Perasaan itu nakal seperti Biang Lala, naik turun semaunya.Lokasi: Pasar Malam Alun2 Kidul Jogja |
Hati itu seperti cuaca, berubah-ubah, tidak jelas dan tidak bisa ditebak maunya seperti apa. Sekarang bisa bilang iya, dan dalam waktu beberapa detik dalam iya itu, bisa langsung berubah menjadi tidak. Saya tidak menginginkan ada yang membawakan saya bunga cantik setiap harinya atau menghubungi saya setiap saat hanya sekedar menanyakan “sudah makan?","Jangan lupa istirahat” atau kata-kata penuh basa-basi lainnya, jalan setiap malam minggu, show off hubungan di sosial media. Tidak. Saya tidak lagi dalam masa, kebahagiaan ditentukan dari seberapa sering dia menghubungi, telpon atau sms, saya tidak lagi di masa hati berbunga-bunga karena ‘satu love’ di postingan instagram. Saya hanya menginginkan ada yang bisa membuat nyaman hati, menjadi pendengar cerita patah-patah bercampur suara serak, yang di depannya saya berani menunjukkan luka dan tangis, seseorang yang bisa saya percaya bahwa bersamanya perjalanan sesulit apapun pasti bisa terlewati. Ada seseorang yang seperti itu? Entahlah.
Saya
menemukan tulisan itu ketika iseng membuka draft tulisan di blog. Tertarik
ketika melihat postingan yang judulnya “Kata Hati Anak Perempuannya Papa
Bandy.” Saya tiba-tiba ngakak parah ketika membacanya. Itu bukan Lulu yang nulis, atau mungkin memang benar Lulu, tapi sungguh percayalah, saya yakin tulisan itu saya tulis ketika
sedang dilanda patah hati yang sangat hebat, atau sedang sok-sokan menulis
sesuatu yang romantis ketika hati terserang perasaan mellow drama.
Karena saya juga sangat yakin, perempuan
dimana-mana sama, sangat suka dengan perhatian-perhatian sederhana, macam
menerima sebuah pesan “jangan lupa makan” atau kata-kata gombal lainnya. Satu
hari saja tak ada kabar darinya bisa membuat mood tiba-tiba rusak, kerja di kantor jadi rasa senggol bacok,
dengar lagu mellow sedikit saja jadi tiba-tiba sedih. Jatuh cinta bisa membuat
orang semenyebalkan itu. Sungguh. Dan saya sekarang dalam posisi menjadi
makhluk menyebalkan itu. Oh
Tuhan, tolong, selamatkan hamba-Mu ini. Normalkanlah ia seperti sedia kala.
Pernah
suatu ketika pada malam minggu yang sepi tanpa ada sebab musabab dia menelpon.
Hati mulai terserang perasaan ge-er. Ada
apa ya? Jangan-jangan dia kangen, atau ngajak malam mingguan.
“Lu, dimana?”
“Di rumah.”
“Aku mau ke rumahmu.”
“Kok mendadak? Aku belum mandi dan belum siap-siap.”
“Cuma jenguk Rina aja, kok.”
Ahhhhh.
Saya langsung diam seribu bahasa. Lu,
jangan gampang baper jadi orang. Hahaha. Setelah telepon ditutup, saya
langsung guling-guling, jejingkrakan di kamar. Rasa mau buang muka di bak
sampah. T_____T
Alhasil,
dia datang ke rumah dan saya masih dengan muka bantal, kusam, hitam, sangat
jelek dan belum mandi.
Pernah juga suatu ketika, alih-alih
ingin menormalkan kembali otak yang mulai gila ini, saya keluar dari grup
whatsapp dan mengganti nomor whatsapp tanpa ada satu pun orang yang tahu
kecuali orang kantor dan sahabat saya. Tapi akhirnya karena hal itu juga, saya jadi
tambah galau, uring-uringan gak jelas, gak tahu kabarnya bikin saya tambah jeglek. Dan rasanya seperti menemukan oase di tengah gurun tandus, ditengah galau
yang gak jelas ini ketika namanya muncul dilayar HP. Dia menelpon. Akhirnyaa, dicari juga.
“Eh gimana ini, kamu jadi ikut kemah apa ndak? Anak-anak nanya itu. Kamu sih pake keluar grup segala. Nggak aktif lagi whatsapp-nya.”
Sedih hati incess, Bu. Saya fikir dia menelpon karena
sesuatu yang sifatnya pribadi atau apa gitu. Ternyata cuma menanyakan itu saja.
Sakit tapi tak berdarah itu lebih menyakitkan ternyata. Pelajaran nomor sekian
untuk orang yan sedang jatuh cinta, plis jangan gampang baper, karena indahnya eskpektasi
tidak seperti realita yang ada.
"Kamu kenapa?"Dusta perempuan ya seperti itu, menulisnya A, inginnya B, maka jangan heran kalau banyak meme bertebaran yang mengatakan bahwa lebih sulit membaca kode perempuan dari menyelesaikan soal matematika. Perempuannya suka pake kode, si laki-laki gak peka, ya gitu aja terus sampai sawah berubah jadi ladang gandum dan dibanjiri cokelat lalu jadilah choco crunch. Apa susahnya sih komunikasi, ngomong semua yang diinginkan. Susah kak, aku kan pemalu orangnya -___-
"Gak apa-apa."
"Oh, ya udah."
Setelah itu terdengar piring, gelas, kursi, pintu, lemari, meja, dan rumah dibanting.
Umur
sudah semakin tua, tapi tetap saja galaunya gak kalah seperti anak abege yang
baru merasakan letupan-letupan rasa itu. Suka tiba-tiba deg-degan hanya karena
ada pesan atau telepon darinya, walaupun
pesan itu hanya pesan biasa saja. Senyum-senyum sendiri seperti orang gila kekurangan obat. Uring-uringan tanpa sebab. Perjalanan demi perjalanan menjadi begitu menyenangkan. Tetapi apapun bentuk rasa itu, saya ucapkan terimakasih. Setelah sekian
lama, saya selalu terdiam pada ‘satu’, akhirnya saya mulai bisa melihat
seseorang yang lain. Terimakasih dan mari menikmati setiap rasa yang ada. Mau
manis, asem, asin, nikmatilah, karena rujak bisa jadi begitu enak karena
banyaknya rasa yang ditawarkan. Lupakan yang lalu, hadapi semua yang tersaji di
depan. Jangan takut, Lu. Jatuh cinta itu menyenangkan kok, asal sesuai dengan
dosisnya. Jangan berlebihan, karena semakin tinggi harapan, semakin sakit pula
jatuhnya.
NB:
Mungkin tulisan ini akan saya baca lagi beberapa tahun kemudian. Saya tidak tahu apakah kamu akan menjadi rumah, atau mungkin cuma sekedar singgah. Tapi apapun akhirnya, saya berterimakasih karena pernah ada dan membuat bahagia.
"Ibu, saya lagi suka sama orang."
"Alhamdulillah, anak perempuan Ibu ndak punya kelainan suka sesama jenis."
Ah memang demikianlah perempuan, salam blogger dari perempuan yang baru saja merasakan patah hati :(
BalasHapusperempuan penuh dengan kata2 yang di dalam iya ada tidak, di dalam tidak ada iya,,, dan celakanya laki2 dipaksa untuk bisa mengerti itu...hahahah
Hapussalam blogger juga Reni :D
Jatuh cinta itu berjuta rasanya yaa ... ;)
BalasHapus