baik-baik saja kok.” Saya
lebih memilih berjalan kaki naik tanjakan tidak peduli sejauh apapun, daripada
naik motor tetapi dilingkupi ketakutan dengan jalan yang begitu jelek. Saya
mendongak ke atas, tanjakannya masih jauh dan terjal, huft semangat.
Tiba di tanjakan terakhir.
Raungan gas motor semakin hebat terdengar. Jika tiba di tempat yang agak ngeri,
motor harus dipacu dengan ekstra hati-hati sembari dibantu teman-teman yang
lain mendorong dari belakang. Mimpi apa saya semalam terjebak dalam perjalanan
yang sangat ekstrim ini, saya membatin. Yah seperti kata seorang teman, tidak
ada jalan yang tidak bisa dilalui selagi jalan itu masih ada, pun begitu dengan
Mantar. Jalannya pasti bisa dilewati, hanya saja kadar kehati-hatian dan
kesabarannya mesti ditingkatkan lagi beberapa persen. Untuk penggemar off road
atau goweser, sepertinya Mantar ini cocok sekali untuk dijadikan sebagai medan
menantang untuk dikunjungi.
“Terkadang suatu daerah menjadi begitu menarik untuk dikunjungi, karena jalannya yang begitu susah dilalui, kalau jalannya mulus, maka tidak ada lagi tantangannya.” Kata seseorang pada suatu perjalanan itu. Kata itu pulalah yang membuat saya tidak pernah mengeluh lagi jika dihadapkan pada perjalanan ekstrim, begitu pula dengan saat ini.
Satu jam berjuang keras memacu
motor, kita akhirnya tiba di Mantar dengan selamat. Alhamdulillah. Waktu pada saat itu menunjukkan pukul 22.00 Wita. Jalanan
Mantar begitu sepi, warga telah terlelap dalam mimpi. Kita harus mengunjungi
rumah kepala desanya terlebih dahulu untuk meminta izin berkunjung ke Mantar
dan mendirikan tenda disana. Kepala Desanya begitu baik hati dan ramah
menyambut kita. Kita diizinkan mendirikan tenda dimana pun asalkan tetap
menjunjung etika dan tata krama. Satu spot yang bagus untuk mendirikan tenda
yaitu di Pemanto. Dari Pemanto ini terlihat Poto Tano dan daerah-daerah lain di
bawah Mantar, bahkan Lombok pun terlihat jelas. Kelap-kelip lampu rumah
membuatnya seperti bintang di daratan. Cantik.
main gitar |
Semalaman angin dengan hebatnya
menghantam tenda kami. Letaknya yang berada di atas bukit membuat Mantar tidak
asing lagi dengan kunjungan angin seperti ini. Dingin, Mak, dingiiiin. Sarung
tangan, kaos kaki, jaket, sleeping bag,
sukses menyelimuti tubuh ini untuk menghalau angin masuk dan membuat dingin
menusuk-nusuk tubuh. Ini bukan negeri di atas awan, tapi negeri di atas angin.
Angin menyerang dari segala arah. Hingga subuh tiba, angin lumayan mereda.
menunggu matahari terbit |
dari atas pemanto Rinjani tergambar jelas |
sunrise coming |
matahari terbit dari atas mantar |
beautifull view |
Poto Tano dari atas Pemanto/ bukit mantar |
Rinjani |
Apa yang tergambar dalam fikiran
ketika berbicara tentang Desa Mantar? Ya benar, sebuah negeri di atas awan.
Pemandangan cantik awan-awan yang berkeliaran disepanjang daratan Mantar pada
pagi harinya membuatnya seolah berada di atas awan. Tetapi awan yang kita nantikan
semalaman tidak mengunjungi kami pagi ini. Kata warga setempat dan teman-teman
yang sering berkunjung kesini, awan Mantar datangnya musiman, tidak di setiap
waktu. Biasanya pada bulan Maret, April, awannya selalu datang setiap hari. Tapi
tak apalah, Mantar tetap cantik dengan balutan landscape-nya yang begitu
mengagumkan. Nama Mantar semakin menjadi-jadi ketika diangkat menjadi setting
film Serdadu Kumbang. Banyak orang mengenal betapa indahnya Mantar melalui film
itu.Dari atas Mantar itu pulalah daratan Poto Tano (Gerbang Masuk Sumbawa)
tergambar jelas dengan delapan pulau-pulau kecilnya. Matahari terbit terlihat
begitu cantik dari atas Bukit Mantar.
