Ada
banyak hal absurd yang terjadi di
dunia ini yang kadang kita tidak mengerti kenapa, seperti kenyataannya bahwa
Pembina UKM Mapala Maras UTS itu adalah saya. Seorang perempuan yang yang tidak
pernah kuat jika disuruh jalan jauh apalagi jika itu harus mendaki-daki,
seorang perempuan yang jarang olahraga dan lebih sering mager di dalam kamar,
seorang perempuan yang lebih takut muka mengusam berjerawat daripada kehabisan
uang sebelum awal bulan tiba. Terakhir kali saya melalukan perjalanan jauh yang
berhubungan dengan hutan dan gunung itu adalah di pertengahan tahun 2015 yang
lalu, saat ekspedisi Sebra bersama teman-teman Adventurous Sumbawa. Itu pun
bukan karena saya benar-benar ingin tracking, tetapi karena pada saat itu saya
sedang diserang patah hati yang sangat. Saya berfikir daripada saya berdiam
diri di dalam kamar, menangis seharian, lebih baik saya meluapkan kesedihan
saya dengan berlari ke hutan (tsaaah :p). Patah hati memang sanggup membuat
orang menyebrangi gunung dan mendaki lautan.
“Mbak
ayolah ikut Diklat kita, masa’ Mbak sebagai Pembina gak pernah ikut kegiatan
kita.” Kata Urwah, Ketua UKM Mapala Maras.
“Mbak
itu sekarang sudah gak kuat mendaki-daki, sudah jarang olahraga, nanti kalian
lagi yang kerepotan ngurusin Mbak.”
“Gak
apa-apa Mbak, nanti itu soft tracking
kok, kalau lelah ya istirahat.”
Akhirnya
dengan didorong rasa tanggung jawab yang besar sebagai seorang Pembina (gayamu
Lu, :p), packing carrierl pink dengan
makanan yang banyak dan barang-barang yang super rempong, saya pun ikut
mendiklat selama 4 hari di dalam hutan.
ini adalah kali pertamanya emping masuk gunung, uyeeeee :) |
Sebenarnya
bukan gunung yang tinggi atau puncak-puncak eksotis yang akan kita
datangi, tetapi deretan perbukitan Pernek
yang letaknya di belakang kampus yang tingginya juga tidak seberapa, tetapi
lumayan terjal dan jalurnya juga masih dipenuhi semak belukar. Sombongnya saya
bilang tingginya bukit itu tidak seberapa, padahal ketika sedang berada di
tanjakan saya adalah perempuan pertama yang minta istirahat, nafas
tersengal-sengal.
“Mbak
aman?” Tanya Gentho, salah seorang anggota Mapala yang berbadan gempal tetapi
berkekuatan monster. Dia kuat sekali.
“Insya
Allah, Aman. Cuma butuh istirahat aja sebentar.” Saya nyengir kuda.
“Pelan-pelan
aja Mbak. Jangan dipaksakan nanti jatuhnya kaki bisa kram dan malah gak bisa
jalan.”
Mapala Maras |
Materi Navdar di atas bukit |
Pendakian
itu yang terpenting bukan sampai pada tujuan atau bisa menaklukkan
puncak-puncak, tetapi sampai di rumah lagi dengan selamat. Tidak apa-apa jalan
perlahan, yang penting jangan pernah
berhenti. Kok ya saya berasa bijak, padahal itu adalah apologi saya saja yang
tidak kuat mendaki dan jalan cepat, hahahaha. Tracking selama kurang lebih 3
jam, kita akhirnya tiba di lokasi pendirian tenda. Lokasinya benar-benar di
tengah hutan, dan jauh dari sumber air. Di saat seperti itu, air setitik yang
jatuh dari botol itu rasanya berharga sekali. Mendaki gunung, lewati lembah,
sungai tidak mengalir indah, kaki lecet, hujan-hujanan, baju dari basah kering
lagi, masak dan makan bersama. Saling menguatkan dan membantu satu sama lain. Jadi
jangan heran kalau anak-anak Mapala itu ikatan persaudaraannya kuat sekali
karena memang mereka terbiasa melalui banyak situasi tersulit di hutan bersama.
Lapar, kedinginan, capek, semua dilalui bersama.
4 hari
di hutan, ada banyak moment yang membuat saya hampir menangis. Salah satunya
adalah ketika hari kedua, pada materi Navigasi Darat. Saat itu kita semua
sedang berada di atas bukit, langit tiba-tiba mendung, petir dan halilintar
saling sambut menyambut. Jika saya menggambarkan suasana saat itu, semuanya
sudah seperti adegan film horror dengan suasana yang tiba-tiba mencekam, hujan
turun, angin dan kabut juga datang. Anak-anak sudah mulai panik, tidak
terkecuali saya. Saya berusaha tetap tenang, walaupun setiap petir yang datang
membuat jantung saya dag dig dug. Saya tidak tahu siapa yang berinisiatif
terlebih dahulu, air hujan yang turun itu mereka gunakan untuk wudhu, mereka
sholat dzuhur berjamaah. Mata memanas, air mata rasanya mau jatuh. Terharu. Ini
adalah kali pertama saya menyaksikan moment seperti ini.
Sholat jamaah yang bikin saya mewek |
“Mapala
itu harus jadi cara untuk mendekatkan kita kepada Sang Pencipta.” Kata Gentho.
Terlalu
banyak moment yang membuat saya hampir menangis selama 4 hari diklat itu.
Mereka mengajarkan saya banyak hal. Bahwa bukan yang kuat yang akan bertahan,
tetapi yang bisa menguatkan dan mengingatkan satu sama lain. Pulang ke rumah
bersama-sama itu adalah yang terpenting.
Sampai
bertemu lagi di petualangan selanjutnya adek-adek manis!!! Be strong and keep
figt for everything,
perempuan tangguh mapala maras uts |
paling enak ya mager di hammock |
NB:
Dinamakan Mapala Maras UTS adalah supaya di dalam Mapala bisa selalu menjadi Maras dan menyenangkan selamanya. Maras di dalam bahasa Indonesia adalah bahagia/ senang.
Diklat Mapala Maras UTS, 11-17 november 2016
Diklat Mapala Maras UTS, 11-17 november 2016
yeay :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan jejak ya teman-teman, supaya saya bisa berkunjung kembali....
Salam persahabatan Blogger Indonesia ^_^