Bang Ilman yang tengah berdiskusi dengan warga setempat |
pemanto, tempat kami mendirikan kemah |
Tidak jauh dari Pemanto (tempat
kami mendirikan tenda) ada sebuah rumah yang sedang dibangun warga. Rumah itu
akan dijadikan sebagai rumah singgah untuk para pelancong yang akan berkujung
ke Mantar. Rumah itu berbentuk rumah panggung, dengan arsitektur khas Sumbawa.
Beberapa orang warga terlihat bergotong royong untuk menyelesaikan pembangunan
rumah itu. Dari warga itu pulalah kita mendapatkan cerita tentang sejarah
Mantar. Konon katanya, dulu Mantar adalah daerah singgahan warga dari portugis
ketika kapal yang mereka tumpangi karam di laut Sumbawa. Di Mantar ini pula
hidup orang Albino yang jumlahnya tidak boleh lebih dari 7 orang, jika melebihi
jumlah tersebut akan ada yang meninggal salah satunya, hingga jumlahnya tidak
lebih dari 7.
suasana perkampungan Desa Mantar |
naik ranger dulu kitaa |
view dari atas Mantar |
yeayyy supaya gak no pix sama dengan hoax |
yuuuuk #VisitSumbawa #AyoKeSumbawa
Kalau balik ke Sumbawa lagi, selain ke Tambora, Moyo atau gili-gili, saya pengen ke Mantar. Gara-gara lihat videonya Om Bolang hehe. Karena suka naik gunung kali ya, seneng banget lihat pemandangan dari ketinggian. Rasanya lain, apalagi ga cuma daratan yang dilihat, tetapi juga lautan. Foto-fotonya keren! :)
BalasHapusKalau balik ke Sumbawa lagi, selain ke Tambora, Moyo atau gili-gili, saya pengen ke Mantar. Gara-gara lihat videonya Om Bolang hehe. Karena suka naik gunung kali ya, seneng banget lihat pemandangan dari ketinggian. Rasanya lain, apalagi ga cuma daratan yang dilihat, tetapi juga lautan. Foto-fotonya keren! :)
BalasHapusayooo ke Mantar mas Rifqy...
Hapusemang kece sih viewnya dari Mantar, walaupun kemarin ga liat awannya yang cantik, tapi sunrisenya itu lhooooo, wuiih...
ayo ayoo :D
Pokoknya kalau (entah kapan) ke Sumbawa lagi, wajib ditemenin nih, bareng sama Lita Restuwati juga, kenal gak? :D
Hapussiaaaaaaaaaaap komandan...
Hapusayo kita ngebolang bareng, iya kenal banget saya sama Lita, hihi teman di adventurous sumbawa itu :D
Masya Allah matahari paginya indah ya, kemarin aku kemping melewatkan sunrisenya padahal sudah bangun dari sbeelum subuh tapi setelah sholat ga keluar tenda lagi :-D
BalasHapushihiihi, wah rugi banget mbak kemping ga liat matahari terbit :D
Hapuskapan2 jangan dilewatkan lagi :D
Lulu... kamu jahat, ngtrip gak ngajak2... sakitnya t dimana2 baca blogmu ni... nyakit bgt bgt bgt... ngecamp jg gak ngjak2 drimu ya...
BalasHapustp... lanjutkan kawan promosiin sumbawa kawan
AKU BANGGA KELILING SUMBAWA
#visitsumbawa
#AyoKeSumbawa
#AdventurousSumbawa
ampun ampuuuun, ini tu ga terencana kemarin tara, tiba2 aja bang jon nelepon ajakin ke Mantar :D
Hapusmaaf, aku mau kok kalo diajakin ke mantar lagi, kemarin ga dapat awannya aku :D
jadi inget belum nulis tentang mantar...
BalasHapuspadahal udh agak lama kesananya.. hiks
ayoo atuh kang insan ditulis, dipamerin tuh awan awan cantiknya :D
HapusKpn yah bisa ke sumbawa? :(
BalasHapusayooo mba ke sumbawa :D
Hapus